Ads

Tuesday, December 25, 2012

Badai Laut Selatan Jilid 035

◄◄◄◄ Kembali

"Ampunkan aku, Sari kau ampunkan aku yang bermata namun tak dapat melihat betapa engkau sesungguhnya seorang wanita sesuci-sucinya, seorang puteri yang patut menjadi tauladan. Aku bodoh bebal dan pengecut. Kauampunkan aku, nimas...,..." Pujo lalu berlutut dan hendak meraih dan mencium jari kaki Kartikosari.

Naik sedu-sedan dari dada wanita itu dan cepat ia merangkul leher suaminya, melarang suaminya melakukan perbuatan itu.
"Jangan, kakangmas! Tak baik seorang suami merendahkan diri macam ini! Aku tetap isterimu, aku selamanya tetap mencinta dan setia kepadamu, kakangmas."

Mereka berdekapan, merasa seakan-akan diterbangkan angin, terapung-apung di angkasa raya, penuh bahagia, menemukan kembali kehilangan yang sepuluh tahun membuat mereka merana.

"Di mana dia, nimas. Di mana Endang Patibroto anakku?"

Kartikosari tersentak kaget, lalu melepaskan diri dari pelukan.
"Inilah sebabnya mengapa aku datang ke sini kakangrnas. Ketika beberapa hari yang lalu aku bertemu Joko Wandiro dan mendengar tentang kau, aku lari ke sini, meninggalkan Joko Wandiro dan Endaa Patibroto yang kusuruh kembali kepantai. Akan tetapi ketika aku kembali ke sana, mereka tidak ada. Mereka lenyap dan kulihat ada lima orang penjahat sudah menggeletak menjadi mayat. Aku gelisah sekali, kakangrnas......entah di mana adanya mereka berdua...."

Pujo termenung dan juga cemas, Kiranya Joko Wandiro yang disuruhnya mencari kuda itu bertemu dengan Kartikosari. Pantas sampai kini belum pulang. Dan sekarang anak itu, bersama-sama anak kandungnya sendiri, mereka telah lenyap tak meninggalkan bekas! Ia bertemu isterinya akan tetapi berbareng kehilangan muridnya yang terkasih dan anak kandungnya yang belum pernah ia lihat!

Pada saat itu, Resi Telomoyo keluar dari pondok bersama Roro Luhito. Wanita itu tidak menangis lagi dan wajahnya amat pucat, rambutnya kusut, matanya sayu. Ia melangkah mendekati Pujo dan Kartikosari yang sudah bangkit berdiri, lalu berkata kepada Pujo,
"Kakangmas Pujo, harap kau ampunkan kesalahanku yang telah menuduhmu. Aku mengerti sekarang. Jokowanengpati yang telah melakukan hal itu kemudian menjatuhkan fitnah kepadamu. Agar tiada awan gelap lagi mengeruhkan pikiran kita, bolehkah aku mengetahui, apa yang telah dilakukan oleh kakangmas Wisangjiwo maka engkau begitu membencinya?"

Pujo memandang isterinya yang juga menatapnya, kemudian Kartikosari yang menjawab,
"Diajeng Roro Luhito, memang ada permusuhan antara kakakmu dengan kami suami isteri. Malah beberapa hari yang lalu kami telah berhasil menangkapnya. Akan tetapi ternyata kami telah salah duga. Sungguhpun kakakmu itu pernah memusuhi kami, akan tetapi bukan dialah orang yang sebenarnya kami cari. Kami juga telah salah duga, seperti engkau salah menduga suamiku tadi. Tidak ada urusan apa-apa lagi antara keluargamu dengan kami, diajeng. Bahkan keponakanmu, Joko Wandiro, juga dididik baik-baik oleh suamiku, malah menjadi muridnya. Sekarang dia bersama anak kami yang kusuruh menanti di Karang Racuk, telah lenyap entah ke mana. Kami sedang bingung memikirkannya dan hendak berusaha mencari mereka."

"Kalau begitu, kakakkupun terkena fitnah! Bagaimana kalian baru bisa tahu bahwa bukan kakangmas Wisangjiwo yang kalian cari? Ataukah inipun rahasia?" Roro Luhito bertanya.

"Yang kami cari adalah seorang laki-laki yang bunting kelingking tangan kirinya, sedangkan Wisangjiwo masih lengkap jari tangannya."

"Buntung kelingking kirinya???" Roro Luhito bertanya setengah menjerit. "Hyang Maha Agung yang menguasai jagad! Si keparat Jokowanengpati buntung kelingking kirinya!"

Tiba-tiba Pujo meloncat dan menampar kepalanya sendiri.
"Ahhhhh....... ! Alangkah tolol aku! Benar....... kelingking tangan kirinya buntung!"

Suami isteri itu saling pandang, mata mereka bersinar-sinar penuh kemarahan dan hampir berbareng mereka berseru,

"Jokowanengpati iblis keparat!"

"Tahu aku sekarang!" Roro Luhito ikut bicara. "Kalau kalian mencari orangnya yang melakukan fitnah terhadap kakangmas Wisangjiwo kepada kalian, tentulah si Jokowanengpati. Pantas saja dia bertindak seperti ular kepala dua di kadipaten! Dia membantu ayah menangkapmu kakangmas Pujo, kemudian dia membantumu membebaskan diri dan menculik isteri dan putera kakakku, kemudian dia membohongi ayah dan menyatakan bahwa kau kabur menculik serta melakukan perbuatan keji di kadipaten atas bantuan gurumu, Resi Bhargowo!"

"Tobat-tobat ....... ! Ada manusia sejahat itu? Dia hendak mengadu domba antara Resi Bhargowo semuridnya dengan Kadipaten Selopenangkep! Dan aku pernah bertemu dengan manusia iblis itu. Sayang yang kucari adalah Pujo dan Resi Bhargowo, kalau aku tahu dia orangnya yang bersalah, tentu sudah kubekuk dia!" Secara singkat Resi Telomoyo menceritakan pertemuan dan pertandingannya melawan Jokowanengpati dan Cekel Aksomolo beserta pasukannya.

Pujo mengangguk-angguk,
"Tahulah aku sekarang! Pantas gusti patih sendiri menuduh aku dan ayah mertuaku sebagai pemberontak-pemberontak! Kiranya itulah siasat si jahanam Jokowanengpati. Nimas Sari, jelas sekarang siapa musuh kita. Hemm, agaknya dahulu itu dia berada di sebelah dalam guha, dan dia menggunakan kesempatan munculnya Wisangjiwo untuk melakukan perbuatan biadab mempergunakan nama Wisangjiwo!"

Wajah Kartikosari menjadi merah saking malu dan marah, namun matanya memancarkan cahaya berapi-api.
"Agaknya begitulah. Pantas kau roboh olehnya ketika itu, karena kau sudah terluka. Wisangjiwo yang sudah terluka pula agaknya tak mungkin dapat merobohkanmu. bodoh kita, kita berangkat dan mencarinya!".

“Akan tetapi bagaimana dengan anak kita dan muridmu? Kita harus mencarinya."

"Kakangmas Pujo dan kakang mbok, kalau diperkenankan biarlah aku menemani kalian. Musuh kita ternyata sama orangnya!" kata Roro Luhito.

"Betul, harap kalian berbaik hati menerima muridku sebagai teman. Aku sendiri akan pulang ke Telomoyo, akan tetapi kelak akupun akan menyusul kalian ke Selopenangkep. Nah, muridku Roro Luhito, baik-baiklah engkau menjaga diri. Dua orang ini boleh kaupercaya sepenuhnya, mereka orang-orang baik. Kalau sudah tiba saatnya, aku akan menyusulmu, nak." Roro Luhito segera berlutut menyembah, memberi hormat dan menghaturkan selamat jalan.

Demikian pula suami isteri itu yang tahu bahwa kakek itu adalah seorang pertapa yang sakti dan berbudi walaupun wataknya aneh seperti monyet, segera memberi hormat. Tanpa ragu-ragu lagi mereka menerima Roro Luhito sebagai teman, karena sedikit banyak terutama Pujo, merasa bersalah terhadap keluarga Wisangjiwo, bersalah telah menculik Joko Wandiro. Jelas bahwa musuh besar mereka sama orangnya bukan lain adalah Jokowanengpati, Siapa lagi kalau bukan dia? Selain bukti kelingking kiri yang buntung, juga semua sepak terjangnya di Selopenangkep membayangkan pengkhianatan dan penipuan untuk mengadu domba, dan ini saja sudah cukup menjadi bukti.

Betapapun juga, ia tidak mau berlaku gegabah, dan potongan kelingking kering masih ia simpan. Ia akan mengukurnya dahulu dengan kelingking kiri Jokowanengpati sebelum menjatuhkan pembalasan. Kalau sekali ini ia keliru lagi, akibatnya tentu hebat, karena Jokowanengpati adalah rnurid uwa gurunya, Empu Bharodo yang sakti mandraguna. Setelah Resi Telomoyo pergi meninggalkan tempat itu, Kartikosari bertanya kepada Roro Luhito,
"Diajeng, kalau menurut pikiranmu, ke manakah kita akan dapat mencari musuh kita?"

Roro Luhito menundukkan mukanya.
"Terserahlah kepada kalian, aku hanya menurut dan .ikut. Kepandaianku tidak seberapa, dan aku tahu betapa saktinya musuh kita."

"Kita harus pergi dulu mencari anak kami dan keponakanmu Joko Wandiro. Aku khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu dengan mereka, karena aku melihat lima orang mayat penjahat di sana."

"Begitupun baik, aku hanya menurut saja." kata Roro Luhito dan sekilat matanya mengerling ke arah Pujo lalu menunduk kembali.

Pujo melihat ini dan teringat akan sikap gadis itu ketika mula-mula bertemu dengannya, mukanya menjadi merah sekali. Ketika gadis itu menyangka dia orang yang menggagahinya, gadis ini malah mencarinya dan hendak bersuwita (menghamba) kepadanya. Kini setelah tahu bahwa bukan dia orangnya, melainkan Jokowanengpati, mengapa sikapnya berubah dan hendak membalas dendam kepada Jokowanengpati penuh kebencian? Hanya satu saja jawaban yang mungkin benar, yaitu bahwa Roro Luhito ini mencintanya!!

Berdebar jantung Pujo sehingga mukanya menjadi merah. Timbul rasa haru dan iba yang besar di hatinya. Namun, betapa mungkin. ia mengimbangi perasaan gadis itu? Ia telah menemukan kembali isterinya, satu-satunya wanita di jagad raya ini yang dicintainya sepenuh jiwa raganya! Untuk menghilangkan kecanggungan hatinya ia segera berkata,
"Perjalanan kita jauh dan sukar, sebaiknya kita ke dusun mencari tiga ekor kuda. Menunggang kuda akan lebih cepat dan tidak melelahkan."

Dua orang wanita itu setuju dan berangkatlah mereka ke dusun mencari kuda. Setelah mendapatkan kuda dari penghuni dusun yang mengenal baik Pujo, berangkatlah mereka mulai dengan perjalanan yang mempunyai dua tujuan, pertama mencari Endang Patibroto dan Joko Wandiro, kedua mencari musuh besar mereka, Jokowanengpati. Di sepanjang perjalanan, terutama di waktu malam ketika mereka mengaso, Roro Luhito selalu bersunyi diri dan sengaja menjauh, tidak ingin mengganggu suami isteri itu sungguhpun hal ini membuat hatinya makin merana.

Namun Kartikosari secara bijaksana tidak mau memperlihatkan diri bermesra-mesraan dengan suaminya, betapun besar rindu dendam mereka satu sama lain. Bahkan dengan bisikan, Kartikosari menyatakan bahwa ia tetap dengan pendiriannya, yaitu tidak hendak "kembali" kepada suaminya memenuhi kewajiban sebagai isteri yang melayani suami kalau musuh besar mereka belum terbalas dan tewas di depan kakinya.

Pujo sebagai seorang ksatria utama juga memaklumi perasaan isterinya ini sebagai wanita utama yang dapat menjaga harga diri, dan iapun merasa lega kalau hal ini malah memurnikan cinta kasih mereka, cinta kasih yang bukan hanya berdasarkan nafsu berahi semata, melainkan lebih mendalam. Dan selain ini, juga pembatasan mereka dalam hubungan ini menolong Roro Luhito dari keadaan tidak enak!

**** 035 ****
Lanjut ke Jilid 036 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment