Ads

Tuesday, October 16, 2012

Nurseta Satria Karangtirta Jilid 018

◄◄◄◄ Kembali

Dengan hati panas karena amarah, Puspa Dewi berlari secepat terbang menuju ke Kadipaten Wengker. Ia bukan seorang gadis yang bodoh, bukan gadis yang nekat dan hanya mengandalkan kepandaiannya sendiri. Ia tahu benar betapa besar bahayanya mendatangi Kadipaten Wengker di mana terdapat banyak sekali orang yang sakti mandraguna. Baru Linggajaya yang kini menjadi Adipati Linggawijaya seorang saja sudah merupakan lawan yang amat tangguh baginya, ia sudah mendengar pula bahwa Dewi Mayangsari, isteri mendiang Adipati, Adhamapanuda yang kini menjadi permaisuri Linggawijaya, juga memiliki kesaktian yang tinggi. Belum lagi di sana terdapat Resi Bajrasakti guru Linggawijaya. Baru tiga orang ini saja kalau maju bersama mengeroyoknya, kecil sekali harapannya untuk dapat menang. Apalagi Kadipaten Wengker memiliki pasukan perajurit yang banyak jumlahnya.

Pendeknya, memasuki Kadipaten Wengker amat berbahaya bagi keselamatannya. Ia bukan Puspa Dewi setahun yang lalu sebelum digembleng oleh Maha Resi Satyadharma. Kini ia adalah seorang gadis yang waspada dan tidak menuruti nafsu hati saja. Ia memang harus menolong ibunya, kalau perlu berkorban nyawa. Akan tetapi kalau ia nekat begitu saja menyerbu kadipaten, sebelum bertemu ibunya ia akan dikeroyok dan kalau ia tewas, berarti ibunya tidak akan tertolong!

Kalau terjadi demikian, pengorbanannya tidak ada artinya sama sekali. Ia tidak mau mengambil resiko itu. Ia harus dapat menjaga diri agar ia dapat menolong ibunya. Maka, Puspa Dewi melakukan penyelidikan di luar kota raja Kadipaten Wengker. Di malam hari, dalam gelap, ia menangkap seorang perajurit Wengker, menyeretnya di belakang semak-semak yang gelap lalu memaksanya mengaku di mana adanya Nyi Lasmi.

Karena ketakutan, perajurit itu mengaku bahwa Nyi Lasmi ditahan di rumah Tumengung Suramenggala. Akan tetapi penjagaannya rapat sekali karena Tumenggung Suramenggala takut kalau kalau puteri Nyi Lasmi yang bernama Puspa Dewi akan datang menolong ibunya. Bahkan di situ telah dipasang jebakan-jebakan untuk menjebak Puspa Dewi, demikian perajurit itu membuat pengakuan, sama sekali tidak mengira bahwa yang menangkapnya itu adalah Puspa Dewi sendiri!

Tentu saja Puspa Dewi berlaku hati-hati. Hatinya masih tenang mendengar ibunya dalam keadaan selamat dan ditahan di rumah Tumenggung Suramenggala yang menurut keterangan perajurit itu akan menjadi selir Suramenggala lagi. Setelah mengorek keterangan dari perajurit jaga itu. Puspa Dewi melepaskannya dan tidak mengganggunya karena dia hanya seorang perajurit jaga yang tidak tahu menahu tentang penculikan atas diri Ibunya. Setiap malam ia menangkap seorang perajurit jaga. Pada malam ke tiga, ketika ada penjaga sedang meronda, Puspa Dewi berkelebat dekat dan sekali tampar perajurit jaga itu terpelanting pingsan. Puspa Dewi menyeretnya ke tempat gelap dan setelah orang itu siuman ia menghardik dengan suara yang dibuat besar seperti suara laki-laki.

"Kalau engkau ingin hidup, hayo katakan dengan sebenarnya di mana adanya Nyi Lasmi yang ditawan oleh Tumenggung Suramenggala!"

Perajurit penjaga yang merasa tubuhnya menjadi setengah lumpuh dan kini lehernya merasa ditempeli pedang yang tajam, tentu saja menjadi ketakutan.

"Ampunkan saya..." katanya dengan tubuh menggigil dan suara gemetar. "Nyi Lasmi... tadi siang dibawa pergi... tidak berada di sini lagi..."

"Apa? Jangan bohong kau!" Kini Puspa Dewi tidak meniru suara pria karena terkejut, Suaranya terdengar seperti biasa, suara wanita. Pedangnya menempel semakin ketat dan orang itu menjadi semakin ketakutan.

"Ampun... saya tidak berbohong. Saya melihat sendiri... Nyi Lasmi dibawa pergi, dikawal Senopati Wirobento dan Wirobandrek yang memimpin selosin perajurit..."

"Hayo katakan ke mana ia dibawa!"

"Saya... saya hanya mendengar bahwa ia akan diserahkan kepada... Kadipaten Wura-wuri..."

"Ke Wura-wuri...??" Puspa Dewi menggunakan tangan kiri untuk mencengkeram lengan orang itu sehingga dia berteriak kesakitan. "Katakan yang benar, Jangan bohong! Mengapa ia dibawa ke Wura-wuri!"

"Saya... saya tidak tahu... saya hanya mengetahui dari teman-teman. Ketika siang tadi saya melihat Nyi Lasmi dikawal empat belas orang itu keluar dari kadipaten, saya bertanya dan teman-teman yang bilang bahwa ia akan diserahkan kepada Kadipaten Wura-wuri..."

Puspa Dewi menampar dengan tangan kirinya ke arah leher orang itu yang seketika pingsan. Ia segera meninggalkan tempat itu dan langsung saja ia meninggalkan daerah Wengker dan menuju ke arah Kadipaten Wura-wuri. Ia kini dapat menduga mengapa ibunya akan diserahkan kepada Kadipaten Wura-wuri. Ia dapat membayangkan apa yang akan dilakukan gurunya yang juga ibu angkatnya, Nyi Dewi Durgakumala yang kini menjadi permaisuri Wura-wuri.

GURUNYA itu tentu akan mempergunakan ibu kandungnya sebagai sandera untuk memaksa ia datang menghadap! Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Nyi Dewi Durgakumala terhadap dirinya kalau ia terpaksa datang menghadap. Gurunya yang telah menganggap ia sebagai anak sendiri itu amat menyayangnya. Hal ini ia ketahui benar. Akan tetapi ia telah mengkhianati Wura-wuri dan tentu saja hal ini membuat gurunya itu marah sekali dan ia tidak akan merasa heran kalau gurunya itu membencinya karena pengkhianatannya ini. la tidak dapat membayangkan mana yang lebih kuat antara rasa sayang dan rasa benci yang terkandung dalam hati Nyi Dewi Durgakumala terhadap dirinya.

Seperti juga kalau ia memasuki Wengker, memasuki Wurawuri juga berarti memasuki sarang harimau. Seorang diri saja, tidak mungkin ia dapat melindungi dirinya sendiri, terutama diri ibunya kalau ia berada di kota raja Wura-wuri dan dianggap sebagai musuh dan dimusuhi. Akan tetapi, bagaimana pun juga masih ada harapan, yaitu rasa kasih dalam hati gurunya terhadap dirinya. Mungkin gurunya akan mengajukan dua pilihan, yaitu mengabdi kepada Wura-wuri dengan setia, atau ia dan ibunya akan dibunuh!

Apa pun yang akan terjadi, akan dihadapinya karena berbeda dengan di Wengker, di Wura-wuri ia masih mempunyai harapan besar mengingat akan kasih sayang Nyi Dewi Durgakumala terhadap dirinya. Dengan cepat Puspa Dewi lalu melanjutkan perjalanannya tanpa ragu lagi menuju ke Wura-wuri. Apa pun yang akan terjadi, akan dihadapinya. Yang penting, ibu kandungnya harus dapat diselamatkan!

**** ****
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment