Ads

Sunday, January 13, 2013

Badai Laut Selatan Jilid 086

◄◄◄◄ Kembali

Pulau Nusabarung terletak di sebelah timur, di Laut Selatan. Endang Patibroto sengaja mengambil jalan ke selatan karena ia teringat akan Pulau Sempu dan ada keinginan di hatinya untuk singgah di pulau itu. Ia ingin melihat pulau bekas tempat tinggal eyangnya, Resi Bhargowo di mana ia bersama Joko Wandiro digembleng selama hampir dua tahun. Juga diam-diam ia mengharapkan akan dapat menemukan patung kencana yang disimpan di pulau itu oleh Joko Wandiro!

Dari pantai selatan di mana tampak Pulau Sempu yang tak berapa jauh dari pantai, ia akan memimpin pasukan ke timur sampai di Nusabarung. Karena pasukan yang banyak itu tak dapat melakukan perjalanan cepat, maka Endang Patibroto menyerahkan pimpinan pasukan kepada perwira-perwira pembantunya. Ia memberi perintah agar pasukan terus ke selatan sampai di pantai laut, di mana ia akan menanti pasukan di pantai, tepat berhadapan dengan Pulau Sempu. Kemudian ia membalapkan kudanya mendahului ke selatan. Maksud hatinya, ia hendak singgah sebentar di Sempu dan pada waktu pasukan tiba di pantai, tentu ia sudah kembali dari pulau itu. Ia akan menyeberang ke Sempu seperti yang dilakukan oleh gurunya dahulu, yaitu dengan bantuan mancung kelapa!

Ketika ia tiba di pegunungan selatan, sudah tak jauh lagi dari pantai selatan dan melalui sebuah hutan kecil, dari jauh ia meiihat seorang wanita berjalan seorang diri. Ia menjadi heran karena di pegunungan seperti itu mengapa seorang gadis berkeliaran seorang diri? Dan dari jauhpun sudah tampak bahwa gadis itu bukan seorang gadis dusun atau gunung. Pakaiannya indah, dan dari jauh sudah dapat terlihat bahwa gadis itu seorang yang cantik. Ia menjadi tertarik dan mengeprak kudanya menghampiri. Setelah dekat, gadis itu membalikkan tubuh menghadap kepadanya dan dua-duanya tercengang ketika saling mengenal. Gadis itu bukan lain adalah Ayu Candra!

Endang Patibroto mengenal gadis cantik jelita ini. Inilah gadis yang dahulu ia serang dengan panah tangan di Telaga Sarangan. Inilah gadis yang runtang-runtung dengan Joko Wandiro. Inilah gadis kekasih Joko Wandiro. Ia terbayang ketika Joko Wandiro memeluknya di hutan itu, membelai dan menciumi rambutnya dari belakang. Dia disangka kekasihnya. Tentu disangka gadis inilah! Endang Patibroto sebetulnya tidak mengenal Ayu Candra, tidak pula ada hubungan sesuatu antara dia dan Ayu Candra. Akan tetapi, entah bagaimana, kenyataan bahwa gadis itu kekasih Joko Wandiro, menimbulkan benci di dalam hatinya. Ia tersenyum mengejek dan memandang dengan sinar mata tajam.

Di lain fihak, Ayu Candra menahan kebencian hatinya yang meluap-luap ketika ia melihat bahwa yang datang berkuda adalah Endang Patibroto. Inilah wanita yang telah membunuh ibunya! Ketika Joko Wandiro muncul dan bertanding dengan Ki Jatoko, Ayu Candra telah menyembunyikan diri. Kemudian ia lari dan di dalam hutan secara kebetulan sekali ia menyaksikan pertempuran antara Joko Wandiro dan Endang Patibroto, melihat betapa Joko Wandiro kakak kandungnya itu memeluk Endang Patibroto yang disangka dirinya. Kemudian mendengar percakapan mereka. Betapa hancur hatinya ketika Joko Wandiro secara terang-terangan menyatakan kepada Endang Patibroto bahwa biarpun pemuda yang menjadi kakaknya itu tahu bahwa puteri perkasa ini yang membunuh ibu kandung mereka, kakaknya itu tidak akan membalas dendam ! Jadi gadis inilah yang membunuh ayah bundanya. Gadis ini yang pernah melukainya pula dengan panah tangan!

Karena hatinya kecewa meiihat kakak kandungnya, ia tidak kuat mendengarkan percakapan mereka lebih lanjut sehingga tidak sempat menyaksikan pertandingan antara Joko Wandiro dan Endang Patibroto, tidak tahu pula bahwa Joko Wandiro hampir tewas dalam pertandingan itu oleh kecurangan Ki Jatoko. Ia sudah mendengar cukup jelas. Ia tahu bahwa ia tidak akan dapat melawan Endang Patibroto, maka ia mengambil keputusan untuk mencari ke Pulau Sempu, untuk membalas dan membunuh ibu gadis itu yang menurut percakapan itu telah pindah dan bersembunyi ke Sempu.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia melihat munculnya Endang Patibroto yang ia sangka tentu mengejar dan kini menyusulnya. Biarpun ia tahu bahwa ia tidak menang menghadapi Endang Patibroto, namun Ayu Candra sudah bulat tekatnya untuk membalas dendam atas kematian ayah bundanya. la telah melakukan perjalanan yang penuh kesukaran dan amat lambat. Ia tidak berani melakukan perjalanan di siang hari, takut kalau-kalau tersusul oleh Ki Jatoko atau Endang Patibroto atau Joko Wandiro yang mengejarnya. Di waktu siang ia bersembunyi, di waktu malam saja ia melanjutkan perjalanan ke Sempu. Setelah dekat dengan pantai selatan, barulah beberapa hari ini ia melakukan perjalanan di siang hari. Siapa kira, di sini ia tersusul musuh.

"Perempuan keji!" Tiba-tiba Ayu Candra mendamprat, ia tidak tahan melihat senyum mengejek dan menghina itu. "Turunlah dari kudamu dan mari kita bertanding mengadu nyawa. Aku untuk membalas kematian ayah bundaku di tanganmu, dan engkau untuk memperbesar dosa-dosamu sebagai seorang iblis betina!"

Endang Patibroto hanya mengenal Ayu. Candra sebagai kekasih Joko Wandiro, ia malah tidak tahu siapa nama gadis ini dan dari mana. Maka tentu saja ia menjadi terheran-heran mendengar ucapan itu. Dengan gerakan ringan ia melompat turun dari atas kudanya, lalu membiarkan kudanya makan rumput. Ia sendiri menghampiri Ayu Candra yang sudah menghunus keris, lalu bertanya, lebih heran dan ingin tahu daripada marah,

"Eh, eh, kau ini bocah lancang mulut! Dahulu engkau kupanah karena lancang mulut, sekarang mungkin akan kubunuh karena lancang mulut pula. Siapakah engkau ini dan mengapa kau bilang hendak membalas kematian ayah bundamu di tanganku? Siapa mereka?"

"Perempuan iblis! Dengarlah baik- baik. Namaku Ayu Candra dan ayahku adalah Ki Adibroto, ibuku Listyokumolo. Karena mereka itu sudah kaubunuh, sekarang aku minta ganti jiwamu atau kau bunuh sekalian aku! " Setelah berkata demikian, Ayu Candra sudah menerjang maju dengan tusukan kerisnya.

Endang Patibroto hanya miringkan tubuh mengelak lalu menangkis lengan Ayu Candra. Perlahan gerakan ini namun cukup membuat Ayu Candra terhuyung ke depan. Endang Patibroto menjadi terheran-heran kemudian mendongkol sekali. Jadi gadis inikah yang disebut-sebut oleh Ki Jatoko? Gadis inikah yang oleh Ki Jatoko dikatakan adik kandung juga kekasih Joko Wancfiro? Tak salah lagi. Gadis ini mengaku sebagai puteri Listyokumolo, sedangkan Joko Wandiro juga putera listyokumolo. Mereka ini seibu lain ayah, akan tetapi saling mencinta!

"Aha, jadi engkaukah yang bernama Ayu Candra? Hendak membalas kematian ayah bundamu? Hemm, boleh sekali. Majulah!"

Ayu Candra sudah menerjang lagi, mengerahkan seluruh tenaganya menusukkan kerisnya ke arah perut Endang Patibroto. Tentu saja ilmu kepandaian Ayu Candra bukan apa-apa bagi Endang Patibroto. Tanpa mengelak, ia menggunakan tangan kirinya menangkap pergelangan tangan lawan yang memegang keris dan sekali tangan kanannya menyambar dengan dua buah jarinya mengetuk leher, Ayu Candra mengeluh perlahan dan roboh terguling, pingsan!

Ketika sadar dari pingsannya, Ayu Candra mendapatkan dirinya diseret-seret di atas tanah. Untung ia tidak lama pingsan sehingga kulit punggungnya tidak terluka parah, hanya lecet sedikit. Cepat ia mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi punggungnya yang tersangkut-sangkut tanah kasar dan rumput serta duri. Kedua tangannya ternyata terbelenggu pada pergelangannya. Kemudian ia meloncat bangun dan terpaksa melangkah ke depan.

Endang Patibroto memegangi ujung tali yang mengikat kedua tangan Ayu Candra. Ia menunggang kudanya yang dijalankan perlahan. Dari gerakan pada tali yang dipegangnya ia maklum bahwa orang yang menjadi tawanannya itu telah siuman, akan tetapi Endang Patibroto diam saja, pura-pura tidak tahu.

"Endang Patibroto perempuan keji! Kalau kau seorang wanita gagah dan bukan pengecut rendah, hayo kaulepaskan aku dan mari kita bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak bernyawa lagi!"

Akan tetapi Ending Patibroto tidak menjawab, menengokpun tidak, hanya mempercepat jalannya kuda sehingga terpaksa Ayu Candra berlari-lari kecil mengikuti kuda karena kalau tidak demikian ia tentu akan jatuh dan diseret-seret seperti tadi! Ayu Candra memaki-maki dan menantang-nantang namun sia-sia belaka. Endang Patibroto tidak menjawabnya.

"Iblis betina, kalau begitu kaubunuh saja aku! Perlu apa kautawan aku? Hayo, bunuhlah aku. Ayu Candra tidak takut mati!" teriak Ayu Candra yang sudah tak kuat menahan kemarahannya lagi sehingga suaranya mengandung isak.

Kini Endang Patibroto menoleh, tersenyum mengejek.
"Membunuhmu? Hah, mudah sekali kalau aku mau membunuhmu. Akan tetapi tidak begitu enak saja, Ayu Candra! Engkau tidak akan kubunuh, melainkan akan kujadikan mangsa orang buntung yang menjijikkan itu!"

Ayu Candra tercengang. Orang buntung? Bukankah Ki Jatoko yang dimaksudkan wanita iblis itu? Agaknya Endang Patibroto juga dapat menduga apa yang dipikirkan Ayu Candra. Ia menahan kudanya dan berkata, suaranya nyaring penuh ejekan,

"Benar dugaan pikiranmu, Ayu Candra. Orang yang kau anggap manusia baik-baik, Ki Jatoko itu, hi-hi-hik dia tergila-gila kepadamu dan ingin menjadikan engkau isterinya! Ah, aku seribu kali lebih suka melihat engkau menjadi isteri si bunting yang mukanya seperti serigala itu daripada melihat kau mati!"

Setelah berkata demikian, kembali Endang Patibroto menjalankan kudanya agak cepat. Ayu Candra terguling roboh dan terseret sampai beberapa meter, akan tetapi ia segera meloncat dengan sigapnya dan kembali ia harus berlarian untuk mencegah jangan sampai terseret-seret. Tadi ia terlongong sehingga terseret jatuh. Ia terlalu heran. Ki Jatoko menghendaki aku menjadi isterinya? Ia masih amat heran dan merasa ngeri juga. Akan tetapi berbareng timbul harapannya. Ia masih belum percaya penuh bahwa Ki Jatoko mempunyai niat seperti itu. Siapa tahu kalau orang buntung itu akan menolongnya apabila melihat dia menjadi tawanan Endang Patibroto. Namun, betapapun juga, hatinya merasa tidak enak karena ia teringat akan sikap si buntung itu yang terlalu manis kepadanya, bahkan kini terngiang di telinganya ucapan Ki Jatoko pada waktu mereka berada di bukit Anjasmoro. Ucapan yang dikeluarkan dengan suara menggetar penuh perasaan,

”...sisa hidupku ini kuperuntukkan dirimu seorang. Asal kelak engkau dapat mengasihi seorang buntung seperti aku, ahhh....... rela aku berkorban apa saja untukmu, manis."

Teringat ini semua bulu tengkuk Ayu Candra meremang. Jangan-jangan benar ancaman Endang Patibroto itu! Jangan-jangan si buntung tua bangka itu benar-benar mengandung niat keji terhadap dirinya! Mulailah Ayu Candra menyesal. Bayangan Joko Wandiro memenuhi pandang matanya dan beberapa titik air mata menimpa kedua pipinya. Mengapa ia meninggalkan Joko Wandiro? Mengapa ia tidak menggantungkan nasib dirinya dalam perlindungan kakak kandung, bekas kekasihnya itu? Mengapa ia terlalu percaya kepada Ki Jatoko? Kalau saja ia bersama Joko Wandiro, tiada seorangpun akan berani mengganggunya. Sambil berlari-lari cepat mengikuti larinya kuda, Ayu Candra menangis penuh sesal di hatinya. Ia tidak takut mati, namun ia merasa ngeri mendengar ancaman tadi, ngeri dan takut. Sebagai puteri Ki Adibroto yang menggemblengnya sejak kecil dengan watak satria dan pendekar, ia sanggup menghadapi maut dengan mata terbuka. Akan tetapi sebagai seorang wanita, ia merasa ngeri sekali menghadapi ancaman yang lebih hebat daripada maut itu. Diperisteri si buntung yang buruk rupa Ki Jatoko! Dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ia maklum bahwa ia bukan lawan Endang Patibroto maupun Ki Jatoko sehingga melawanpun akan sia-sia. Lebih baik ia bunuh diri! Akan tetapi, bahkan bunuh diripun takkan mungkin kalau ia berada di dekat dua orang yang sakti ini!

**** 086 ****
Lanjut ke Jilid 087 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment