Ads

Wednesday, February 13, 2013

Perawan Lembah Wilis Jilid 046

<<== Kembali <<==

Semenjak Endang Patibroto berdiam di puncak Gunung Wilis, memimpin kurang lebih seratus orang yang tadinya terkenal sebagai Gerombolan Wilis yang kemudian mendirikan Padepokan Wilis, maka daerah Gunung Wilis ini menjadi daerah yang "angker" dan terkenal sekali sampai jauh. Mulailah daerah ini dikenal oleh para orang gagah, disegani dan Padepokan Wilis dianggap sebagai sarang orang gagah, sebuah perguruan di mana terdapat murid-murid Wilis yang berilmu tinggi! Tentu saja berita yang disampaikan orang selalu berlebihan, akan tetapi yang jelas sekali, berita-berita itu amat terkenal dan membuat orang segan untuk melewati daerah Wilis. Tidak seorang pun perampok berani memperlihatkan hidungnya di daerah Wilis ini, bahkan di seluruh daerah pegunungan ini tidak pernah ada terjadi kejahatan, tidak ada maling, tidak ada perampok, dan juga tidak ada orang melakukan maksiat mengandalkan kekuatannya. Hal ini adalah karena setiap kali terjadi hal-hal maksiat, tentu penjahatnya tertangkap dan dibunuh oleh para "satria" Wilis, demlkianlah sebutan untuk bekas anak buah gerombolan Wilis!

Siapa pun juga orangnya yang melakukan perjalanan dan terpaksa melalui daerah Wilis, harus tunduk akan peraturan para penjaga dan harus rela membayar "tanda hormat" kepada para satria Wilis. Namun mereka rela membayar, karena selain pembayaran itu disesuaikan dengan keadaan mereka, juga mereka akan terjamln keselamatan mereka, takkan ada yang berani mengganggu selama mereka berada di wilayah Wilis.

Endang Patibroto memimpin bekas gerombolan Wilis dengan tangan besi. Dia tahu bahwa orang-orang yang dipimpinnya adalah bekas perampok-perampok yang kasar dan setengah liar, maka ia harus menundukkan mereka dengan kekerasan pula. Kemudian setelah mereka itu benar-benar tunduk terhadap kesaktlannya dan menjadi pengikut-pengikut setia yang membuta akan semua perintahnya, barulah Endang Patibroto melatih mereka, yaitu melalui tiga orang pembantu-pembantunya Limanwilis, Lembuwilis, dan NogowiIlis. Dia menurunkan beberapa ilmu kesaktian kepada tiga orang gagah ini yang kemudian melatih anak buah mereka sehingga makin kuatlah barisan satria Wilis. Selain itu, keadaan keluarga mereka lebih teratur setelah Endang Patibroto memimpin mereka. Pondok-pondok dibuat, tanaman dan pertanian diperbanyak dan dibagi-bagllah tugas di antara mereka. Ada yang bertani, berburu hewan, menjala ikan, ada pula yang bertugas sebagai tukang kayu, sebagai pandai besi, dan lain pekerjaan yang dapat memenuhi mereka.

Endang Patibroto bahkan tidak melupakan hiburan bagi mereka, maka diadakan pulalah bagian kesenian, gamelan dan lain sebagainya. DI samping semua kesibukannya sebagai pemimpin Padepokan Wilis, Endang Patibroto selalu meluangkan waktu untuk memberi gemblengan kepada adiknya yaitu Setyaningslh yang berlatih dengan tekun, giat, dan sungguh-sungguh. Juga semenjak lahir, Retno Wilis menerima gemblengan ibunya, di "dadah" oleh jari-jari tangan sakti ibu kandungnya! Karena gemblengan-gemblengan hebat ini yang diberikan secara rapi selama lima tahun, kini Setyaningsih yang sudah berusla enam belas tahun atau tujuh belas tahun telah menjadi seorang dara remaja yang cantik jelita namun juga gagah perkasa, sakti mandraguna. Juga Retno Wilis, dalam usia lima tahun ini merupakan seorang anak luar biasa yang jarang dapat ditemukan keduanya.

Di antara keluarga para anggauta Padepokan Wilis, terdapat banyak pula gadis-gadis yang sebaya dengan Setyaningsih dan dara perkasa ini tidak bersikap pelit, melainkan dengan senang hati pula melatih ilmu pencak silat kepada teman-temannya sehingga sebagian besar para gadis di situ adalah gadis-gadis perkasa belaka, cantik-cantik dan gagah perkasa, demikian pula pemuda-pemudanya.

Namun terutama sekali gadis-gadisnya karena tentu saja Setyaningsih lebih suka melatih ilmu kepada teman-temannya. Maka terkenallah Padepokan Wilis sebagai tempat perawan-perawan jelita yang perkasa, dan orang-orang gagah di seluruh daerah itu mulai membicarakan tentang Perawan Lembah Wilis dengan kagum di hati.

Pada pagi hari itu cuaca amatlah cerah. Pemandangan di lembah Gunung Wilis amat mentakjubkan, indah cemerlang disinari matahari pagi. Dilihat dari atas, tamasya alam di bawah seperti diselaput emas. Sinar matahari keemasan menyinari daun-daun pohon yang ujungnya digantungi butir-butiran embun berkilauan seperti butiran-butiran intan. Burung-burung berlompatan di antara pohon-pohon, beterbangan bersenda-gurau dan bercumbuan sambil berkicau riang gembira. Binatang-binatang hutan menyambut matahari pagi dengan penuh keriangan pula, ada yang berjemur sinar matahari, ada yang makan rumputrumput hijau segar, ada pula yang berkeliaran di sepanjang sungai gunung yang mengalirkan air jernih sambil berkericik seperti suara gelak tawa dara-dara remaja bersenda-gurauan.

Kalau didengar dengan teliti, bukan hanya kericik air sungai yang menimbulkan suara itu, melainkan suara gelak tawa yang merdu dari beberapa orang dara remaja yang sedang mandi di sungai. Ada sebelas orang dara-dara jelita berada di sungai itu, berendam di air jernih dengan bertapih pinjung (sehelai kain menutup sebatas dada), mencuci pakaian, mandi keramas, sambil bersendau-gurau tertawa-tawa. Mereka ini bukan lain adalah Setyaningsih dan sepuluh orang temannya, yaitu dara keluarga Padepokan Wilis. Setiap pagi mereka mandi di sungai jernih ini sambil mencuci pakaian.

Kecantikan Setyaningsih amatlah menonjol di antara mereka itu. Setyaningsih berkulit halus dan putih kekuningan, rambutnya tebal hitam berikal mayang, dilepas dan terurai sampai ke lutut. Biarpun sepuluh orang teman-temannya juga merupakan gadis remaja yang seperti kembang sedang mekar, cantik-cantik menarik, namun dibandingkan dengan mereka Setyaningsih tampak seperti seekor merak di antara ayam-ayam hutan. Juga dara ini amat pendiam, hanya tersenyum-senyum kecil mendengar sendau-gurau teman-temannya. Biarpun dia itu adik kandung Endang Patibroto yang menjadi "ketua" atau pemimpin Padepokan Wilis, bahkan boleh dikatakan ia menjadi "guru" para gadis temannya itu, namun Setyaningsih tidaklah bersikap sombong atau tinggi hati. Dia mandi bersama, bahkan mencuci pakaiannya sendiri sehingga selain disegani dan dihormati, juga ia amat dicinta oleh gadis-gadis lainnya di situ.

Dara-dara jelita itu bekerja sambil mandi dan bergembira. Ada yang bertembang saling sahut, saling goda saling menjodohkan dengan pemuda-pemuda sebaya di padepokan, ada yang saling siram air jernih, tertawa-tawa.

Dalam kegembiraan mereka, bahkan Setyaningsih sendiri sampai lengah, tidak tahu bahwa ada seorang laki-laki mengintai dari balik semak-semak, memandang ke arah mereka dengan mata terbelalak dan mulut ternganga, terpesona dan seolah-olah tidak percaya akan pandang mata sendiri.

Laki-laki ini masih muda belia, paling banyak sembilan belas tahun usianya, tubuhnya sedang, berkulit bersih dan tampak ciri-ciri kebangsawanan pada pakaian dan gerak-geriknya, wajahnya tampan sekali seperti Sang Harjuna.

Pandang mata laki-laki muda ini tadi menyapu semua gadis yang berada di sungai, kemudian berhenti pada diri Setyaningsih, melekat di situ dan makin dipandang, makin tertegunlah dia, seperti lupa diri, lupa bergerak, bahkan lupa bahwa perbuatannya ini merupakan sebuah pelanggaran susila. Tentu saja ia lupa segala, bahkan bernapaspun hampir lupa, demikian terpesona pemuda ini melihat Setyaningsih. Banyak sudah ia melihat wanita, bahkan bertemu dengan puteri-puteri istana yang cantik-cantik jelita, namun selama hidupnya, ia merasa belum pernah melihat seorang dara seperti Setyaningsih yang sekaligus telah menerobos masuk melalui matanya, langsung ke dalam dada dan merampas hati dan semangatnya.

Setelah pemuda itu mulai sadar daripada keadaan pesona yang membuatnya seperti lupa akan dirinya, mulailah ia menarik napas panjang berkali-kali. Sungguhpun hanya elahan napas, namun hal ini cukuplah bagi Setyaningsih yang berpendengaran tajam dan terlatih. Dara perkasa ini mengangkat tangan memberi isyarat kepada teman-temannya sambil meruncingkan bibirnya yang merah mungil,

"Ssttt ......... " kemudian ia menoleh ke arah semak-semak.

Pandang matanya yang tajam segera dapat melihat gerakan di belakang semak-semak, bukan gerakan yang diakibatkan oleh burung atau binatang hutan. Mulutnya segera membentak, halus namun nyaring dan penuh wibawa,

"Siapakah engkau yang berani menonton kami mandi sambil bersembunyi? Hayo keluarlahl!"

Bagi para gadis itu, tidak mengapa andaikata ada pemuda-pemuda atau orang-orang Padepokan Wilis kebetulan lewat di dekat situ dan melihat mereka mandi. Ditonton orang lain selagi mandi di sungai bukanlah hal yang tidak boleh dilakukan, apalagi kalau yang melihat itu orang-orang Padepokan Wilis sendiri yang tentu saja menganggap pemandangan ini biasa. Akan tetapi ditonton orang, biarpun dia seorang anggauta padepokan sendiri, yang bersembunyi, hal ini merupakan pantangan, karena bersembunyi berarti tidak wajar dan mengandung niat buruk!

Semak-semak itu bergoyang dan muncullah seorang pemuda dari balik semak semak, berdiri dengan wajahnya yang tampan masih terpesona, bahkan kemudian pemuda itu menggunakan punggung tangan kanan untuk menggosok-gosol kedua matanya karena melihat Setyaningsih berdiri di dalam air sebatas ping-gang, dengan kain yang membungkus, dada yang padat itu basah kuyup sehingga seolah-olah menjadi kulit ke dua ia makin kagum dan tidak percaya bahwa di dunia ini ada seorang manusia sehebat dara yang menegurnya itu.

"Duhai ......... mimpikah aku ........” Pemuda itu berkata, suaranya halus dan kini matanya yang bersinar tajam itu memandang para gadis yang juga memandangnya. "Segala puja-puji kepada para dewata yang agung. Kalau andika sekalian ini bidadari-bidadari kahyangan yang sedang mandi, mana gerangan pelangi yang menjadi anda (anak tangga) untuk andika sekalian turun ke bumi? Andaikata andika sekalian ini sebangsa peri, mengapa di balik kulit andika terbayang darah daging dan urat halus? Betapapun juga ......... kalau benar andika bidadari, tunjukkan di mana andika menyimpan kemben antakusuma andika agar dapat hamba curi......... !”

Terdengar kekeh tawa para gadis itu. Tadinya mereka ini tertegun dan marah melihat seorang pemuda yang sama sekali tidak mereka kenal, akan tetapi ketika mendapat kenyataan betapa pemuda itu amat tampan dan ganteng melebihi semua pria yang pernah mereka jumpai, mereka terpesona.

==>> Perawan Lembah Wilis Jilid 047 ==>>
<<== Kembali <<==

No comments:

Post a Comment