Ads

Wednesday, September 19, 2012

Keris Pusaka Sang Megatantra Jilid 032

◄◄◄◄ Kembali

Kita tinggalkan dulu mereka yang bersiap-siap menyusun kekuatan untuk mennjatuhkan Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama, pendeknya untuk merebut kekuasaan di Kerajaan Kahuripan dan kita ikuti Nurseta. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Nurseta datang ke dusun Karang Tirta dan berhasil memaksa Ki Suramenggala, lurah Karang Tirta, untuk menceritakan tentang ayah ibunya yang meninggalkannya sejak dia berusia sepuluh tahun.

Setelah dihajar keras, Ki Suramenggala mengaku bahwa orang tua Nurseta yang bernama Ki Darmaguna dan Nyi Sawitri, melarikan diri entah ke mana setelah tahu bahwa mereka dilaporkan oleh Suramenggala ke kota raja, yaitu kepada Senopati Sindukerta. Kemudian muncul Linggajaya dan Puspa Dewi yang membela Lurah Suramenggala sehingga Nurseta terpaksa melarikan diri karena tidak ingin permusuhan menjadi berlarut-larut. Kini dia tahu ke mana harus melacak untuk mengetahui tentang orang tuanya. Tiada lain ke kota raja, mencari Senopati Sindukerta yang agaknya ditakuti ayah ibunya itu dan menanyakan mengapa orang tuanya menjadi orang-orang buruan.

Pada suatu pagi, Nurseta menuju ke kota raja Kahuripan. Ketika dia menuruni sebuah lereng bukit kapur, dari tempat tinggi itu dia melihat serombongan orang mengawal sebuah kereta yang tampak mengkilap tertimpa cahaya matahari. Dilihat dari pakaian seragam dan tombak atau golok yang berada di tangan orang orang itu, mudah diduga bahwa mereka itu adalah sepasukan perajurit yang mengawal sebuah kereta yang pintunya tertutup tirai sehingga penumpangnya tidak tampak dari luar. Jumlah pasukan itu ada dua losin orang.

Karena ingin sekali mendengar tentang kota raja Kahuripan dan menyangka bahwa penumpang kereta yang dikawal pasukan itu tentu seorang pembesar Kerajaan Kahuripan, maka Nurseta cepat menuruni bukit itu. Siapa tahu dari rombongan itu dia akan mendapatkan keterangan tentang Senopati Sindukerta yang dicarinya karena tentu Senopati yang ditakuti orang tuanya itu akan dapat memberi penjelasan tentang orang tuanya yang melarikan diri meninggalkan dia seorang diri.

Akan tetapi ketika Nurseta yang mengerahkan Aji Bayu Sakti sehingga dia dapat berlari menuruni bukit itu seperti terbang sudah tiba di dekat jalan di bawah bukit yang dilalui rombongan itu, Dia melihat betapa ada dua orang laki-laki berdiri di tengah jalan menghadang rombongan itu. Kereta itu sudah berhenti dan seorang berpakaian perwira, komandan rombongan pengawal itu, sudah maju ke depan kereta menghadapi dua orang yang menghadang perjalanan mereka.

Nurseta ingin tahu apa yang terjadi, Dia cepat mendekati dan bersembunyi dibalik sebatang pohon, menonton dan medengarkan apa yang sedang terjadi. Dia memperhatikan dua orang yang menghadang rombongan itu. Mereka itu merupakan dua orang yang penampilannya tidak seperti orang biasa.

Yang seorang adalah seorang laki laki berusia sekitar tiga puluh tahun, bentuk tubuhnya yang tinggi kurus dan punggungnya agak bongkok itu membuat dia tampak ringkih. Pakaiannya berbentuk jubah panjang dan di tangan kirinya tergantung seuntai tasbih yang biji tasbihnya terbuat dari kayu hitam. Wajah orang itu membuat Nurseta tertegun heran. Dia pernah mendengar dongeng tentang seorang pendeta dalam dongeng Mahabarata yang disebut Bagawan Durna! Wajah orang tinggi kurus bongkok itu persis wajah Bagawan Durna seperti yang digambarkan dalam dongeng!

Nurseta memperhatikan orang ke dua dan dia merasa kagum. Orang ini sungguh gagah menyeramkan. Usianya sekitar dua puluh lima tahun. Tubuhnya tinggi besar dengan otot melingkar-lingkar di kedua lengan dan dadanya yang bajunya terbuka bagian depan. Bulu lebat tumbuh di dadanya, kulitnya hitam legam. Baik bentuk tubuh yang tinggi besar dan kokoh kuat itu maupun wajahnya yang gagah, dengan mata, hidung, mulut serba besar, mengingatkan Nurseta akan tokoh lain dalam Mahabarata, yaitu Raden Bratasena atau yang kemudian bernama Werkudara. Begitu gagah dan jantan!

Nurseta mendengarkan percakapan antara perwira pasukan pengawal dan dua orang itu. Perwira itu juga bertubuh tinggi besar walaupun tidak sebesar orang yang seperti Bratasena itu. Bahkan semua perajurit yang dua puluh empat orang banyaknya itupun rata-rata memiliki bentuk tubuh yang kokoh kuat dan wajah merekapun membayangkan kebengisan dan kekerasan.

"Heh, siapa kalian berdua dan apa mau kalian menghadang di tengah jalan. Hayo minggir!" demikian bentak sang Perwira dengan suara menggeledek.

Orang yang mirip Bagawan Durna itu tertawa dan mau tak mau Nurseta tersenyum sendiri. Bahkan suaranyapun seperti suara Bagawan Durna Tawanya terkekeh dan kecil seperti suara wanita

"Heh-heh-hi-hi-hi .....! Andika tidak mengenal kami berdua? Heh-heh-kalau begitu jelas andika ini seorang yang tolol!"

"Keparat, jangan main-main!" bentak sang perwira. "Kami adalah pasukan pengawal Kerajaan Siluman Laut Kidul yang sedang mengawal gusti ratu kami. Hayo cepat kalian menepi dan berlutut, Gusti ratu kami hendak lewat!"

Kini orang ke dua yang hitam tinggi besar itu yang menjawab dan ketika mengeluarkan suara, seperti yang diduga oleh Nurseta, terdengar suaranya besar parau menggelegar.

"Perwira coromeo (kecoa) jangan banyak tingkah. Kami sudah lelah berjalan kaki. Serahkan kereta itu kepada kami berdua, baru kalian boleh lewat dengan aman!"

Perwira yang memimpin dua losin perajurit itu menjadi marah sekali, tangan kanannya bergerak dan dia sudah mencabut sebatang pedang dan inipun merupakan isyarat karena dua losin anak buahnya segera mencabut senjata mereka mengepung dua orang penghadang itu. Dengan garang perwira itu menudingkan telunjuk kirinya ke arah dua orang itu dan membentak.

"Heh, dua orang biadab! Apakah mata kalian buta dan telinga kalian tuli? Berani kalian menghadang pasukan yang sedang mengawal gusti kami, Kanjeng Ratu Mayang Gupita, ratu dari Kerajaan Siluman Laut Kidul? Siapakah kalian yang nekat dan bosan hidup ini? Hayo akuilah siapa kalian, jangan mampus tanpa meninggalkan nama!"

"Heh-heh-heh-hi-hi!" Duplikat Durna itu terkekeh genit seperti wanita, atau lebih tepat, seperti seorang banci.

"Benar- benar kamu tidak mengenal kami? Heh, menyebalkan. Buka matamu dan pandang baik-baik, buka telingamu dan dengar baik-baik. Aku adalah Sang Cekel Aksomolo, yang mbaureksa (menguasai) Hutan Werdo dilereng Gunung Wilis, gegedug tanpa tanding yang namanya membuat bumi langit gonjang ganjing, dan engkau, perwira coromeo, perajurit ceremende tidak mengenal aku? Wah, payah, engkau tak pantas menjadi perwira, harus turun pangkat menjadi pengurus kandang kuda"

"Aku adalah Dibyo Mamangkoro!" kata orang ke dua yang suaranya besar lantang, sesuai dengan tubuhnya yang hitam tinggi besar.

Akan tetapi, perwira itu memang belum pernah mendengar nama dua orang yang mengaku sebagai orang-orang terkenal itu. Mereka itu masih muda, Cekel Aksomolo berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan Dibyo Mamangkoro baru sekitar dua puluh lima tahun. Tentu saja perwira yang hidup didaerah Kerajaan Siluman Laut Kidul itu belum pernah mendengar nama-nama itu.

"Kalian berdua yang bermata buta bertelinga tuli, berani mengganggu perjalanan ratu kami!" kata perwira itu dan diapun memberi isyarat kepada anak buahnya. Para perajurit pengawal segera bergerak menyerang kedua orang yang hendak merampok kereta itu. Akan tetapi Dibyo Mamangkoro menggerakkan kedua lengannya yang panjang dan begitu kedua lengan itu menyambar, ada angin pukulan bersiutan dan angin itu melanda para Pengepungnya. Beberapa orang perajurit pengawal berteriak kaget karena mereka dilanda angin dan berpelantingan!

Cekel Aksomolo tertawa terkekehkekeh, tasbih di tangannya digerakkan, terdengar suara berkerotokan dan empat orang yang terdeekat dengannya roboh sambil menutupi telinga mereka dengan kedua tangan! Suara berkerotokan dari biji-biji tasbih itu menimbulkan getaran hebat pada telinga mereka! Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

"Kalian mundur semua!" Dan tirai yang menutupi pintu kereta terbuka dan dari dalam kereta meluncur sesosok tubuh dan tahu-tahu seorang wanita telah berdiri di hadapan dengan Cekel Aksomolo dan Dibya Mamangkoro! Dua orang sakti itu memandang dan mereka terkejut. Wanita itu berusia kurang lebih lima puluh tahun, pakaiannya serba mewah indah gemerlapan, tubuhnya tinggi besar, bahkan tidak kalah tinggi dibandingkan Dibyo Mamangkoro. Perutnya gendut, wajahnya dibedaki tebal dan memakai pemerah bibir dan pipi, tubuhnya penuh perhiasan emas permata. Wajahnya serba bulat gemuk dan ada dua ujung taring muncul dari celah-celah bibirnya. Inilah Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul yang bernama Ratu Mayang Gupita, bekas isteri Ki Nagakumala. Wanita raseksi (raksasa wanita) ini selain menjadi ratu, juga terkenal sebagai seorang tokoh yang sakti mandraguna. Ialah seorang di antara mereka yang dulu mengeroyok Sang Empu Dewamurti di Gunung Arjuna. Bersama Resi Bajrasakti dari Kerajaan Wengker, dan Tri Kala, yaitu Kalamuka Kalamanik, dan Kalateja dari Kerajaaan Wura-wuri, mereka berlima mengeroyok Sang Empu Dewamurti. Biarpun mereka berlima menjadi ketakutan
dan melarikan diri, namun mereka juga berhasil membuat sang empu maha sakti itu terluka berat sehingga meninggal dunia.

Cekel Aksomolo dan Dibyo Mamangkoro adalah dua orang tokoh yang mengambil jalan sesat. Dibyo Mamangkoro yang baru saja pulang dari pengembaraannya di daerah Blambangan di mana dia mencari guru-guru untuk memperdalam ilmu-ilmunya setelah selama beberapa tahun dia mencari ilmu dan aji kesaktian di Banten, ingin mendapatkan sebuah tempat untuk bertapa dan memperkuat diri. Dia mendengar tentang Pulau Nusakambangan, maka pergilah dia ke sana. ketika tiba di sana, dia disambut oleh bekas anak buah bajak laut yang sebagian masih tinggal di situ dan sebagian pula ikut pimpinan mereka pindah di laut jawa bagian utara. Dua puluh lebih anak buah bajak laut itu mengeroyoknya akan tetapi mereka semua dikalahkan sehingga tunduk dan menerima Dibyo Mamangkoro sebagai pimpinan mereka.

Sejak saat itu, Dibyo Mamangkoro menjadi orang yang menguasai Nusakambangan. Pada suatu hari Cekel Aksomolo yang pernah dikenalnya di daerah Banten datang berkunjung dan Dibyo Mamangkoro dapat terbujuk oleh Cekel Aksomolo untuk mencari kedudukan dan kemuliaan di dalam kemelut yang sedang dihadapi Kerajaan Kahuripan. Pada hari itu, kebetulan mereka bertemu dengan kereta indah yang dikawal perajurit-perajurit itu. Melihat kereta yang indah itu, keduanya mengambil keputusan untuk merampasnya karena mereka merasa lelah melakukan perjalanan jauh dengan jalan kaki saja.

Melihat munculnya wanita yang menyeramkin itu dua orang sakti yaitu biasanya melakukan kekerasan dan kejahatan itu merasa terkejut. Mereka pernah mendengar bahwa ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul adalah seorang yang memiliki kesaktian. Akan tetapi mereka tidak pernah membayangkan bahwa ratu itu demikian menyeramkan. Bagaimanapun juga, Cekel Aksomolo apalagi Dibyo Mamangkoro, adalah dua orang yang sakti mandraguna, bahkan menganggap diri sendiri terlalu tinggi sehingga mereka itu biasanya memandang rendah orang lain. Biarpun penampilan Ratu Mayang Cupita tampak menyeramkan, namun mereka tidak gentar, bahkan ingin sekali menguji sampai di mana kehebatan ratu yang namanya terkenal sekali itu.

"Hemm, bocah-bocah bagus kemarin sore besar kepala lebar mulut! Berani kalian menyombongkan diri di depan kami. Sambutlah ini!" kata Ratu Mayang Gupita dan dia sudah memutar-mutar kedua lengannya di depan dada lalu mendorongkan kedua telapak tangan itu ke arah Cekel Aksomolo dan Dibyo Mamangkoro. Tiba-tiba dari kedua telapak tangannya itu keluar bola-bola api menyambar ke arah dua orang itu.

Cekel Aksomolo dan Dibyo Mamangkoro terkejut, maklum akan dahsyatnya serangan yang tenaga saktinya dapat mengeluarkan bola api itu. Maka mereka pun menyambut dengan cepat. Cekel Aksomolo memutar tasbihnya dan membaca mantera, sedangkan Dibyo Mamangkoro sudah mengerahkan tenaga saktinya, dadanya membusung penuh hawa, kemudian kedua tangannya didorongkan kedepan dengan telapak tangan terbuka. Angin yang amat kuat menyambar dari telapak tangannya itu, menyambut bola api yang meluncur ke arah dirinya.

"Dar-dar-dar-dar .....!"

Beberapa bola api itu meledak ketika bertemu dorongan kedua tangan Dibyo Mamangkoro dan bertemu dengan sambaran sinar hitam dari tasbih Cekel Aksomolo. Benturan tenaga sakti yang dahsyat ini menggetarkan bumi di sekitarnya dan akibatnya Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul itu mundur dua langkah, akan tetapi Dibyo Mamangkoro undur empat langkah dan Cekel Aksomolo malah terhuyung ke belakang. Ini membuktikan bahwa tenaga sakti wanita raksasa itu masih lebih kuat dan tenaga Cekel Aksomolo yang paling lemah di antara mereka bertiga.

TADI ketika mendengar dari perwira pasukan pengawal bahwa kereta itu ditumpangi Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul, dua orang sakti itu diam-diam sudah terkejut. Akan tetapi karena watak mereka sombong, mereka masih belum percaya bahwa seorang ratu, seorang wanita akan memiliki kedigdayaan yang patut diperhitungkan. Akan tetapi setelah kini mereka membuktikan sendiri akan kehebatan wanita raksasa itu, mereka terkejut dan juga kagum. Bagaimanapun juga, raja wanita ini merupakan seorang di antara musuh-musuh Sang Prabu Erlangga, berarti masih satu golongan dengan mereka. Apalagi Cekel Aksomolo telah mendengar bahwa ratu ini merupakan seorang di antara mereka yang telah menyerang Sang Empu Dewamurti yang mengakibatkan tewasnya empu sakti mandraguna itu.

'Bojleng iblis laknat" Dibyo Manaingkoro mencaci dengan suaranya yang besar.

"Kiranya bukan omong kosong yang kudengar bahwa Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul adalah seorang wanita yang sakti mandraguna!" Raksasa ini memuji dengan jujur karena dia harus mengaku bahwa saat itu tenaganya sendiri yang sudah jarang dapat ditemukan tandingannya itu ternyata masih kalah setingkat dibandingkan wanita itu.

"Heh-heh-heh-hi-hi-hik, apa anehnya. Ki Dibyo Mamangkoro? Apa andika belum mendengar bahwa Kanjeng Ratu Mayang Gupita inilah yang telah menewaskan Sang Empu Dewamurti yang terkenal itu!" kata Cekel Aksomolo dengan suaranya yang tinggi seperti suara wanita.

Mendengar ini, Dibyo Mamangkoro terkejut.

"Ah, benarkah? Kanjeng Ratu, benarkah bahwa paduka yang telah menewaskan Sang Empu Dewamurti?"

Ratu yang bertubuh raksasa wanita itu kini berdongak dan tertawa. Suaranya lantang dan ketika tertawa, mulutnya terbuka sehingga tampak jelas buah taringnya yang runcing mengkilap.

"Heh-he-he-he-heh! Siapa lagi yang mampu membunuh Empu Dewamurti kecuali kami?" Wanita itu terbahak dan tampak bangga sekali.

"Akan tetapi, Kanjeng Ratu. Saya mendengar bahwa paduka masih dibantu oleh wakil dari Kerajaan Wengker dan kerajaan Wura-wuri. Benarkah itu?" Cela Aksomolo bertanya.

Wajah wanita yang tadinya terbahak itu kini mengkerut dan cemberut.

"Huh, mereka itu hanya untuk menambah semangat saja. Memang benar Resi Bajrasakti dari Wengker membantu, dan Tri Kala dari Wura-wuri, akan tetapi andai kata tidak ada aku, mereka mana mampu menandingi Empu Dewamurti?" kata Ratu Mayang Gupita menyombong.

Nurseta yang bersembunyi, mengintai peristiwa itu mula-mula merasa kagum karena dia tidak mengira sama sekali akan bertemu orang-orang yang sungguh sakti mandraguna. Dia semakin kagum ketika melihat wanita raksasa yang ternyata Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul itu mampu menandingi dua orang laki-laki digdaya itu, bahkan dalam adu tenaga sakti tadi wanita raksasa itu membuktikan dirinya lebih kuat daripada mereka berdua. Akan tetapi ketika mendengar pengakuan Ratu Mayang Gupita, dia terkejut bukan main. Kini tahulah dia siapa yang telah menyebabkan gurunya terluka dan tewas. Ternyata ada lima orang yaitu Resi Bajrasakti, Ratu Mayang Gupita dan Tri Kala dari Kerajaan Wura wuri. Hal ini berarti bahwa gurunya telah dimusuhi oleh para jagoan dari tiga kerajaan, yaitu Kerajaan Siluman Laut Kidul, Kerajaan Wengker, dan Kerajaan Wura-wuri! Kini mengertilah dia. Tiga kerajaan itu, di samping kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Parang Siluman dan lain-lainnya, adalah musuh-musuh yang tidak mau tunduk kepada Mataram dan sampai sekarang tidak mau tunduk kepada Sang Prabu Erlangga, raja Kerajaan Kahuripan yang menjadi keturunan Mataram.

Adapun gurunya, Sang Empu Dewamurti adalah seorang yang amat setia kepada Mataram. Maka dia dapat mengambil kesimpulan bahwa mereka itu membunuh Empu Dewamurti untuk melenyapkan orang sakti mandraguna yang setia kepada Mataram, tentu dengan maksud untuk melemahkan Mataram, gurunya sudah berpesan kepadanya agar ia tidak bertindak menurutkan dendam sakit hati karena dendam merupakan nafsu yang dapat mendorong manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan kejam dan hal itu bertentangan dengan jiwa ksatria! Seorang ksatria akan selalu menegakkan kebenaran dan keadilan, namun dengan cara yang benar pula, dan mengumbar kekejaman karena dendam sama sekali bukan sikap dan tindakan benar. Namun, Nurseta bagaimanapun juga adalah seorang manusia biasa. Biarpun dia sudah berlatih di bawah gemblengan seorang arif bijaksana seperti mendiang Empu Dewamurti, dan dia telah dapat menanamkan kesabaran dalam hatinya, selalu ingat dan waspada, yaitu ingat kepada Sang Hyang Widhi yang sudah menggariskan jalan kebenaran yang harus diikutinya, namun terkadang nafsu dalam dirinya masih sempat mengusik kesadarannya sehingga dia yang selalu waspada untuk mengikuti setiap gerak gerik hati pikirannya sendiri, terkadang hanyut dalam gelombang nafsu keakuannya.

Mendengar dan melihat bahwa orang yang telah melukai dan membunuh gurunya terkasih itu kini berada di depannya, dia tidak mampu menahan gejolak hatinya. Biarpun belum tersentuh dendam yang akan menghancurkan semua pertimbangannya, namun sempat menggugah rasa penasaran di dalam hatinya. Dia harus mencari keterangan dari pembunuh itu mengapa ia membunuh Empu Dewamurti yang tidak mempunyai kesalahan apapun! Maka, tanpa dapat menahan gejolak hatinya, Nurseta melompat dan bagaikan kilat menyambar, tubuhnya sudah brerkelebat dan tahu-tahu tiba di depan Ratu Mayang Gupita!

Wanita raksasa ini terkejut bukan main ketika tiba-tiba saja ada seorang pemuda muncul di depannya tanpa dapat diketahui dari mana datangnya. Juga Cekel Aksonolo dan Dibyo Mamangkoro tertegun melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang pemuda sederhana berdiri di situ.

"Kanjeng Ratu, seperti yang saya dengar tadi, paduka adalah seorang ratu kerajaan Siluman Laut Kidul. Akan tetapi mengapa paduka bertindak curang dan kejam, mengeroyok Eyang Empu Dewamurti yang tidak bersalah apa-apa? Apakah perbuatan paduka itu dapat dikatakan adil dan gagah? Eyang Empu Dewamurti sudah tua dan selalu mengasingkan diri tidak pernah mengganggu yang lain, akan tetapi paduka dan teman-teman paduka mengeroyoknya! Saya menuntut penjelasan dari paduka!"

Ratu Mayang Cupita mengamati pemuda itu dan diam-diam ia merasa heran sekali. Pemuda yang usianya paling banyak dua puluh dua tahun itu hanya seorang yang sederhana, pakaian maupun sikap dan bicaranya, namun pandangan matanya mencorong penuh wibawa. Dari gerakan pemunculannya tadi, sang ratu dapat menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi. Maka ia bersikap hati hati dan menekan kesombongannya.

"Hemm, orang muda. Sebelum kami menjawab pertanyaanmu, katakan dulu siapa kamu dan mengapa engkau hendak mengurus tentang kematian Empu Dewamurti! Hayo jawab."

"Kanjeng Ratu, nama saya Nurseta dan sudah menjadi kewajiban saya untuk mengetahui sebab kematian Eyang Empu Dewamurti karena beliau adalah guru saya."

"Bagus! Jadi andika ini muridnya! Hemm, kalau begitu kami yakin bahwa engkau pasti tahu di mana adanya Sang Megatantra, keris pusaka itu Hayo katakan, di mana keris itu atau aku akan mengirim engkau pergi menyusul gurumu!"

Ratu Mayang Gupita girang sekali karena timbul pula harapannya akan dapat menemukan dan memiliki keris pusaka Sang Megatantra yang diperebutkan semua kerajaan itu. Semua raja yakin bahwa sekali mereka dapat menguasai sang Megatantra, berarti wahyu mahkota berada di tangan mereka dan menjatuhkan Kahuripan merupakan hal yang mudah dan pasti!

Nurseta mengangguk-angguk. "O, begitukan? Jadi paduka dan wakil-wakil dari Wengker dan Wura wuri itu menyerang mendiang eyang guru karena hendak mendapatkan Sang Megatantra?"

'Benar, karena dia tidak mau menyerahkan Sang Megatantra, maka kami menyerangnya! Dan sekarang, kebetulan andika muridnya berada di sini. Hayo, cepat katakana di mana adanya Sang Megatantra. Kalau andika menyerahkan pusaka itu kepada kami, kami akan memberi imbalan hadiah besar. Akan tetapi sebaliknya kalau tidak andika berikan, andika akan disiksa sampai mati!"

'Hemm, terus terang saja, Sang Megatantra tidak berada di tangan saya saat ini Akan tetapi, andaikata keris pusaka itu berada di tangan saya, pusaka itu tidak akan saya berikan kepada siapapun juga. Sang Megatantra adalah pusaka kerajaan Mataram atau yang sekarang bernama Kerajaan Kahuripan. Maka,sudah seharusnya pusaka itu dikembalikan kepada yang berhak, yaitu pada saat ini adalah Sang Prabu Erlangga, raja Kahuripan. Jadi kalau paduka menghendaki Sang Megatantra, berarti paduka hendak merampas hak milik orang lain!"

"Nurseta, jangan banyak cakap! Katakan sekarang juga di mana adanya Sang Megatantra!" bentak Ratu Mayang Gupita marah.

Nurseta tersenyum dan menggeleng kepala. "Terpaksa aku tidak dapat mengatakan di mana!" katanya tegas.

"Jahanam keparat! Hyaaaattt....”

Mayang Gupita sudah menyerangnya dengan pukulan yang mengeluarkan bola api kearah Nurseta. Akan tetapi pemuda ini sudah siap. Tadi dia sudah menyaksikan kedahsyatan pukulan itu ketika ratu itu melawan kedua orang laki-laki yang saat itu masih berdiri sambil memandang dan mendengarkan penuh perhatian.

Menghadapi serangan itu Nurseta tidak mau melawan dengan kekerasan. Dia lalu bergerak dengan ilmu silat Baka Dewa dan tubuhnya berkelebat ke samping sehingga serangan tenaga sakti yang membentuk bola api itu luput, tidak mengenai dirinya. Kemudian dari samping dia menerjang ke depan dan menampar kearah pundak Ratu Mayang Gupita. serangan ini saja membuktikan bahwa Nurseta tidak dikuasai nafsu dendam. Tangannya bukan merupakan serangan maut, dan sasarannya hanya pundak, berarti dia masih menguasai perasaannya dan tidak digelapkan oleh nafsu amarah. Namun, karena dia menggunakan tenaga sakti yang amat kuat, maka tamparan itu mendatangkan hawa pukulan yang rasa panas oleh pundak Ratu Mayang Gupita sebelum jari tangan Nurseta mengenai sasaran.

"Haiiiihhh .....!" Wanita raksasa itu menggerakkan tangannya menangkis tamparan itu dengan pengerahan tenaga sekuatnya.

"Wuuuttt ..... plakkk!"

Ratu Mayang Gupita terkejut bukan main. Lengannya bertemu dengan tangan yang mengandung getaran dahsyat dan terasa panas olehnya. Terpaksa ia melompat jauh kebelakang untuk menghentikan getaran yang membuat tubuhnya terguncang. Diam-diam ia terkejut akan tetapi tidak heran mengingat bahwa pemuda ini adalah murid mendiang Empu Dewamurti. Tentu saja pemuda inipun memiliki kesaktian yang tak boleh dipandang ringan. Betapapun juga, ia merasa penasaran dan juga malu. Di situ terdapat Dibyo Mamangkoro dan Cekel Aksomolo yang menyaksikan pertandingan itu. Tentu saja amat memalukan dan merendahkan kalau ia sampai kalah oleh seorang pemuda remaja! Maka, sambil mengeluarkan bentakan nyaring yang mengandung kekuatan sihir, ia menerjang lagi ke depan, kini membentuk cakar dengan kedua tangannya. Jari-jarinya menjadi cakar harimau dan kuku-kukunya berubah menghitam.

Setiap ujung kuku jari itu mengandung hawa beracun dan ini merupakan aji yang amat keji dan berbahaya. Baru bentakan melengking yang keluar dari mulutnya itu saja sudah mampu mengguncangkan jantung lawan dan yang kurang kuat sudah dapat dilumpuhkan oleh bentakan itu. Apalagi disusul terkaman dengan kuku-kuku jari yang berbisa seperti itu. Sungguh merupakan serangan maut yang amat berbahaya.

Namun Nurseta bersikap tenang. Dia sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh Aji Bayu Sakti sehingga tubuhnya dapat berkelebatan cepat sekali bagaikan angin sehingga semua serangan berupa cengkeraman dan tamparan kedua tangan yang kukunya berubah hitam itu tak pernah menyentuh kulit tubuhnya. Dan menghadapi serangan maut bertubi-tubi itu tahulah Nurseta bahwa dia tidak mungkin hanya menghindarkan diri saja karena hal ini membahayakan dirinya endiri. Bela diri yang baik bukan sekadar mempertahankan dan melindungi diri, melainkan balas menyerang karenanya dengan demikian maka daya serangan lawan dapat dilumpuhkan atau setidaknya dikurangi kehebatannya.

"Yaaaahhh!" Dia berseru dan ketika tangan kanan Ratu Mayang Gupita mencengkeram ke arah kepalanya, dia menggerakkan diri ke kiri, kemudian tangan kanannya bergerak memukul lengan lawan itu dari samping dengan tangan dimiringkan.

"Wuuultt ..... desss!!"

Pukulan tangan Nurseta itu tepat mengenai lengan lawan di bawah siku. Seketika tubuh Ratu Mayang Gupita terjengkang ke belakang dan tubuhnya terhuyung-huyung. Lengannya terasa nyeri bukan main, seolah tulangnya patah. Akan tetapi setelah meneliti ternyata tulang lengannya tidak patah hanya terasa nyeri, la terkejut sekali

Dibyo Mamangkoro dan Cekel Aksomolo tadinya hanya menonton saja karena merasa hampir yakin bahwa ratu yang sakti mandraguna, yang tadi mampu menandingi mereka, pasti akan dapat merobohkan pemuda itu dalam waktu singkat. Akan tetapi alangkah heran dan kaget hati mereka melihat betapa semua serangan Ratu Mayang Gupita tak pernah mengenai sasaran, lebih lagi ketika kini melihat ratu itu terhuyung-huyung dan agaknya kesakitan. Mereka berdua memang sudah condong memihak Ratu Mayang Gupita yang menjadi musuh Kerajaan Kahuripan. Maka melihat wanita itu terdesak, sekali saling pandang mereka sudah bersepakat untuk membantu Ratu Mayang Gupita. Keduanya lalu tanpa mengeluarkan kata-kata lagi menerjang maju mengeroyok Nurseta.

"Trik-rik-rik-tik .....!!"

Dengan mengeluarkan bunyi berkeritikan yang mengandung getaran kuat, tasbih di tangan Cekel Aksomolo berubah menjadi sinar hitam bergulung-gulung menyambar kearah kepala Nurseta.

"Wuuussss .....!"

Hawa pukulan yang mengandung hawa panas seperti api dan juga mengandung racun mematikan menyambar dari tangan Dibyo Mamangkoro ketika raksasa ini menyerang dengan aji pukulan Wisangnolo, meluncur ke arah dada pemuda itu. Nurseta yang waspada sejak semula, melihat datangnya dua serangan ini dan cepat dia melompat dan menghindar dengan ilmu meringankan tubuhnya, yaitu Aji Bayu Sakti.

Melihat dua orang itu membantunya, besarlah hati Ratu Mayang Gupita yang tadinya sudah merasa gentar, lapun berteriak dan menerjang lagi, mengeroyok pemuda itu. Dikeroyok oleh tiga orang yang memiliki kesaktian tinggi itu, tentu saja Nurseta menjadi kewalahan dan dia hanya dapat menghindarkan diri mengandalkan Aji Bayu Sakti.

Tubuhnya seolah menjadi bayangan yang berkelebatan antara tiga orang pengeroyoknya. Selagi dia hendak mempergunakan aji pamungkasnya yang amat hebat, yaitu Aji Tiwikrama yang dapat membuat tubuhnya tampak besar sekali oleh lawan, atau Aji Sirnasarira yang membuat tubuhnya tidak dapat tampak oleh lawan, tiba-tiba terdengar teriakan melengking.

"Curang! Curang! Tiga orang mengeroyok satu orang!"

Orang yang mencela ini bukan lain adalah Puspa Dewi. Seperti kita ketahui, setelah tamat mempelajari aji-aji kesaktian dari Nyi Dewi Durgakumala, kemudian menjadi puteri Raja Wura-wuri karena Nyi Dewi Durgakumala diambil isteri dan menjadi permaisuri Raja atau Adipati Bhismaprabhawa dari Wura-wuri. la diangkat menjadi anak oleh Nyi Dewi Durgakumala sehingga dengan sendirinya ia menjadi Puteri Sekar Keraton di Wura-wuri! Kemudian ia mendapat tugas dari Adipati Bhismaprabhawa dan Nyi Dewi Durgakumala untuk mewakili Wura-wuri dan membantu gerakan yang dilakukan kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk menjatuhkan Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama. Ia ditugaskan untuk bergabung dengan Puteri Lassmini dan Puteri Mandari, dua orang Puteri dari Kerajaan Parang Siluman yang kini menjadi isteri Ki Patih Narotama dan Sang Prabu Erlangga dalam usaha mereka untuk meruntuhkan kekuasaan raja dan patihnya yang dimusuhi itu. Juga ia ditugaskan untuk merampas keris pusaka Sang Megatantra dari tangan Nurseta. Selain itu, ia juga ditugaskan Nyi Dewi Durgakumala untuk membunuh Ki Patih Narotama yang pernah membikin guru atau ibu angkatnya itu patah hati.

Dalam perjalanannya itu, ditengah jalan ia melihat seorang pemuda dikeroyok tiga orang dan mereka semua mempergunakan aji kesaktian, maka ia merasa penasaran lalu terjun ke dalam pertempuran tanpa bertanya lagi, membantu pemuda yang dikeroyok sesuai dengan naluri jiwanya yang tidak senang melihat ketidak-adilan. Terjangan Puspa Dewi dahsyat dan ganas sekali. Melihat kehebatan tiga orang yang mengeroyok pemuda itu, sudah mencabut pedangnya. Begitu menerjang dengan pedang pusaka Candrasa Langking, pedang itu berubah menjadi segulungan sinar hitam yang menyambar nyambar!

"Tranggg .....!"

Tasbih di tangan Cekel Aksomolo terpental ketika bertemu dengan pedang di tangan Puspa Dewi
sehingga tokoh sesat duplikat Durna itu terkejut dan melompat ke belakang. Puspa Dewi tidak perduli dan ia sudah menyerang Ratu Mayang Gupita dengan pedang hitamnya. Wanita raksasa itupun terkejut karena sambaran pedang itu dahsyat sekali, mengeluarkan suara berdesing dan terasa hawanya yang panas karena mengandung racun yang amat kuat. Lapun melompat ke belakang dan siap melontarkan pukulan tangan yang mengeluarkan bola api. Namun, begitu ia mendorongkan tangannya, Puspa Dewi sudah menyambut dengan dorongan tangan kiri dengan Aji Guntur Geni.

"Bresss .....!"

Dua aji pukulan dahsyat itu bertemu di udara dan akibatnya tubuh Puspa Dewi terpental ke belakang. Akan tetapi gadis ini dengan keras kepala sudah menerjang lagi dengan nekat. Pedangnya diputar di depan tubuhnya seperti kitiran, membentuk sinar bergulung-gulung dan menyerang kearah tubuh Ratu Mayang Gupita. Diserang seperti itu, wanita raksasa itu lalu cepat mencabut sebatang keris panjang dari pinggangnya dan menangkis, lalu balas menyerang. Kedua
orang wanita itu sudah saling serang.

Lanjut ke Jilid 033 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment