Ads

Wednesday, February 13, 2013

Perawan Lembah Wilis Jilid 042

<<== Kembali <<==

Kini mereka mengeroyok seorang wanita yang halus gerak-geriknya, bertangan kosong. Masa mereka akan kalah? Rasa penasaran membuat gerakan mereka menjadi beringas dan liar, seperti singa-singa kelaparan. Nogowilis dan Lembuwilis menggerakkan golok, menyerbu dari kanan kiri dengan suara menggereng menyeramkan. Golok mereka sampai mengeluarkan suara berdesing dari kanan kiri. Adapun Limanwilis yang melihat kenekatan kedua orang adiknya, bersiap dengan goloknya untuk mencari kesempatan baik merobohkan lawan tangguh ini.

Endang Patibroto merasa kesal hatinya. Kalau ia menghendaki, dengan hantaman-hantaman maut tentu sejak tadi ia telah mampu merobohkan ketiga orang lawannya. Akan tetapi ia tidak menghendaki kematian mereka. Orang-orang kasar Ini harus ditundukkan karena mereka akan dapat menjadi pembantu-pembantu yang baik. Inilah sebabnya mengapa Endang Patibroto tidak segera merobohkan mereka dan sekarang melihat betapa dua orang kepala rampok dengan nekat menerjangnya dari kanan kiri, Ia mendapat kesempatan baik. Ia sengaja berlaku lambat, seolah-olah membiarkan dua batang golok dari kanan kiri itu menggunting tubuhnya. Akan tetapi pada detik terakhIr, tiba-tiba tubuhnya menyelinap secepat kilat ke belakang, sehingga tak dapat dicegah lagi dua batang golok dari kanan kiri saling bertemu di udara.

"Cringgggg .......... !!"

Keras sekali pertemuan kedua batang golok itu sehingga muncratlah bunga api dan dua batang golok itu terlepas dari pegangan tangan kedua orang kepala rampok. Kakak beradik ini memiliki tenaga yang seimbang dan karena tadi mereka mengeluarkan seluruh tenaga, maka begitu kedua batang golok bertemu, mereka merasa betapa lengan kanan mereka lumpuh dan tidak kuat memegang golok masing-masing. Pada saat mereka menjadi kaget dan menyesal mengapa golok mereka beradu dengan golok saudara sendiri, tiba-tiba Nogowilis dan Lembuwilis berteriak keras, merasa kepala mereka disambar petir yang membuat kepala terasa panas dan pening, mata berkunang dan bumi yang diinjak serasa berputaran. Mereka terhuyung, mempertahankan diri, namun tidak kuat dan akhirnya kedua orang kepala rampok yang kuat ini roboh terguling, memegangi kepala yang kena tampar Aji Pethit Nogo tadi sambil mengerang kesakitan.

Limanwilis cepat menyerbu, membacokkan goloknya ke arah kepala Endang Patibroto. Wanita sakti ini tidak bergerak dari tempatnya, berdiri tegak dan begitu golok meluncur datang, ia hanya miringkan tubuh dan dari arah samping, tangan kirinya dengan jari-jari penuh Aji Pethit Nogo menyambar ke arah golok.

"Krakkk!!" Golok di tangan Limanwilis itu tinggal sepotong, patah terkena tangkisan Aji Pethit Nogo.

Limanwilis terbelalak kaget, heran dan kagum. Ia membuang sisa goloknya, menoleh ke arah kedua orang adiknya yang sudah bangun dan duduk melongo menyaksikan kekalahan kakak mereka, kemudlan membungkuk-bungkuk memberi hormat kepada Endang Patibroto sambil berkata,

"Kepandaian andika memang hebat, kami mengaku kalah. Wanita perkasa, kalau boleh kami mengetahui, siapakah gerangan andika?"

"Namaku Endang Patibroto dan ini adikku Setyaningsih."

Mendengar disebutnya nama ini, tiga orang kepala rampok, dan juga anak buah mereka, mengeluarkan seruan kaget dan memandang dengan mata terbelalak.

"Endang Patibroto....... senopati puteri dan juga puteri mantu Jenggala yang sakti mandraguna dan telah menggegerkan jagat (dunia) itu.....”

Endang Patibroto tersenyum masam, lalu mengangguk.
"Bekas senopati dan bekas puteri mantu Jenggala, sekarang tidak lagi. Sekarang aku menjadi pemilik Gunung Wills dan kalian menjadi anak buahku. Ataukah .......... kalian tidak mau dan lebih baik minggat pergi dari sini?"

Limanwilis dan kedua orang adiknya sudah menjatuhkan diri berlutut dan menyembah Endang Patibroto. Demikian pula semua anak buah perampok sudah menjatuhkan diri berlutut. Limanwilis mewakili semua temannya berkata,

"Harap paduka suka memberi ampun kepada kami semua. Sungguh kami tidak menyangka bahwa paduka adalah Gusti Puteri Endang Patibroto yang sudah terkenal sejak dahulu. Kalau memang paduka berkenan hendak berdiam di Wilis, tentu saja kami siap untuk mentaati segala perintah paduka dan kami menyerahkan jiwa raga kami ke dalam kekuasaan paduka. Percayalah gusti, kami Gerombolan Wills bukanlah sembarangan perampok dan tahu akan arti setia."

Endang Patibroto tersenyum girang, dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagus sekali, kakang Limanwilis dan hatiku amat girang mendengar kesanggupan kalian. Ketahuilah kalian semua! Aku bersama adik kandungku ini sekarang tiada keluarga lagi dan seperti kukatakan tadi, aku senang sekali melihat keadaan Gunung Wilis, maka kami berdua mengambil keputusan untuk menetap di tempat ini. Kalau kalian suka menjadi anak buahku, baiklah. Aku akan tinggal di puncak, buatkan pondok untuk kami. Tempat ini akan kunamakan Padepokan Wilis yang wilayahnya meliputi seluruh daerah Gunung Wilis. Kalian semua adalah anak buah Padepokan Wills, bukan Gerombolan Wilis lagi yang mulai saat ini kububarkan! Kalian bukan perampok-perampok dan aku bukan kepala rampok! Kalian mulai saat ini adalah satria-satria Wilis yang tidak boleh merampok. Daerah Wilis ini amat luas dan amat subur, kita dapat hidup bertani dan berburu binatang hutan. Penduduk pegunungan ini tidak boleh diganggu karena mereka adalah rakyat kita! Kita harus mengangkat Padepokan Wilis sehingga dunia akan tahu bahwa di sini adalah tempat tinggal orang-orang gagah perkasa. Kalian semua selain menjadi anak buah Padepokan Wilis, juga akan menerima gemblengan yang akan kuturunkan melalui ketiga kakang Wilis. Mengerti?"

Semua orang bekas perampok yang jumlahnya hampir seratus orang itu bersorak gembira.. Siapa orangnya tidak akan berbesar hati kalau sekaligus derajat mereka diangkat dari "perampok" menjadi "satria"? Beramai-ramai para bekas perampok ini lalu membangun padepokan untuk Endang Patibroto dan Setyaningsih, juga membuat pondok pondok untuk mereka di lereng bawah puncak. Kemudian mereka membuka hutan, mengerjakan sawah, mencangkul dan bercocok tanam.

Mulai saat itu, lahirlah Padepokan Wilis di mana Endang Patibroto hidup dengan tenang dan tenteram bersama adik kandungnya, memimpin seratus orang laki-laki yang amat setia. Beberapa bulan kemudian, terlahir pula anak yang dikandung Endang Patibroto, seorang anak perempuan yang sehat dan mungil, yang tangisnya mengejutkan para laki-laki gagah anak buah Padepokan Wilis karena amat nyaring, yang rambutnya hitam panjang dan subur, dengan sepasang mata yang mengeluarkan sinar tajam sebagai tanda bahwa anak ini bukan-lah anak biasa.

Para anak buah Padepokan Wilis menyambut kelahiran anak ini dengan penuh kegembiraan, dengan pesta reog dan tari-tarian. Keluarga bekas perampok yang kini otomatis juga tinggal di lereng dan menjadi anggauta-anggauta Padepokan Wilis, menyelenggarakan pesta itu sehingga cukup meriah, dikunjungi pula oleh penduduk sekitar Wilis yang tidak berapa banyak jumlahnya. Maka terlahirlah Retno Wilis, demikian nama anak itu. Retno Wilis, anak Gunung Wilis, yang sejak kecil oleh ibunya telah diberi pakaian serba hijau warnanya, sesuai dengan namanya dan tempat tinggalnya karena Wilis berarti Hijau.

**** 042 ****

==>> Perawan Lembah Wilis Jilid 043 ==>>
<<== Kembali <<==

No comments:

Post a Comment