Ads

Wednesday, May 15, 2013

Sepasang Garuda Putih Jilid 033

**** BACK ****

Saptoko dapat mengelak pula dan kembali dia menyerang dengan secepat dan sekuatnya. Namun, sernua serangannya dapat dielakkan oleh Joko Waras. Sampai belasan jurus Saptoko menyerang, namun tanpa hasil. Semua serangannya dapat dielakkan atau ditangkis oleh Joko Waras.

"Adi Joko Waras, jangan lukai orang!” kata Jayawijaya yang menonton pertandingan itu dengan sikap tenang. Dia sudah maju, bahwa Joko Waras adalah seorang pemuda yang digdaya, dapat mengalahkan belasan orang perajurit Blambangan, maka dia dapat menduga bahwa Saptoko bukanlah lawanya dan dia khawatir kalau-kalau Joko Waras akan melukainya.

Semua orang muda yang berada di situ kini membentuk lingkaran dan menonton pertandingan itu. Semua orang terkagum-kagum kepada Joko Waras. Pemuda yang tampaknya masih remaja itu ternyata mampu menandingi Saptoko, pemuda dusun itu yang dianggap paling jagoan. Setelah belasan jurus dan Saptoko belum mampu menyentuh ujung baju Joko Waras yang memperlihatkan kegesitannya seperti seekor burung srikatan, tiba-tiba Saptoko menggerakkan kaki kanannya menendang dengan sekuat tenaga.

"Wuuuuttt....!" Kaki kanan itu menyambar akan tetapi dengan enaknya Joko Waras mengelak dan sebelum Saptoko menarik kembali kakinya yang menendang, kaki itu telah dapat ditangkap oleh Joko Waras dan didorong ke atas lalu dilontarkan!

Tubuh Saptoko melayang ke atas dan tanpa dapat dicegah lagi, tubuh itu terbanting jatuh dan sialnya, dia jatuh telungkup sehingga ketika dia bangkit kembali, bibirnya yang ujung pecah mengeluarkan darah!

Saptoko berdiri dengan kedua kaki terpentang. Dia masih belum sadar benar apa yang telah terjadi dengan dirinya. Baru dia menyadari ketika para pemuda di situ bertepuk tangan memuji Joko Waras yang berdiri di depannya sambil tersenyum manis.

"Bagaimana, Saptoko. Apakah engkau masih penasaran?" tanya Joko Waras. "Aku bukan musuh, akan tetapi kalau engkau menantangku, tentu akan kulayani. Minta berkelahi sampai berapa hari akan kulayani!”

Saptoko tercengang dan kini teringatlah dia akan perkelahian tadi. Baru tiga hari yang lalu, ketika orang yang menamakan dirinya Ki Blekok menggoda Saritem secara kurang ajar lalu berkelahi dengannya, dia dikalahkan oleh Ki Blekok. Akan tetapi dia kalah setelah melalui perkelahian yang ramai dan seru. Biarpun dia kalah akan tetapi setidaknya dia dapat mengimbangi kedigdayaan Ki Blekok yang katanya merupakan jagoan dari dusun di lereng bukit. Sedangkan apa yang dia baru saja alami amatlah mengherankan. Dia sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh Joko Waras bagian manapun juga, apa lagi hendak merobek mulutnya! Dan tadi ketika dia mengirim tendangan, sebuah ilmu serangan yang biasanya tidak pernah gagal, tendangan itu luput dan tiba-tiba saja tubuhnya terlempar ke atas dan jatuh, terbanting keras!

Saptoko adalah seorang yang berjiwa gagah, dan tahu diri. Dia tahu pada saatnya dia kalah berhadapan dengan orang yang lebih kuat, hanya yang membuat dia penasaran, mengapa dia kalah oleh seorang perjaka tanggung seperti Joko Waras!

"Aku mengaku kalah!" katanya sambil melangkah lebar keluar dari lingkaran orang-orang itu, memasuki malam yang hampir tiba.

"Kakang Saptoko .......!" Saritem keluar dari warungnya dan mengejar, memanggil. Akan tetapi Saptoko hanya menengok sebentar dan berkata singkat.

"Aku telah kalah dua kali. Aku tidak ada gunanya, Saritem!" dan diapun melanjutkan langkahnya yang lebar.

Saritem terisak, tak kembali ke dalam warungnya. Para pemuda yang makan di warung itu ikut merasa tidak enak dan setelah membayar harga makanan dan minuman, mereka meninggalkan tempat itu, agaknya merasa curiga dan tidak nyaman bersama dua orang pemuda asing yang telah mengalahkan jagoan mereka itu.

Joko Waras dan Jayawijaya berdua tinggal di warung.
"Saritem, sebetulnya siapakah Saptoko itu? Dia itu kekasih hatimu, calon suamimu?”

"Dahulu memang begitu, kakangmas. Aku mengharapkan dia untuk menjadi suamiku karena dia baik budi dan mencintaiku, walaupun wataknya jujur dan kasar. Akan tetapi semenjak muncul Ki Blekok itu, hubungan kami terganggu karena dia merasa telah dikalahkan Ki Blekok dan tidak akan mampu merebut aku dari tangan Ki Blekok.”

"Hemmm, dan siapa itu Ki Blekok?" tanya Joko Waras penasaran.

"Dia jagoan dari dusun Benang di lereng bukit itu, orangnya berusia empatpuluh tahun, galak sombong dan mata keranjang. Tiga hari yang lalu dia makan di sini dan langsung saja dia melamarku. Aku menolak dan kakang Saptoko marah sehingga terjadi perkelahian antara kakang Saptoko dan Ki Blekok. Akan tetapi kakang Saptoko kalah dan Ki Blekok pergi setelah berkata bahwa seminggu lagi dia akan datang untuk memboyongku ke dusunnya."

"Dan engkau mau?”

"Aku tidak sudi, kakangmas. Akan tetapi apa dayaku? Aku hanya hidup berdua dengan ibuku yang sudah janda. Ibu juga tidak mampu berbuat sesuatu. Kami hanya mengandalkan perlindungan kakang Saptoko, akan tetapi kakang Saptoko bahkan tadi kalah olehmu. Harga dirinya tentu telah terpukul parah dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan nanti kalau Ki Blekok muncul.” Gadis manis itu lalu menangis sesenggukan.

”Jangan menangis, Saritem, dan jangan khawatir. Kalau Ki Blekok datang dan hendak memaksamu menjadi isterinya di luar kehendakmu, aku yang akan mencegah dan menegurnya. Tidak ada aturan yang membenarkan seseorang memaksa seorang wanita untuk menjadi isterinya diluar kehendaknya!" kata Jayawijaya dengan suaranya yang lembut dan ucapan ini tentu saja merupakan hiburan besar bagi Saritem.

"Benarkah andika akan melakukan hal itu, kakangmas? Ah, terima kasih sekali!" kata gadis itu dengan girang.

"Tentu saja kakang Jayawijaya akan melakukan hal itu. Dia seorang laki-laki sejati yang sekali berjanji pasti akan dipenuhi. Perkenalkanlah, Saritem. Dia ini kakang Jayawijaya dan aku adalah JokoWaras. Pekerjaan kami berdua memang menegakkan yang lurus dan meluruskan yang bengkok, membela kebenaran dan keadilan dan menentang yang tidak benar.”

"Ah ... ah ... terima kasih, kakangmas berdua. Sekarang aku akan menutup warung ini dan segera menemui kakang Saptoko untuk memberitahu kepadanya agar hatinya ikut pula menjadi tenang.”

"Mari kami bantu, Saritem!" kata Joko Waras dan diapun segera membantu tanpa diminta.

Melihat ini, Jayawijaya terpaksa membantu juga. Pada mulanya Jayawijaya merasa tidak senang menyaksikan Joko Waras seperti bermanis muka dan merayu si gadis manis itu, akan tetapi melihat kesungguhan hatinya untuk membantu gadis itu dan kekasihnya, rasa tidak senangnyapun hilang. Dia percaya lagi bahwa teman barunya itu bukan golongan pemuda yang mata keranjang dan suka mengganggu wanita cantik.

**** 033 ****

*** Sepasang Garuda Putih Jilid 034 ***
**** BACK ****

No comments:

Post a Comment