Ads

Wednesday, November 14, 2012

Nurseta Satria Karangtirta Jilid 043

◄◄◄◄ Kembali


Telah lama kita berpisah dari Nurseta dan sekarang kita ikuti perjalanan pemuda perkasa yang pergi mencari Niken Harni dan Puspa Dewi itu. Pada suatu pagi, Nurseta berjalan memasuki kota
Kadipaten Wengker yang sunyi. Pada waktu itu, kota kadipaten itu memang sepi karena ditinggalkan para pimpinan Kadipaten Wengker berikut para perwira pembantu mereka dan memimpin pasukan sebanyak selaksa orang perajurit lebih, bergabung dengan para kadipaten lain melakukan penyerbuan terhadap Kerajaan Kahuripan!

Para perajurit pasukan yang ditinggalkan untuk menjaga kadipaten tidak ada yang mengenal Nurseta, maka pemuda itu dapat memasuki kadipaten dengan aman tanpa ada yang mengganggu, karena Nurseta memakai pakaian sederhana, dan biasa seperti para pemuda lainnya. Karena semua senopati dan perwira dikerahkan untuk ikut dalam pasukan yang menyerang ke Kahuripan, maka yang bertugas menjaga kota kadipaten adalah Tumenggung Suramenggala. Ki Suramenggala ini diangkat menjadi tumenggung bukan karena kepandaiannya, bukan karena kedigdayaannya yang tidak seberapa, melainkan karena dia adalah ayah kandung Adipati Linggawijaya. Maka dia tidak diikutkan dalam perang.

Dasar watak Ki Suramenggala ini memang buruk. Dia sudah sejak mudanya selalu mengagulkan diri sendiri, penuh dikusaai daya rendah nafsu-nafsunya sehingga dirinya sepenuhnya menjadi budak nafsu yang selalu haus akan kesenangan dan mengejar-ngejar kesenangan, tidak pantang bersikap sewenang-wenang. Maka, kini mendapat kesempatan menjadi penguasa sementara di Wengker, tidak ada orang lain yang lebih tinggi kedudukannya daripada dia, maka dia merasa seolah menjadi raja besar di Kerajaan Wengker. Sama sekali dia tidak ikut prihatin, tidak mendoakan agar penyerangan Wengker ke Kahuripan berhasil. Bahkan setiap hari dia berpesta pora dengan dua orang gadis dayang yang diambilnya dari istana Adipati Linggawijaya dan dijadikan selirnya, penambah kumpulan selirnya yang sudah banyak itu, tanpa menanti kembalinya Adipati Linggawijaya untuk minta persetujuannya.

Pada siang hari itu, selagi dia berpesta pora sambil menonton tarian menggairahkan para penari, minum arak sampai mabok dilayani dua orang selirnya yang baru, tiba-tiba terdengar suara gaduh di depan gedungnya yang mewah menyaingi kemewahan istana kadipaten sendiri. Tumenggung Suramenggala mengerutkan alisnya dan kemarahannya bangkit karena dia merasa terganggu dalam kesenangannya. Menuruti wataknya yang keras dan siap memberi hukuman berat kepada pengganggunya, dia lalu bangkit berdiri meninggalkan dua orang selir barunya itu dan melangkah lebar berjalan keluar. Seorang perajurit pengawal hampir menabraknya.

"Heh, mengapa kamu menabrak-nabrak! Matamu buta, ya?" bentak Tumenggung Suramenggala.

"Ampunkan hamba, Gusti Tumenggung. Di luar ada seorang laki-laki hendak memasuki gedung. Hamba dan kawan kawan sudah melarangnya, akan tetapi dia hendak nekat sehingga terjadi keributan.” Perajurit itu melapor.

"Jahanam! Minta mampus dia!" Tumenggung Suramenggala setengah berlari keluar agar dapat cepat menghukum pengacau itu. Setibanya di pendapa, dia melihat belasan orang perajurit pengawalnya sudah rebah malang melintang dan mengaduh-aduh, ada yang bengkak pipinya, ada yang salah urat, ada yang mulas perutnya, ada pula yang pening kepalanya. Mereka semua baru saja menerima hajaran, tamparan atau tendangan.

Tumenggung Suramenggala terkejut dan matanya terbelalak mencari-cari karena dia tidak melihat orang yang membikin kacau di gedungnya.

"Ki Suramenggala, Andika mencariku?" Tiba-tiba ada suara di belakangnya.

Ki Suramenggala cepat membalikkan tubuhnya dan matanya terbelalak kaget ketika dia melihat dan mengenal pemuda yang berdiri tersenyum memandangnya.

"Nurseta...! Engkau..., mau apa kau membikin kacau disini?" Tumenggung Suramenggala sudah menoleh hendak berteriak memanggil bala bantuan, akan tetapi Nurseta cepat berseru.

"Tidak perlu, Ki Suramenggala. Sebelum pasukanmu tiba disini, Andika tentu akan kurobohkan lebih dulu. Aku datang bukan untuk membuat ribut! Aku hanya menuntut agar Andika menjawab sejujurnya. Di mana Niken Harni dan Puspa Dewi yang beberapa waktu yang lalu berkunjung ke sini? Jawab sejujurnya dan aku tidak akan menggunakan kekerasan!"

Agak lega hati Ki Suramenggala yang tadinya sudah amat ketakutan itu.
"Ah, itukah yang engkau tanyakan, Nurseta? Belum lama ini, Puspa Dewi juga datang ke sini menanyakan tentang adiknya yang bernama Niken Harni itu dan aku sudah mernberitahu kepadanya di mana adanya Niken Harni."

"Hemm, katakan kepadaku, Ki Suramenggala, di mana adanya Niken Harni?"

"Seperti sudah kuberitahukan Puspa Dewi, ketika itu Niken Harni memang menjadi tamu di sini. Akan tetapi pada suatu malam datang Nini Bumigarbo dan nenek sakti itu membawa pergi Niken Harni. Tidak ada seorang pun yang berani menentangnya!"

"Hemm, benarkah keteranganmu itu?"

"Aku bersumpah!"

"Siapa percaya kepada sumpahmu, Ki Suramenggala? Kalau engkau memberi keterangan seperti itu kepada Puspa Dewi, lalu ke mana perginya Puspa Dewi sekarang?"

"Aku tidak tahu, Nurseta. Ia tidak mengatakannya. Setelah mendapat keterangan itu, ia lalu pergi lagi. Aku bersumpah memang begitulah keadaannya, aku tidak berbohong!"

"Sekarang katakan, kemana Niken Harni dibawa pergi oleh Nini Bumigarbo? Aku mendengar bahwa permaisuri Wengker, Dewi Mayangsari, adalah murid Nini Bumigarbo. Nah, tentu kalian tahu di mana tempat tinggal Nini Bumigarbo. Katakan dimana tempat tinggalnya!" Suara Nurseta mengandung ancaman dan Ki Suramenggala yang sudah maklum akan kedigdayaan pemuda itu bergidik.

"Ah, Nurseta. Siapa yang dapat melacak di mana adanya wanita sakti mandraguna seperti Nini Bumigarbo? Hanya aku pernah mendengar Dewi Mayangsari berkata bahwa gurunya itu mempunyai pesanggrahan di puncak Gunung Kelud."

"Biarlah kali ini aku percaya kepadamu, Ki Suramenggala. Akan tetapi kalau ternyata kau bohong, aku akan kembali dan minta pertanggungan jawabmu! Selamat tinggal!" Setelah berkata demikian, Nurseta keluar dari situ, dan dia pun melakukan perjalanan cepat menuju ke Gunung Kelud.

Keadaan Wengker yang sunyi tadinya membuat dia merasa heran. Akan tetapi dari seorang perajurit yang dia paksa mengaku dia mendengar bahwa para pimpinan Wengker membawa pasukan besar menyerang Kahuripan. Dia merasa kecewa bahwa dia terlambat untuk ikut mempertahankan Kahuripan dari penyerangan itu, akan tetapi dia merasa bahwa mencari dan menolong Niken Harni dan mungkin juga Puspa Dewi pada saat itu lebih penting. Mendengar bahwa Niken Harni dibawa pergi Nini Bumigarbo, dia merasa khawatir sekali. Nenek itu seorang yang luar biasa sekali, sakti mandraguna dan berwatak aneh. Membayangkan Niken Harni berada dalam kekuasaan nenek yang aneh itu, sungguh membuat hatinya khawatir. Apalagi besar kemungkinan Puspa Dewi juga menyusul ke sana. Biarpun dia tahu bahwa Puspa Dewi sakti dan tangguh, namun menghadapi Nini Bumigarbo sulitlah bagi gadis itu untuk mampu menandinginya. Inilah sebabnya maka Nurseta tetap melakukan pencarian ke Gunung Kelud, walaupun hatinya juga merasa tidak enak dan kecewa bahwa pada saat Kahuripan terancam bahaya penyerangan Wengker, dia tidak dapat membantu dan membela.

**** ****
Lanjut ke Jilid 044 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment