Ads

Monday, September 24, 2012

Keris Pusaka Sang Megatantra Jilid 051

◄◄◄◄ Kembali

Tadi ketika menerima surat dari Puspa Dewi, dan setelah mendengar para penjaga bicara sambil tertawa-tawa karena menikmati minuman anggur kemudian suasana menjadi sunyi, Nurseta lalu menggunakan tenaga saktinya untuk membongkar gembok yang mengunci pintu besi kamar tahanan dengan mudah. Dia keluar dan membongkar gembok di pintu kamar tahanan eyangnya, Ki Sindukerta.

Mula-mula Senopati Sindukerta hendak mencela perbuatan Nurseta karena dia tidak setuju kalau harus melarikan diri dari tahanan atas perintah Sang Prabu Erlangga, kepada siapa dia amat setia dan taat. Akan tetapi setelah Nurseta menjelaskan apa yang terjadi dia terkejut bukan main bahkan mendesak kepada Nurseta agar cepat melaksanakan apa yang diminta oleh Puspa Dewi, yaitu membantu Ki Patih Narotama menghadapi musuh yang hendak membunuhnya.

Nurseta menanti sampai para pembunuh datang. Dia mendengar ucapan Puspa Dewi yang mengajak tiga orang pembunuh lainnya lari dan dia sengaja tidak merobohkan mereka dan tidak melakukan pengejaran karena dia dapat menduga bahwa tentu gadis itu mempunyai maksud tertentu dengan ucapan itu. Akan tetapi setelah para pembunuh itu pergi, dia berkata kepada Senopati Sindukerta yang tadi bersembunyi dalam kegelapan seperti yang dikehendaki Nurseta karena dia tidak ingin eyangnya terancam bahaya maut.

"Eyang, harap eyang tinggal saja disini karena saya kira bahaya telah lewat Saya harus cepat melihat keadaan Ki Patih Narotama dan kalau perlu membantu beliau yang terancam pembunuhan."

"Benar, Nurseta, cepatlah pergi ke kepatihan!" kata Senopati Sindukerta.

Nurseta lalu menggunakan kepandaiannya untuk berlari cepat memasuki taman. Karena dia tidak tahu akan pintu kecil, maka dia keluar dari taman istana itu dengan jalan melompat ke atas pagar tembok dan keluar dengan cepat. Malam telah berganti pagi ketika Nurseta melangkah menuju kepatihan. Karena sudah banyak orang berlalu lalang di jalan itu, Nurseta tidak berani berlari cepat, hanya berjalan agak cepat sambil memperhatikan keadaan di luar istana. Akan tetapi tidak tampak ada ketegangan dan wajah para penduduk kota raja, seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang menggemparkan.

Tiba-tiba wajah Nurseta berseri dan hatinya lega karena dia melihat Ki Patih Narotama berjalan dari depan. Ki Patih Narotama juga melihat Nurseta dan dia memanggil.

"Nurseta, andika di sini?" Pertanyaan itu menunjukkan perasaan herannya melihat Nurseta yang berada dalam tahanan istana, pagi ini dapat berkeliaran di situ

"Ah, betapa lega rasa hati hamba Gusti Patih, melihat paduka dalam keadaan selamat, terhindar dari bahaya maut!"

"Apa? Hemm, andika tahu bahwa aku terancam bahaya?" Narotama menjadi semakin heran. “Nurseta, mari kita bicara di sana." Ki Patih Narotama mengajak Nurseta meninggalkan jalan raya memasuki ladang yang sunyi. "Nah, ceritakan sekarang, bagaimana andika yang ditahan di istana dapat berada di sini dan bagaimana pula andika dapat mengetahui bahwa keselamatanku terancam?"

Nurseta lalu menceritakan pengalamannya. Bagaimana ketika malam itu Puspa Dewi muncul di depan kamar tahanan dan melemparkan surat dengan tulisan bahwa malam itu dia dan eyangnya akan dibunuh, juga Ki Patih Narotama akan dibunuh orang. Maka dia lalu meloloskan diri dan melihat empat orang bertopeng yang hendak membunuhnya. Seorang di antara mereka adalah Puspa Dewi dan mereka berempat melarikan diri ketika melihat kamar tahanan kosong.

"Hamba memenuhi permintaan Puspa Dewi dalam surat itu agar hamba meninggalkan rumah tahanan dan menolong paduka yang terancam bahaya." Nurseta mengakhiri keterangannya sambil menyerahkan surat dari Puspa Dewi itu.

Ki Patih Narotama menerima surat itu dan membacanya. Dia mengangguk angguk. "Hemm, syukurlah bahwa anak itu ternyata telah menyadari kesalahannya. Mari, Nurseta, mari kita menghadap Gusti Sinuwun. Urusan ini mungkin masih ada ekornya. Tampaknya ada persekutuan yang membahayakan kerajaan. Kita harus melapor kepada Gusti Sinuwun."

Mereka berdua lalu bergegas menuju ke istana. Mereka semakin tegang dan curiga karena sepagi itu Sang Prabu Erlangga segera dapat menerima mereka, bahkan mereka diajak bicara dalam sebuah ruangan tertutup tanpa dapat didengar orang luar Pasti telah terjadi sesuatu di dalam istana, selain percobaan pembunuhan atas diri Nurseta dan Ki Sindukerta! Akan tetapi sikap Sang Prabu Erlangga masih tenang, walaupun alis matanya berkerut. Juga dia sama sekali tidak merasa heran melihat Nurseta yang mestinya berada dalam kamar tahanan dapat bersama Ki Patih Narotama menghadapnya.

"Kakang Patih Narotama, urusan apakah yang mendorong kakang sepagi ini datang menghadap? Dan andika, Nurseta, bagaimana andika dapat keluar dari tahanan dan ikut menghadap?"

"Perkenankan hamba yang melapor lebih dulu, gusti. Malam tadi, hamba diserang dan hendak dibunuh dua orang pembunuh gelap. Hamba dapat menghindarkan diri dan dua orang pembunuh gelap itu melarikan diri. Akan tetapi setelah hamba melakukan penyelidikan ternyata bahwa dua orang pembunuh gelap itu bukan lain adalah juru taman baru Linggajaya dan..... Lasmini. Mereka berdua telah melarikan diri dari kepatihan. Hamba datang menghadap paduka untuk melapor karena hamba khawatir terjadi sesuatu di sini."

Sang Prabu Erlangga sama sekali tidak terkejut karena dia sudah mengetahui semua itu dari laporan selirnya, Dyah Untari yang mendengar dari Puspa Dewi dan menyuruh Bancak dan Doyok melapor kepadanya.

"Dan andika, Nurseta, bagaimana ceritamu?" tanya Sang Prabu Erlangga kepada pemuda itu.

"Ampun, gusti, kalau hamba berani lancang ikut menghadap. Malam tadi juga terjadi percobaan pembunuhan atas diri hamba dan Eyang Sindukerta. Baiknya sebelum itu, Puspa Dewi telah memberi tahu hamba, sehingga hamba dan eyang dapat meloloskan diri. Puspa Dewi juga memberitahu bahwa gusti patih juga terancam, maka hamba bermaksud pergi ke kepatihan untuk membantu beliau, akan tetapi hamba bertemu dengan gusti patih di jalan dan langsung menghadap paduka."

Kembali Sang Prabu Erlangga mengangguk-angguk. "Kami sudah mengetahui semuanya dan ternyata Puspa Dewi tidak berbohong. Ketahuilah, kakang Narotama ada persekutuan jahat yang hendak melakukan pemberontakan. Persekutuan yang terdiri dari empat kerajaan Wura-wuri, Wengker, Siluman Laut Kidul, dan Parang Siluman yang bergabung dengan Pangeran Hendratama yang hendak mengadakan pemberontakan. Yang menyedihkan, Mandari dan Lasmini juga terlibat sebagai wakil dari Kerajaan Parang Siluman. Kini Mandari juga sudah lolos dari istana”. Sang Prabu Erlangga menceritakan semua yang didengarnya tentang rencana pemberontakan itu seperti yang diceritakan Puspa Dewi kepada Dyah Untari.

"Syukur bahwa rencana pertama dan kedua, yaitu membunuh kakang Narotama dan Nurseta bersama eyangnya, telah dapat digagalkan. Akan tetapi yang berbahaya adalah rencana ke tiga, yaitu penggabungan pasukan mereka yang akan berkumpul di hutan selatan. Kami sudah mengutus Senopati Wiradana untuk mengerahkan pasukan untuk menghadapi pemberontakan. Akan tetapi sebaiknya andika sendiri, Kakang Narotana yang memimpin dan temuilah Senopati Wiradana. Ingat, Pangeran Hendratama ternyata benar seperti cerita Nurseta, dia mempunyai pusaka Sang Megatantra, maka ada juga para pengkhianat yang mendukungnya."

"Sendika, gusti. Mari, Nurseta, engkau harus membantuku!" kata Narotama dan setelah memberi hormat, mereka berdua bergegas meninggalkan istana.

Setelah tiba di luar istana, Narotama berkata kepada Nurseta.

"Sekarang kita membagi tugas. Aku akan menemui Senopati Wiradana dan mengatur pasukan, sedangkan engkau, pergilah lebih dulu ke hutan selatan dan selidiki keadaan mereka. Setelah mengetahui keadaan dan rencana mereka dengan baik, baru andika menemui aku."

"Baik, gusti patih!"

Mereka lalu berpisah dan Nurseta keluar dari kota raja melalui pintu gerbang selatan. Keadaan di kota raja masih tenang dan biasa saja karena tidak ada yang mengetahui bahwa kota raja saat itu terancam serbuan pasukan pemberontak!

Matahari telah naik tinggi ketika Nurseta tiba di tepi hutan selatan. Dia berhati-hati dan memasuki hutan lebat itu dengan sembunyi-sembunyi, menyelinap di antara pepohonan. Setelah tiba agak dalam di hutan itu, dia melihat betapa perajurit-perajurit melakukan penjagaan sekeliling tengah hutan dimana terdapat sebuah pondok besar dan beberapa pondok lain yang tampaknya baru saja dibangun. Nurseta mengelilingi tempat itu dan melihat betapa penjagaan amat rapat dan yang mengherankan hatinya, para perajurit itu adalah perajurit Kahuripan. Dia menduga bahwa tentu ini pasukan Kahuripan yang dipimpin para senopati yang mendukung Pangeran Hendratama! Karena penjagaan ketat dan berbahaya sekali kalau sampai ketahuan, maka dia bersembunyi agak jauh, menanti datangnya malam. Dia akan lebih leluasa bergerak di waktu malam gelap.

Sementara itu, di kota raja juga terjadi kesibukan. Ki Patih Narotama bertemu dengan senopati Wiradana dan memberi petunjuk kepada senopati itu. Pasukan Kahuripan dikerahkan dan diketahui bahwa beberapa orang senopati muda telah membawa pasukan mereka pergi entah kemana. Narotama dapat menduga bahwa pasukan-pasukan yang menjadi pendukung Pangeran Hendratama itu pasti sudah berangkat ke hutan selatan untuk bergabung dengan pasukan dari empat kerajaan. Dia memerintahkan Senopati W iradana siap untuk diberangkatkan sewaktu-waktu untuk menyerbu para pemberontak di hutan selatan, mendahului mereka sebelum mereka bergerak menyerang kota raja agar tidak menggegerkan rakyat.

Untuk itu, dia menanti berita dan Nurseta yang sudah dikirim ke sana untuk melakukan penyelidikan. Kemudian, Narotama membawa seregu pasukan dan memimpin sendiri pasukan Itu menuju ke gedung tempat tinggal Pangeran Hendratama. Akan tetapi, seperti sudah diduganya terlebih dulu, gedung yang mewah seperti istana itu telah dikosongkan. Pangeran Hendratama dengan semua selir dan pembantunya telah pergi. Narotama menduga bahwa tentu pangeran itu juga pergi ke hutan selatan di mana pasukan-pasukan para senopati Kahuripan yang
mendukungnya sudah berkumpul.

Dugaan Narotama memang benar. Begitu mendengar akan kegagalan usaha pembunuhan terhadap Ki Patih Narotama, Nurseta dan Senopati Sindukerta sehingga mengakibatkan Puteri Lasmini dan Puteri Mandari melarikan diri karena rahasia mereka terbongkar, Pangeran Hendratama juga merasa lebih aman untuk segera melarikan diri dari gedungnya di kota raja. Diapun membawa semua keluarga, pelayan dan harta bendanya yang ringkas melarikan diri kedalam hutan selatan dimana pasukan para senopati yang mendukungnya sudah berkumpul dengan mereka.

Senopati Sindukerta juga sudah dibebaskan atas perintah Sang Prabu Erlangga yang minta agar senopati tua itu membantu Ki Patih Narotama memimpin pasukan menghadapi pemberontakan. Demikianlah, kedua pihak, pemberontak dan kerajaan Kahuripan, telah membuat persiapan. Hanya perbedaannya yang menguntungkan Kerajaan Kahuripan adalah bahwa kalau pihak kerajaan sudah megetahui akan rencana pemberontakan yang menggabungkan pasukan di hutan selatan itu, sebaliknya pihak pemberontak sama sekali tidak tahu pihak kerajaan sudah mengetahui akan rencana mereka dan pihak pemberontak mengira bahwa Kerajaan Kahuripan tidak mengadakan persiapan apa-apa sehingga dapat diserbu dengan mendadak dan dapat dikalahkan!

-0000000000000000dewi000000000000000-

Lanjut ke Jilid 052 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment