Ads

Saturday, September 22, 2012

Keris Pusaka Sang Megatantra Jilid 048

◄◄◄◄ Kembali

Puteri Lasmini dan Mandari menunggang kuda memasuki hutan lebat. Sang Prabu Erlangga hanya mengetahui bahwa selirnya, Mandari, yang dikunjungi kakak nya, Lasmini, pergi berdua untuk berburu seperti yang biasa dilakukan dua orang puteri itu, seperti yang dikemukakan Mandari kepadanya ketika berpamit.

Tidak seperti para puteri lain, dua orang puteri kakak beradik ini melakukan perjalanan berburu binatang dalam hutan tanpa pengawal seorangpun. Hal ini tidak mengherankan, juga Sang Prabu Erlangga memperkenankan, karena dia mengetahui bahwa dua orang wanita cantik itu adalah wanita-wanita digdaya yang tidak membutuhkan pengawal dan mampu melindungi diri sendiri.

Sesungguhnya, dua orang puteri itu bukan berburu binatang biasa saja seperti yang dikatakan ketika berpamit dari Sang Prabu Erlangga. Mereka hanya menggunakan perburuan sebagai dalih saja. Sebetulnya mereka memasuki hutan atas undangan Pangeran Hendratama yang mengadakan pertemuan dengan para sekutunya. Persekutuan yang diam-diam merencanakan kehancuran Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama ini memang telah lama saling mengadakan kontak rahasia.

Mereka berdua menuju ke tengah hutan dan di tempat yang sunyi dan tak pernah dikunjungi orang luar itu terdapat sebuah pondok kayu yang sederhana namun cukup besar. Di tengah perjalanan tadi, setelah semakin dekat dengan pondok, kedua orang puteri itu melihat orang-orang yang melakukan penjagaan. Itu adalah orang-orang yang ditugaskan Pangeran Hendratama untuk menjaga agar jangan ada orang luar datang mendekati pondok dimana berkumpul para sekutunya untuk mengadakan perundingan.

Ketika Lasmini dan Mandari tiba, dua orang anak buah Pangeran Hendratama segera menyambut dan mengurus dua ekor kuda yang tadi ditunggangi Lasmini dan Mandari. Dua orang puteri melompat turun, menyerahkan kuda kepada dua orang anak buah itu, lalu menuju ke pondok. Sebelum memasuki pintu, mereka disambut Pangeran Hendratama sendiri. Dengan sikap hormat Pangeran Hendratama membungkuk dan berkata.

"Selamat datang, puteri-puteri yang Cantik dan gagah perkasa, silakan masuk kawan-kawan sudah menanti kedatangan andika berdua sejak pagi tadi."

Lasmini dan Mandari mengangguk dan mereka memasuki ruangan pondok yang luas. Semua orang yang berada dalam ruangan itu bangkit dan membungkuk dengan hormat menyambut kedatangan Lasmini dan Mandari. Dua orang puteri itu mengangguk senang sambil memperhatikan siapa yang sudah berkumpul diruangan itu.

Di situ terdapat Puspa Dewi sebagai wakil Kerajaan Wurawuri, Linggajaya mewakili Kerajaan Wengker, Lasmini dan Mandari sendiri mewakili Kerajaan Parang Siluman, dan Pangeran Hendratama merupakan sekutu yang berambisi menggulingkan adik iparnya, Sang Prabu Erlangga agar dia dapat menggantikan kedudukan sebagai Raja Kahuripan. Setelah duduk menghadapi meja besar dan melayangkan pandang matanya, Lasmini berkata.

"Hemm, aku tidak melihat wakil dari Kerajaan Siluman Laut Kidul!"

Pada saat itu, seolah menjawab pertanyaan yang dilontarkan Lasmini, terdengar derap kaki banyak kuda didepan pondok. Pangeran Hendratama yang bertindak sebagai "tuan rumah" bergegas keluar dan dia tersenyum gembira menyambut seorang wanita seperti raseksi (raksasa wanita), berusia lima puluh tahun, tubuhnya gembrot dan tinggi besar, mukanya berbedak tebal, pakaiannya mewah sekali, mengenakan perhiasan emas permata, wajahnya serba bulat dan dari celah-celah bibirnya tampak mengintip keluar dua buah taring! Inilah Ratu Mayang Gupita, ratu yang berkuasa di kerajaan Siluman Laut Kidul!

"Selamat datang, Kanjeng Ratu, kami berbahagia sekali menerima kedatangan andika yang sudah kami tunggu-tunggu." kata Pangeran Hendratama.

Ratu yang menyeramkan itu memandang wajah Pangeran Hendratama dan bertanya, "Apakah wakil semua kerajaan yang bersekutu datang?"

Pangeran Hendratama mengangguk, "semua lengkap, Kanjeng Ratu. Wakil dari wengker, dari Wura-wuri, dan dari Parang siluman sudah hadir."

"Bagus! Tidak sia-sia aku melakukan perjalanan jauh." katanya sambil melangkah memasuki ruangan pondok itu.

Setelah mempersilakan Ratu Mayang Gupita duduk, Pangeran Hendratama lalu memperkenalkan Linggajaya dan Puspa Dewi kepada ratu itu yang sudah mengenal Lasmini dan Mandari. Atas isyarat pangeran Hendratama, dua orang pelayan pria masuk keruangan membawa minuman dan makanan beberapa macam kue. mereka menghidangkan makanan dan minuman di atas meja lalu cepat pergi lagi meninggalkan ruangan itu dan menutupkan daun pintu ruangan. Setelah mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada mereka yang hadir, Pangeran Hendratama lalu menceritakan pendapat dan usulnya.

"Keadaan kini menjadi gawat dan kita harus dapat segera bertindak agar jangan sampai terlambat. Aku terancam oleh penjahat cilik Nurseta dan kakeknya senopati Sindukerta."

"Akan tetapi pangeran, bukankah mereka berdua kini telah ditahan dalam penjara istana? Mereka tidak mungkin dapat lolos dari penjara. Apa yang dikhawatirkan?" kata Mandari yang telah mendengar akan hasil persidangan istana itu.

"Benar, akan tetapi mereka hanya ditahan sementara saja. Kini Ki Patih Narotama sedang melakukan penyelidikan dan kalau sampai kemudian diketahui bahwa keris Sang Megatantra berada padaku, rencana kita semua akan gagal."

"AKAN tetapi Ki patih tidak akan dapat membuktikan bahwa keris Itu berada padamu, pangeran?" kata Lasmini.

'Memang tidak, akan tetapi Ki Patih Narotama itu cerdik sekali. Aku khawatir dia akan mencurigaiku." kata Pangeran Hendratama kelihatan jerih terhadap ki Patih itu.

"Lalu, apa rencanamu, pangeran?" mendengar suara parau Ratu Mayang Gupita.

"Kita harus cepat bertindak. Ada tiga hal yang harus kita lakukan kalau kita ingin berhasil dalam rencana kita. Pertama, kita harus berusaha untuk membunuh Ki Patih Narotama! Kedua, kita juga harus membunuh Nurseta dan Ki Sindukerta dalam kamar tahanan. Dan ketiga ini yang terpenting, kita harus mempersiapkan balatentara gabungan untuk menyerbu istana dan menguasainya."

"Wah, tiga hal yang andika rencanakan itu kesemuanya amat sukar, Pangeran!" Linggajaya. Sebagai wakil Kerajaan Wengker dia tidak mau bersikap rendah terhadap Pangeran Hendratama. "Aku tahu betapa saktinya Ki Patih Narotama. Juga aku pernah bertanding melawan Nurseta dan dia bukan orang yang mudah dibunuh begitu saja. Bagaimana dua hal ini akan dapat dilaksanakan?"

Pangeran Hendratama mengerutkan alisnya, tidak senang mendengar pendapat Linggajaya yang menurunkan semangat itu.

"Semua orang tahu bahwa semua hal itu tidaklah mudah, akan tetapi setiap perjuangan memang tidak ada yang mudah, setiap hasil baik itu harus ditebus dengan usaha yang sekuatnya. Mari kita bahas satu demi satu tiga macam usaha kita untuk mencapai kemenangan itu. Pertama, tentang rencana pembunuhan terhadap Ki Patih Narotama Apakah andika sekalian mempunyai usul yang
baik?"

"Menurut pendapatku, yang paling tepat memikul tugas membunuh Ki Patih Narotama ini haruslah orang-orang yang dekat dengan dia. Tidak ada orang lain yang lebih dekat kecuali Puteri Lasmini dari Kerajaan Parang Siluman yang telah menjadi selirnya, dibantu oleh Linggajaya sebagai wakil Kerajaan Wengker karena dia telah berhasil menyusup ke kepatihan sebagai juru taman!"

Semua orang tampaknya setuju dan Pangeran Hendratama berkata, "Usul itu memang baik sekali dan cocok dengan rencanaku. Akan tetapi tentu saja kami minta pendapat yang bersangkutan, dalam hal ini Puteri Lasmini. Bagaimana pendapat andika dengan usul itu? Dan juga Linggajaya,
sanggupkah membantu Puteri Lasmini melaksanakan tugas ini?"

Lasmini tersenyum. "Terus terang saja, aku memang sudah merencanakan pembunuhan terhadap Ki Patih Narotama, dibantu oleh Linggajaya. Kami sudah merencanakan itu dan hanya tinggal menanti saat baik saja. Baik, kuterima tugas itu."

"Aku juga menerima tugas itu!" kata Linggajaya yang tidak punya pilihan lain.

"Bagus, kalau begitu masalah pertama sudah diputuskan. Sekarang persoalan kedua, yaitu pembunuhan Nurseta dan Sindukerta. Siapa yang pantas melaksanakan tugas berat ini?"

"Tugas ini memang berat sekali, terutama karena mereka itu ditahan dalam ruangan tahanan istana, jadi dekat dengan Sang Prabu Erlangga. Aku sendiri tidak dapat membantu karena aku merasa bahwa sedikit banyak Sang Prabu Erlangga sudah agak berubah sikapnya terhadap diriku, seolah sudah menaruh curiga. Aku hanya dapat membantu dengan memberi jalan keluar kepada mereka yang ditugaskan untuk membunuh kedua orang tahanan itu, kalau usaha mereka gagal." kata Dewi Mandari.

"Memang sebaiknya, seperti hal pertama tadi, hal kedua ini dilakukan pula oleh orang yang tinggal di istana." Kata Pangeran Hendratama. "Dan yang tinggal di istana adalah Puteri Mandari dan Puspa Dewi. Karena tidak mungkin bagi Puteri Mandari melaksanakan tugas itu maka tinggal Puspa Dewi yang tinggal di istana, karenanya ia yang dapat melakukan dengan tidak begitu sukar."

Puspa Dwi mengerutkan alisnya. "Pangeran, aku juga pernah bertanding melawan Nurseta, bahkan mengeroyoknya bersama Linggajaya, dan harus kukatakan bahwa dia adalah seorang yang memiliki kesaktian tinggi. Aku sendiri tidak mungkin dapat membunuhnya!" Tentu saja ucapan Puspa Dewi ini tidak sama dengan suara hatinya. Dalam hatinya, ia tidak mau membunuh Nurseta karena kini semakin jelas baginya pihak siapa yang benar dan siapa yang bersalah.

Untuk membalas budi gurunya, Nyi Dewi Durgakumala yang kini menjadi permaisuri Raja Mhismaprabhawa di Kerajaan Wura-wuri, tentu saja ia mau membela Wura-wuri. Akan tetapi bukan dengan cara curang dan bersekutu dengan orang-orang jahat seperti ini!

"Tentu saja bukan andika seorang diri, puspa Dewi. Aku sendiri juga tahu betapa tangguhnya si Nurseta itu. Sekarang marilah kita membagi-bagi tugas Linggajaya dan Puteri Lasmini sudah mendapat tugas membunuh Ki Patih Narotama”.

“Selain itu, aku juga akan mempersiapkan pasukan Kerajaan Wengker untuk membantu merebut kekuasaan diKahuripan!" kata Linggajaya.

"Ratu Mayang Gupita, kalau kami boleh mengusulkan dan minta bantuanmu, dapatkah andika mempersiapkan diri untuk membantu Puspa Dewi untuk membunuh Nurseta dan Sindukerta dalam tahanan? Jangan khawatir, Puteri Mandari tentu akan dapat menyelundupkan mu ke dalam istana."

Raksasa wanita itu mengangguk angguk. "Baiklah, aku akan membantu Puspa Dewi dan aku akan mengajak Dibyo Mamangkoro dan Cekel Aksomolo. Mustahil kami berempat dengan Puspa Dewi tidak akan mampu membunuh Nurseta dan Senopati Sindukerta."

"Bagus sekali! Kalau andika dan pembantu andika mau turun tangan, kami yakin tugas ini akan dapat diselesai dengan berhasil baik!" kata Pangeran Hendratama gembira sekali. Selain dia akan terbebas dari musuh-musuhnya yang hendak membongkar rahasianya dan merampas Sang Megatantra, juga kalau dua pembunuhan itu dapat dilaksanakan dengan baik, berarti memperlancar rencana pemberontakannya dan merampas tahta Kerajaan Kahuripan dari tangan Sang Prabu Erlangga. Puspa Dewi yang sejak tadi mencari jalan untuk mengetahui semua rencana pangeran pengkhianat itu, lalu berkata,

"bagaimana wakil Kerajaan Wura-wuri, aku ingin sekali mengetahui rencana kita yang ketiga, yaitu tentang penyerbuan ke Istana dan menguasainya. Bagaimana hal yang amat sulit ini dapat diatur?"

"Memang hal yang ke tiga itu harus kita rundingkan baik-baik sekarang setelah dua hal pertama dan kedua sudah kuputuskan. Untuk melaksanakan ini dengan berhasil, kita harus bekerja sama. semua kekuatan harus dipersatukan, karena itu kami harap semua kerajaan mengirimkan pasukan dan bergabung di hutan ini. Bagaimana pendapat kalian?"

"Aku akan mengabarkan kepada Kanjeng Ibu Durgamala di Kerajaan Parang Siluman kami untuk mengirimkan pasukan ke hutan ini?" kata Lasmini.

"Aku juga akan mengerahkan para senopatiku untuk memimpin pasukan dan membawa pasukan kami ke sini." Kata Ratu Mayang Gupita dari Kerajaan Siluman Laut Kidul.

"Baik sekali kalau begitu, hal ke tiga yang terpenting juga sudah disepakati. Linggajaya bertugas mengirim pasukan dari Kerajaan Wengker, Puspa Dewi mengirim pasukan dari Wurawuri, Ratu Mayang Gupita mengirim pasukan dari Kerajaan Siluman Laut Kidul, dan Puteri Lasmini mengirim pasukan dari Kerajaan Parang Siluman. Jadi dari empat kadipaten atau kerajaan itu sudah sepakat mengirimkan pasukan masing-masing ke hutan ini untuk bersatu dan kami sendiri akan mengerahkan pasukan dari para senopati yang mendukung gerakan ini. Kita sekarang rundingkan untuk menetapkan hari dan saat gerakan pasukan gabungan itu untuk menyerbu istana. Semua pasukan harus sudah siap di dalam hutan ini sebelum hari yang telah ditentukan Itu dan semua harus dilakukan secara rahasia agar jangan sampai ketahuan orang dan sebaiknya kalau dilakukan di waktu malam."

"Bagus, dan aku sendiri akan membantu dari dalam istana kalau saat penyerbuan ke istana dilakukan." kata Puteri Mandari.

"Pangeran, bagaimana kita dapat yakin bahwa pasukan para senopati di Kahuripan akan benar-benar membantu kalau mereka tahu bahwa pusaka Sang Megatantra tidak berada padamu? Kalau pusaka itu berada di tangan Nurseta, terutama semua orang di Kahuripan condong membantu dia karena pusaka itu dipuja sebagai wahyu keraton oleh semua orang Kahuripan sebagai keturunan Mataram." kata Puspa Dewi untuk memancing. Memang ia seorang gadis yang cerdik. Ia memancing dan mengajukan alasan yang masuk akal sehingga Pangeran Hendratama sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu memancingnya untuk mengetahui di mana sebetulnya pusaka itu.

Pangeran Hendratama tersenyum. Hati pangeran itu masih amat tertarik kepada gadis jelita yang kini menjadi sekar kedaton Wura-wuri itu dan dia mengharapkan kalau dia sampai berhasil menjadi Raja Kahuripan, Puspa Dewi akan bersikap lain kepadanya, memberinya harapan untuk mempersunting gadis yang membuatnya tergila-gila itu!

"Jangan khawatir, Puspa Dewi. Para sahabat dari Empat Kadipaten, biarlah antara para sahabat aku akan berterus terang. Pusaka Sang Megatantra itu tidak pernah terlepas dari tanganku. Aku yang memiliki pusaka itu!"

Semua orang tercengang mendengar ini. Hanya Puspa Dewi yang tidak merasa heran karena diam-diam ia sudah mengetahui bahwa pusaka itu yang tadinya milik Nurseta telah dicuri pangeran ini. Betapa beraninva pangeran itu kini mengaku!

"Ah, pangeran! Jadi kalau begitu andika yang ....."

"Jangan salah mengerti, Puspa Dewi Pusaka itu memang milikku. Aku membeli pusaka itu dari seorang pengemis seperti yang sudah kuceritakan dahulu ..."

"Akan tetapi andika mengatakan bahwa pusaka itu telah dicuri Nurseta!" kata Puspa Dewi, penasaran walaupun ia mengatur agar suara dan sikapnya tidak membayangkan bahwa ia merasa curiga kepada pangeran itu.

"Memang benar Nurseta mencuri kerisku. Akan tetapi aku selalu berhati-hati sejak mendapatkan pusaka itu sehingga aku membuat tiruannya, dan menyembunyikan yang aseli. Jadi, ketika Nurseta mencurinya, dia hanya mendapatkan Megatantra yang palsu dan Megatantra yang aseli masih ada padaku."

"Kenapa tidak andika serahkan kepada Sang Prabu Erlangga?" Puspa Dewi terkejut sendiri mendengar pertanyaannya yang keluar begitu saja dari dalam hatinya.

"Ha-ha-ha, apakah engkau mengira aku begitu bodoh, Puspa Dewi?" Pangeran yang sudah tergila-gila kepada Puspa Dewi itu tidak menjadi curiga dengan pertanyaan itu, bahkan dia ingin memamerkan kecerdikannya! "Sang Prabu Erlangga adalah musuh kita bersama, bagaimana aku harus mengembalikan pusaka itu kepadanya? Keris itu hak milik Kahuripan sebagai keturunan Mataram, dan setelah Kanjeng Rama Teguh Dharmawangsa wafat, akulah puteranya, akulah satu-satunya keturunan Mataram yang berhak memiliki Sang Megatantra maka berhak pula menjadi Raja Kahuripan bukan Erlangga bocah Bali itu!"

Puspa Dewi tidak bicara lebih lanjut. Biarpun keterangan Pangeran Hendratama itu meyakinkan hati semua orang yang berada di situ, namun di dalam hatinya Puspa Dewi lebih percaya kepada keterangan Nurseta. Ia juga melihat betapa sikap Lasmini dan Linggajaya tampak mesra. Kedua orang itu saling bertukar senyum dan pandang mata mereka kalau saling pandang bicara banyak. Mudah saja diduga bahwa antara selir Ki Patih Narotama dengan Linggajaya yang kini menyamar sebagai tukang kebun kepatihan pasti ada hubungan yang tidak wajar! diam-diam ia memperhatikan semua orang yang hadir itu satu demi satu. Makin diperhatikan, ia semakin merasa muak dan tidak suka. Orang-orang ini semua bukanlah orang baik-baik, pikirnya dan ia merasa malu kepada diri sendiri bahwa ia terlibat dalam persekongkolan jahat ini. Andaikata Kadipaten Wura-wuri berperang melawan kerajaan manapun juga, ia tidak akan ragu membela Wura-wuri demi membalas budi guru yang juga menjadi ibu angkatnya dan yang kini menjadi Permaisuri Wura-wuri itu. Akan tetapi kalau menjadi anggauta persekutuan jahat dan curang seperti ini, ia merasa muak dan malu sendiri.

Setelah merundingkan dengan matang semua persiapan pemberontakan Pangeran Hendratama yang digabung dengan kekuatan pasukan empat kerajaan yang menjadi musuh lama Kahuripan, pertemuan itu dibubarkan dan semua orang pulang ke tempat masing-masing.

000000ooooo000000
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment