Ads

Wednesday, October 17, 2012

Nurseta Satria Karangtirta Jilid 023

◄◄◄◄ Kembali

Rombongan Itu berhenti di sebuah dusun dan seperti biasa, Ki Patih Narotama mengajak rombongannya yang terdiri dari Ki Tejoranu, Nyi Lasmi, dan The Kim Lan untuk bermalam di rumah kepala dusun yang tentu saja menyambut K i Patih Narotama dengan penuh kehormatan. Setelah dijamu makan oleh Lurah Desa Magel, rombongan Itu lalu mengaso dalam kamar masing-masing. Ki Patih Narotama dan ki Tejoranu mendapatkan sebuah kamar masing-masing, adapun Nyi Lasmi dan The Kim Lan tidur sekamar.

Ki Patih Narotama, seperti biasa, dalam kesempatan itu didaulat oleh keluarga Lurah Desa Magel yang memohon agar Ki Patih Narotama suka memberi wejangan kepada keluarganya, terutama belasan orang muda-mudi remaja, yaitu anak-anaknya dan keponakan-keponakannya. Seperti biasa, setiap kali berada di sebuah dusun, Ki Patih Narotama selalu memenuhi permintaan lurah dusun untuk memberi wejangan tenteng tugas para pamong praja, tentang cara hidup yang baik dan benar. Sekali ini, Ki Patih Narotama mendengar dari Kl Lurah bahwa di dusun Magel sedang terjadi banyak penyelewengan dan kesesatan yang dilakukan para muda mudi. Agaknya nafsu berahi sedang mengamuk di kalangan para muda mudi Magel itu sehingga terjadi banyak pelanggaran berupa perkosaan, perjinaan dan sebagainya.

Mendengar ini, Ki Patih Narotama minta agar Ki Lurah mengumpulkan muda mudi di keluarahan itu. Lebih dari lima puluh orang pemuda remaja dan tiga puluh gadis remaja pada malam itu berkumpul di balai desa. Mereka semua duduk bersila atau bersimpuh di atas lantai, menghadap Ki Patih Narotama yang juga duduk bersila di atas sebuah bangku sehingga dapat kelihatan oleh para muda mudi itu. Karena yang dilanggar oleh para muda mudi itu adalah kesusilaan, maka Ki Patih Narotama memberi penerangan tentang arti kesusilaan sebagai bagian penting dari kebudayaan.

"Kita manusia dikatakan sebagai mahluk yang paling tinggi derajatnya, satu antara lain adalah karena manusia mengenal kesusilaan. Kalau kesusilaan ini dilanggar, maka derajat manusia menurun banyak mendekati derajat binatang. Aku mendengar bahwa di dusun kalian ini terdapat banyak pelanggaran kesusilaan, terutama sekali perjinaan antara muda-mudi. Mereka yang melakukan hal ini membela diri dengan alasan bahwa mereka saling mencinta maka boleh saja mereka itu melakukan hubungan sanggama (persetubuhan). Kalau begitu halnya, mereka tidak ada bedanya dengan binatang. Binatang pun melakukan hal itu, baik karena saling suka atau dengan paksaan karena binatang memang tidak mempunyai peraturan atau kesusilaan. Maka kalau kita juga bertindak seperti itu, tidak ada bedanya antara kita dan binatang!"

Mendengar uraian yang agak menekan ini, para remaja, terutama pemudanya, mulai berbisik-bisik seolah tidak setuju dengan pendapat Ki Patih itu. Ki Patih Narotama membiarkan mereka berbisik-bisik beberapa saat lamanya, kemudian dia mengangkat tangan, dan semua remaja terdiam.

"Kita ini manusia yang di dalam segala hal dalam kehidupan ini mempunyai peraturan-peraturan yang telah diterima oleh masyarakat. Tanpa adanya peraturan yang harus dipatuhi, kehidupan menjadi kacau balau dan orang boleh bertindak sesuka hati masing-masing sehingga pasti menimbulkan bentrokan dan pertengkaran. Menaati peraturan dianggap baik dan melanggar peraturan dianggap buruk atau jahat. Bahkan pemerintah mengadakan peraturan hukuman bagi mereka yang melanggar peraturan. Ketahuilah kalian, adik-adik muda dan remaja. Kalian harus dapat membedakan antara cinta kasih dan nafsu berahi. Cinta kasih bukanlah nafsu berahi walaupun dalam cinta kasih antara suami isteri terkandung nafsu berahi yang wajar."

Ki Patih Narotama melihat betapa wajah para remaja itu tegang dan agaknya mereka mulai tertarik tidak ada suara berbisik sedikit pun. Dia lalu melanjutkan dengan suara lantang.

"Kalau ada seorang pemuda dan seorang gadis saling suka, saling mencinta, hal Itu adalah wajar dan baik-baik saja. Cinta kasih adalah soal perasaan hati setiap orang maka tidak ada yang dapat melarang orang jatuh cinta. Akan tetapi, kalau nafsu berahi menerkam dan menguasai hati sehingga mereka berdua melakukan sanggama di luar pernikahan, maka mereka telah melakukan pelanggaran kesusilaan dan cinta kasih mereka itu tidak murni lagi, tidak bersih lagi melainkan kotor. Dan akibatnya juga amat tidak baik bagi mereka berdua. Si gadis akan tertimpa aib sebagai bukan perawan lagi, dicemoohkan dan dihina masyarakat. Si pemuda yang dianggap jahat dan bukan tidak mungkin orang tua dan keluarga si gadis marah dan mengamuk, menyerang dan membunuh pemuda itu. Keluarga pemuda membela dan terjadilah permusuhan. Ini bukan berarti bahwa aku hendak mengatakan bahwa perbuatan sanggama menuruti gejolak berahi adalah hal yang kotor dan buruk. Sama sekali tidak! Seperti nafsu-nafsu lain, nafsu berahi merupakan anugerah dari Sang Hyang Widi bagi manusia dan merupakan sesuatu yang bersih, bahkan suci karena merupakan sarana bagi perkembang-biakan manusia! Akan tetapi, peiakunya
hanyalah suami isteri. Bagi suami isteri, perbuatan itu baik dan benar, bersih dan suci. Akan tetapi kalau perbuatan itu dilakukan oleh muda-mudi yang belum menjadi suami isteri, maka perbuatan itu menjadi kotor dan buruk. Perbuatan itu hanya merupakan dorongan nafsu berahi yang telah mencengkeram, menguasai dan memper-hamba pelakunya. Apakah kalian semua sudah mengerti sekarang?"

Para muda-mudi itu mengangguk. Mereka teringat akan semua peristiwa semacam yang terjadi. Kebanyakan berakibat buruk sekali bagi pemuda dan gadis yang bersangkutan. Memang ada yang kemudian menjadi suami isteri yang cukup bahagia, akan tetapi betapa banyaknya yang berakhir dengan aib dan cemooh bagi para pelakunya, terutama bagi pemudinya. Bahkan ada pula beberapa orang pemuda yang melakukan hal itu kemudian tidak mau bertanggung jawab, dikejar dan dibunuh keluarg si gadis yang menjadi korban.

"Nah, sukurlah kalau kalian sudah tahu akan bahayanya. Untuk mempertegas lagi, mulai sekarang kami akan memerintahkan kepada Ki Lurah untuk menangkap dan menghukum para pelanggar kesusilaan!"

Pertemuan ini dibubarkan dan banyak orang tua mereka merasa lega karena peringatan Ki Patih Narotama itu. setidaknya membuat para muda-mudi harus berpikir seratus kali sebelum nekat melakukan pelanggaran. Sementara itu di sebelah dalam rumah kelurahan itu, di dalam kamar Ki Tejoranu, The Kim Lan sedang bercakap-cakap dengan kakaknya dan tampaknya percakapan mereka amat serius. Ketika Kini Lan memasuki kamar kakaknya, ia langsung bertanya.

"Lan-ko, Bibi Lasmi bilang bahwa engkau memanggil aku ke sini?"

Ki Tejoranu mengangguk. "Duduklah,! Lam-moi (Adik Lan)."

Setelah mereka duduk di atas kursi saling berhadapan, Ki Tejoranu memandang wajah adiknya dengan tajam penuh selidik dan berkata, suaranya lembut lirih namun penuh kesungguhan.

"Adikku Kim Lan, benarkah apa yang kudengar dari Bibi Lasmi tadi? Menurut laporannya, engkau telah jatuh cinta kepada Gusti Patih Narotama dan ingin mengabdikan dirimu kepadanya? Dan engkau minta bantuan Bibi Lasmi untuk menyampaikan pengakuanmu itu kepadaku?"

Kim Lan menundukkan mukanya yang berubah kemerahan, lalu pucat, lalu merah kembali dan bibirnya gemetar. Agaknya terjadi pergolakan dalam hatinya, membuat ia ragu dan bingung., Akan tetapi akhirnya ia mengerahkan kekuatan batinnya untuk menekan ketegangan itu dan menjawab dengan suara gemetar lirih,

"Sesungguhnya, apa yang dilaporkan Bibi Lasmi itu benar belaka, Lan-ko (Kakak Lan). Selama hidupku, belum pernah aku mempunyai perasaan seperti ini. Kalau dia menerima pengabdianku, hidupku akan berbahagia sekali. Sebaliknya kalau hasratku ini tidak tercapai, rasanya hidupku akan hampa dan tidak ada artinya lagi."

Ki Tejoranu mengerutkan alisnya dan mengepal tangannya. Dia merasa tegang dan gelisah sekali. Kim Lan merupakan satu-satunya orang yang dipunyainya dalam dunia ini. Setelah bertemu dan berkumpul dengan Kim Lan, dia merasa berbahagia dan baru merasa betapa dia amat mencinta adik kandungnya ini. Dia berjanji kepada diri sendiri untuk membela dan melindungi adiknya, kalau perlu dengan taruhan nyawanya sendiri. Hidupnya sendiri boleh saja merana, akan tetapi dia harus dapat membahagiakan kehidupan The Kim Lan, adik tunggal yang telah menyeberangi lautan luas dan amat jauh untuk mencari dia, kakak kandungnya, pengganti orang tuanya! Dan sekarang, Kim Lan menyatakan sesuatu yang dia anggap tidak mungkin terjadi dan dia khawatir sekali mendengar pengakuan adiknya tadi.

"Kim Lan, aku tidak menyalahkan engkau, Adikku. Jatuh cinta merupakan hal yang wajar saja bagi siapa pun juga. Akan tetapi, biarpun demikian harus juga disertai perhitungan yang bijaksana. Tidak ingatkah engkau siapa Gusti Patih Narotama itu? Dia adalah seorang yang sakti mandraguna dan berkedudukan tinggi. Dia itu orang besar, Adikku, patih dan menjadi orang kedua di Kahuripan! Sedangkan engkau, kita ini, kita ini orang-orang asing yang merantau ke sini, miskin dan papa. Aduh, Adikku yang tersayang terlampau tinggi jangkauan dan keinginanmu itu, Kim Lan. Jangan dilanjutkan, Adikku... hilangkan saja perasaan hatimu itu. Kelak engkau akan bertemu dengan jodohmu yang lebih tepat, lebih seimbang, lebih...."

"Cukup, Lan-ko!" Gadis itu memutuskan ucapan kakaknya. Wajahnya pucat dan matanya bersinar, membayangkan penasaran hatinya. "Apa sih bedanya antara orang berpangkat dan yang tidak berpangkat? Apakah bedanya antara orang besar dan kecil, antara orang kaya dan orang miskin? Kalau aku berniat menghambakan diri kepada Gusti Patih Narotama dan dia suka menerimaku, tidak ada masalah lain."

"Hmm, engkau keras hati, Adikku. Lalu apa yang kau kehendaki aku berbuat?"

"Apakah Bibi Lasmi belum menyampaikannya kepadamu, Lan-ko?"

"Bahwa aku harus menghadap Gusti Patih Narotama sekarang juga untuk menyampaikan keinginanmu itu, menyatakan terus terang bahwa engkau mencintanya dan ingin menghambakan diri menjadi seorang selirnya?"

Kedua pipi Kim Lan berubah merah akan tetapi ia mengangguk.

"Benar"

Ki Tejoranu menghela napas panjang. "Aihh... Kim Lan...! Bagaimana aku dapat melakukannya? Mengapa bukan engkau sendiri saja yang menghadap dan bicara kepada Gusti Patih?"

"Lan-ko, aku seorang wanita, tidak pantas kalau aku menyampaikannya sendiri. Menurut kebiasaan bangsa kita pun, yang membicarakan urusan perjodohan adalah orang tua, dan engkau menjadi pengganti orang tuaku."

Ki Tejoranu kembali menghela napas panjang. "Sungguh merupakan tugas yang amat berat, Adikku."

"Apanya yang berat, Lan-ko? Engkau tinggal menghadap dan mengatakan hal itu kepada Gusti Patih. Mengapa ragu dan tampaknya engkau takut-takut?"

"Aku memang takut, Adikku. Takut kalau-kalau engkau ditolak, pengabdianmu tidak diterima."

"Aku yakin akan diterima, Lan-ko. Aku dapat melihat dari sikap dan bicaranya yang manis padaku, melihat sinar matanya yang lembut kalau memandangku. Aku yakin perasaan hatiku ini bukan hanya bertepuk sebelah tangan, Lan-ko."

"Hemm, baiklah, Lan-moi. Akan tetapi hanya dengan syarat, yaitu engkau ikut denganku menghadap Gusti patih!" Melihat adiknya terkejut, dia menyambung cepat. "Aku tidak mau kalau disangka bahwa semua ini kehendakku sendiri saja."

"Baik, Lan-ko. Aku harus berani menghadapi segala kenyataan dan akibatnya” jawab gadis itu dengan tegas.

Kakak beradik itu lalu menghadap Ki Patih Narotama. Ketika Ki Tejoranu menyatakan bahwa dia dan adiknya hendak membicarakan sesuatu yang amat penting dengan Ki Patih sendiri, Ki Patih Narotama lalu menerima mereka di ruangan dalam dan memesan kepada Ki Lurah agar jangan ada yang mengganggu pertemuannya dengan kakak beradik itu.

KINI mereka duduk berhadapan terhalang meja di ruangan dalam. Sinar lampu gantung yang besar itu memberi penerangan yang cukup. Ki Patih Narotama memandang wajah kakak dan adik itu bergantian dengan senyum heran karena dia tidak dapat menduga apa gerangan yang akan dibicarakan mereka yang tampak bersikap aneh dan mengandung rahasia itu.

"Nah, sekarang katakan apakah yang Andika berdua hendak bicarakan dengan aku, Tejoranu dan Kim Lan?" Tanya Narotama dengan sikapnya yang lembut dan ramah seperti biasa.

Ki Tejoranu merasa begitu tegang sehingga sejenak dia tidak mampu mengeluarkan suara. Kim Lan yang duduk di rampingnya menggunakan tangannya untuk menyodok pinggang kakaknya. Karena gerakan itu dilakukan di bawah meja maka agaknya tidak tampak oleh Ki Patih Narotama. Ki Tejoranu kini nekat mulai bicara.

"Begini, Gusti Patih, sebetulnya... eh, sebelumnya kami berdua mohon maaf yang sebesarnya kalau apa yang hendak kami bicarakan Ini terlalu lancang dan membuat Paduka marah...."

Ki Patih Narotama membelalakkan matanya dan tertawa,
"He-he-hehl Tejoranu, apakah engkau mengenal aku sebagai seorang pemarah? Tenanglah dan jangan gugup. Bicara saja secara terbuka, aku tidak akan marah. Bagaimana aku dapat marah kepada orang-orang seperti engkau dan Kim Lan adikmu Ini?"

"Gusti Patih, saya tahu benar akan kebijaksanaan dan kemuliaan hati Paduka, akan tetapi apa yang hendak saya katakan ini... mungkin terlalu lancang...."

"Saudara, Tejoranu. Keragu-raguanmu itu malah tidak mengenakkan hati. Bicaralah yang jelas dan terbuka. Seperti bukan seorang gagah sajal" kata Ki Patih Narotama dengan nada menegur.

"Baik, Gusti. Sesungguhnya begini. Kami dating menghadap Paduka ini untuk mengajukan sebuah permohonan dengan harapan Paduka akan sudi mengabulkan dan menerimanya."

"Katakan dulu, apa permohonan Itu, Tejoranu. Sebelum kalian mengatakan, bagaimana aku dapat memutuskannya?"

"Adik saya ini, Kim Lan, ia berniat untuk suwita (menghambakan diri) kepada Paduka dan mohon agar Paduka sudi menerimanya." Lega hati Ki Tejoranu setelah mengeluarkan apa yang harus dikatakannya.

Ki Patih Narotama tercengang dan memandang kepada Kim Lan yang menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali.

"Suwita...? Maksudnya..., menghambakan diri untuk bekerja membantuku?"

"Tentu saja membantu segala yang dapat la bantu, la akan melaksanakan segala perintah Paduka. Akan tetapi, maksudnya... eh, sesungguhnya, maafkan adik saya, Gusti, sebetulnya Kim Lan mengaku kepada saya bahwa ia amat kagum dan jatuh cinta kepada Paduka dan ia.... ia mohon agar dapat Paduka terima menjadi.... selir Paduka."

Tentu saja Ki Patih Narotama terkejut bukan main, juga merasa heran. "Mencintaku....? Kim Lan...? Yang baru saja bertemu dengan aku...."

Setelah kakaknya menceritakan semua keinginannya kepada Ki Patih Narotama, Kim Lan menyingkirkan semua perasaan malu dan rikuh, dan ia lalu berkata, lirih dan suaranya menggetar.

"Gusti, saya ingin menyerahkan jiwa raga saya kepada Paduka, saya siap membantu Paduka dengan setia, rela berkorban nyawa untuk membela Paduka."

Ki Patih Narotama merasa terharu, akan tetapi dia juga mempertahankan batinnya agar jangan terpikat oleh penawaran yang amat menyenangkan hati itu. Mempunyai seorang selir seperti The Kim Lan. Memiliki kecantikan yang khas, asing namun menarik, juga gadis ini memiliki aji kanuragan yang lumayan dan boleh di andalkan! Akan tetapi perjodohan tidak dapat dilaksanakan begitu saja atas dasar kekaguman. Rasanya masih terlalu pagi bagi seorang gadis untuk begitu saja jatuh cinta kepada seorang pria setelah sekali bertemu. Tentu rasa cintanya Itu timbul dari perasaan kagum. Sebagai seorang patih yang di samping raja menjadi panutan bagi rakyat, dia harus berhati-hati. Dia sudah salah jalan satu kali ketika dia mengambil Dewi Lasmini dari Parang Siluman menjadi selir. Akibatnya geger. Dia merasa menyesal sekali. Kalau sekarang dia menerima Kim Lan sebagai selirnya, kemudian terjadi hal-hal yang tidak baik, dia tentu akan menjadi kesan buruk bagi rakyat. Apalagi Kim Lan adalah seorang bangsa asing! Kecuali Itu, walaupun dia kagum kepada Kim Lan, merasa suka karena gadis itu adik Tejoranu yang dianggap saudara oleh Listyarini lsterinya, namun rasa sukanya itu sama sekali bukan cinta. Tidak ada sedikit pun dalam hatinya perasaan cinta yang mendorongnya untuk memperisteri Kim Lan.

Ki Patih Narotama menghela napas panjang berulang kali, dan dia memandang kepada kakak beradik itu. Dia melihat betapa mereka berdua juga memandang kepadanya. Pandang mata Kim Lan penuh permohonan dan pandang mata Ki Tejoranu penuh harapan. Ki Patih Narotama kembali menarik napas panjang. Sungguh tidak enak perasaan hatinya. Tidak tega dia mengecewakan dua orang ini yang sepatutnya menerima penghargaan yang menggembirakan hati mereka. Dengan wajah sedih, dia mengeraskan hatinya dan berkata penuh nada penyesalan.

"Aduh Tejoranu dan engkau The Kim Lan, bagaimana aku dapat menerima permintaanmu Itu? Keadaan yang tidak memungkinkan. Tejoranu, pahamilah kedudukanku sebagai patih. Kim Lan, hilangkan perasaanmu kepadaku itu. Kita menjadi sahabat saja, menjadi saudara. Engkau seorang gadis yang cantik jelita dan gagah, pasti kelak akan bertemu dengan jodohmu yang serasi. Terpaksa aku tidak dapat menerimamu sebagai isteri seperti yang kau kehendaki itu."

Wajah gadis itu berubah pucat dan ia menundukkan muka, namun tetap saja Ki Patih Narotama dapat melihat betapa kedua mata yang jeli dan Indah Itu mengucurkan air mata. Sementara itu, muka Ki Tejoranu berubah merah sekali. Dia mengepal tinju dan alisnya berkerut, matanya menyinarkan kemarahan. Kalau saja hal yang tidak baik menimpa dirinya sendiri, apalagi yang menyebabkannya Ki Patih Narotama, dia tentu akan menerimanya dengan lapang dada. Akan tetapi sekali ini menyangkut diri Kim Lan, Adiknya yang amat disayangnya, satu-satunya orang yang harus dilindungi dan dibelanya! Dan dia tahu benar akan kekerasan hati adiknya. Penolakan
cintanya ini tentu akan menghancurkan hatinya, selain merasa sedih juga tentu merasa malu karena sebagai seorang gadis ia telah mengaku cinta namun ditolak! Hal ini terjadi karena Kim Lan salah sangka. Ia merasa yakin bahwa Narotama juga mencintanya. Kalau ia tahu bahwa patih itu tidak mempunyai perasaan cinta kepadanya, sampai bagaimana pun juga ia pasti tidak akan mau menyatakan cintanya. Lebih baik menderita patah hati tanpa ada yang mengetahuinyal

"Jadi Paduka menolak cinta adik saya Kim Lan, Gusti Patih?" tanya Ki Tejoranu dengan suara mengandung penasaran. "Paduka menganggap Kim Lan kurang berharga untuk menjadi selir seorang patih?"

Ki Patih Narotama terkejut dan mengerutkan alisnya sambil memandang Tejoranu dengan sinar mata tajam penuh selidik.

"Tejoranu!" katanya dengan suara mengandung teguran. "Persepakatan menjadi suami isteri bukan didasari penilaian berharga atau tidak, melainkan sepenuhnya didasari rasa cinta kedua pihak. Terus terang saja, aku kagum, suka dan hormat kepada The Kim Lan, akan tetapi tidak ada perasaan cinta yang diperlukan untuk ikatan perjodohan itu. Baru saja kami bertemu, bagaimana dapat langsung ada perasaan cinta?"

Tejoranu merasa seolah jantungnya diremas-remas ketika dia melihat adiknya menangis terisak-isak sambil menutupi mukanya dengan kedua tangannya.

"Gusti Patih, Paduka.... Paduka kejam..." Ki Tejoranu berseru marah. Hatinya sakit sekali melihat keadaan adiknya dan dia merangkul Kim Lan yang menangis semakin sedih dalam rangkulan kakaknya.

Ki Patih Narotama maklum bahwa untuk menghilangkan perasaan tidak enak di antara dia dan kakak beradik itu, perlu dia jelaskan tentang kedudukannya, tentang tindakannya yang keliru ketika mengambil Lasmini sebagal selir dan bahwa dia tidak mau melakukan kesalahan lagi.

"Tejoranu, engkau belum mengetahui keadaanku..."

Akan tetapi sebelum dia melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba terdengar suara melengking yang datangnya dari jauh namun terdengar jelas dalam ruangan itu.

"Narotama! Saat kematianmu sudah tiba...!"

Menyusul suara itu, terdengar suara berbletakan di atas genting dan dari atas genteng yang sudah berlubang, kini tampak dua sinar hitam melayang turun dan menyambar ke arah kepala Ki Patih Narotama! Dua sinar hitam Itu mengeluarkan bunyi mencicit dan tercium bau apek memuakkan dan memusingkan memenuhi ruangan itu. Ki Patih Narotama maklum bahwa dia diserang orang yang memiliki kepandaian tinggi, dan serangan yang mengandung sihir tingkat tinggi ini berbahaya sekali. Dua buah benda bersinar hitam itu jelas mengandung racun yang amat jahat. Namun Ki Patih Narotama tidak menjadi gentar atau gugup. Sambil mengerahkan tenaga saktinya, kedua tangannya menampar ke arah dua sinar hitam itu.

"Wirrr.... plak! Plak!" Dua benda bersinar hitam itu terpental dan menghantam dinding.

"Plok! Plok!" Dua buah benda hitam itu jatuh dan ternyata itu adalah dua ekor kelelawar hitam yang kini menggelepar sekarat!

Ki Tejoranu dan Kim Lan terserang bau apek yang menyengat itu dan mereka mulai merasa pusing.

"Tejoranu! Kim Lan! Cepat keluar dari ruangan Ini! Jangan keluar rumah, ada musuh yang sakti mandraguna dan berbahaya sekail. Diam saja dalam kamar kalian!"

Ki Tejoranu yang masih merangkul adiknya lalu meninggalkan ruangan itu bersama Kim Lan yang masih menangis. Mereka lari ke kamar Ki Tejoranu dan setelah memasuki kamar, Kim Lan menjatuhkan diri di atas kursi dan menangis sedih.

"Lan-ko, aku malu... ah, aku malu, menyesal dan hancur perasaan hatiku! Dia... dia menolakku, Lan-ko... ah, lalu bagaimana aku ini... hu-hu-huuh...!"

Melihat keadaan adiknya yang menangis mengguguk itu, Ki Tejoranu menghiburnya. 'Tenanglah, Adikku. Engkau tidak perlu memikirkan dia, di sana masih banyak pemuda yang pantas menjadi suamimu kelak."

“Tidak! Tidak, Lan-ko... kebahagiaan dan harapan hidupku sudah hancur. Rasanya.... tidak ada artinya lagi aku hidup!"

"Jangan berkata begitu, Lan-moi. Kalau dia memang amat menyakitkan hatimu karena penolakannya yang kejam, kita putuskan hubungan dengannya dan mari kita pergi saja."

"Tidak, Lan-ko. Bagaimana pun Juga, aku tetap mencintanya, aku akan membelanya dengan taruhan nyawaku!'

"Lan-mol...!"

Pada saat Itu, terdengar bunyi ledakan keras di atas genteng sehingga mengejutkan mereka. Tiba-tiba Kim Lan tampak marah dan ia mencabut pedangnya.

"Jahanam busuk mana berani mengganggu Gusti Patih Narotama!" Setelah berteriak demikian, gadis ini laiu melompat keluar dari jendela kamar itu.

"Lan-moi....!" Ki Tejoranu cepat mengejar adiknya, melompat keluar pula dari jendela itu.

Sementara itu, setelah dua ekor kelelawar hitam itu tertampar jatuh oleh tangkisan Ki Patih Narotama dan kakak beradik itu keluar dari ruangan, terdengar ledakan di atas genteng dan dari lubang di atas genteng kini meluncur sinar api menyala-nyala ke arah Ki Patih Narotama. Ki Patih Narotama kini sudah bangkit berdiri dari kursinya dan melihat sinar api bernyala itu meluncur ke arah dadanya seperti sebatang anak panah berapi, dia mengelak dengan gesit sehingga sambaran sinar berapi Itu luput dan meluncur lewat. Akan tetapi hebatnya, sinar berapi itu seolah hidup dan memiliki mata karena sebelum membentur dinding, sinar itu sudah melayang berputaran seperti seekor burung di ruangan itu lalu meluncur lagi menyerang ke arah kepala Ki Patih Narotama!

Ki Patih Narotama mengerahkan tenaga sakti ke matanya dan kini dia dapat melihat bahwa sinar berapi itu ternyata adalah sebatang keris luk tujuh! Keris dapat mengeluarkan sinar api bernyala dan dapat melayang-layang mencari sasaran itu jelas bukan keris biasa, melainkan sebatang keris ampuh yang "dikendalikan" kekuatan sihir yang ampuh!

Ketika keris itu menyambar dekat, Ki Patih Narotama miringkan tubuhnya sehingga keris meluncur di sampingnya. Dia cepat menggerakkan tangannya untuk menghantam keris itu agar patah atau terlempar.

"Wuuutt...!" Tamparan ampuh tangan Ki Patih Narotama itu tidak mengenai sasaran. Keris itu secara aneh telah dapat mengelak sehingga tamparan itu luput! Keris itu melayang-layang lagi, bagaikan seekor burung rajawali mengintai calon korbannya dan mencari kesempatan dan posisi terbaik untuk menyerang lagi!

Pada saat itu, di atas genteng terjadi perkelahian yang seru. Ketika The Kim Lan melompat keluar dari kamar kakaknya, ia melihat bayangan orang di atas genteng rumah kelurahan itu. Kebetulan malam itu bulan bersinar terang sehingga memudahkan ia untuk melihat keadaan di luar rumah. Melihat bayangan itu, Kim Lan yang bertekad untuk membela Ki Patih Narotama dan menangkap penyerang gelap, hidup atau mati, segera membentak dan melompat naik ke atas genteng.

Begitu tiba di atas atap rumah kelurahan, sebatang ruyung menyambutnya dengan hantaman yang dahsyat ke atas kepalanya. Kim Lan cepat mengelak kiri dan ketika ruyung meluncur lewati pedangnya sudah menusuk ke arah pemegang ruyung yang bertubuh kurus tinggi. Tusukannya cepat sekali dan datang dari arah bawah meluncur ke arah ulu hati lawan.

"Tranggg...!"

Bunga api berpijar ketika pedangnya ditangkis orang dari samping. Penangklsnya itu seorang iaki-Iaki tinggi besar yang bersenjata sebatang klewang (golok) besar. Biarpun ia menghadapi pengeroyokan dua orang lawan yang melihat dari gerakannya jelas memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, Kim Lan tidak menjadi takut dan ia membentak,

"Langkahi dulu mayatku sebelum kalian dapat membunuh Gusti Patih!" Setelah membentak demikian, gadis itu mengamuk dengan pedangnya yang diputar cepat sekali membentuk gulungan sinar menyambar-nyambar. Dua orang pengeroyoknya juga menggerakkan senjata mereka dan terjadilah perkelahian yang seru di atas genteng.

Akan tetapi Ki Tejoranu datang membantu. Dia marah melihat adiknya dikeroyok dua orang dan sepasang goloknya lalu diputar cepat dan dia sudah menyerang orang yang bersenjata ruyung karena biarpun tubuh orang ini tinggi kurus, namun gerakan ruyungnya dahsyat sekali. Pada saat dua orang kakak beradik ini berkelahi dengan dua orang itu, Ki Patih Narotama masih dikejar-kejar keris yang dapat terbang dan seperti dikemudikan burung yang tidak tampak itu. Dia merasa penasaran sekali karena beberapa kali, tangannya yang menampar ke arah keris itu selalu luput. Tahulah Narotama bahwa keris itu digerakkan oleh tenaga sihir yang amat kuat. Maka dia lalu mengerahkan tenaganya, menyalurkan ke dalam kedua telapak tangannya, kemudian ketika keris itu untuk ke sekian kalinya meluncur bagaikan anak panah ke arahnya, dia menyambut dengan mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah benda bersinar seperti api bernyala itu.

"Wuuuutttt.... darrr...l" Terdengar bunyi ledakan keras dan keris Itu terpental dan meluncur keluar dari lubang di atap dari mana dia tadi masuk.

Pada saat itu, Kim Lan dan Ki Tejoranu masih bertanding seru melawan dua orang di atas genteng. Ternyata lawan mereka itu cukup tangguh sehingga pertandingan itu seru dan seimbang. Tiba-tiba tampak sinar bernyala meluncur keluar dari atap rumah.

"Singgg... cappll" Keris yang tadi dipukul balik oleh tenaga sakti Ki Patih Narotama itu meluncur dan menancap di punggung Kim Lan dari belakang!

Kim Lan merintih lirih, pedangnya terlepas dan jatuh berkerontangan di atas genteng, tubuhnya terkulai roboh dan terguling-guling di atas genteng akan tetapi tertahan oleh sambungan wuwungan sehingga tidak sampai melayang jatuh ke bawah.

"Lan-moi....!" Ki Tejoranu berteriak, akan tetapi dia harus memutar sepasang goloknya karena sekarang dia dikeroyok dua yang membuat dia repot dan kewalahan.

Pada saat yang gawat itu, tubuh Ki Patih Narotama melayang ke atas genteng dan melihat Ki Tejoranu dikeroyok dua, dia lalu melompat dekat dan begitu dia menggerakkan kedua tangannya ke arah dua orang pengeroyok itu, mereka terhuyung ke belakang seperti tertiup angin topan yang amat kuat. Dua orang itu terkejut sekali dan mereka kini menujukan serangan mereka kepada Ki Patih Narotama. Ki Tejoranu yang telah terbebas dari pengeroyokan, kini lari menghampiri tubuh adiknya yang rebah miring.

"Lan-moi....!" Dia berlutut dan pada saat Itu, keris yang menancap di punggung Kim Lan itu tiba-tiba seperti tercabut dan melayang pergi, berbentuk sinar berapi. Ki Tejoranu merangkul adiknya, ditelentangkan dan dirangkul.

"Lan-moi, bagaimana keadaanmu?" tanya Ki Tejoranu akan tetapi melihat keadaan adiknya itu, dia tidak memerlukan jawaban lagi. Adiknya terluka parah sekali dan napasnya terengah-engah, tubuhnya terasa panas.

"Lan-ko.... bagaimana dengan.... Gusti Patih Narotama....? Dia selamat, bukan...?"

Ki Tejoranu menggigit bibirnya. Dalam keadaan terluka parah seperti itu, Kim Lan seolah tidak memperdullkan keadaan diri sendiri dan yang dikhawatirkan adalah keselamatan Ki Patih Naro-tamal Ah, betapa besarnya kasih sayang adiknya terhadap patih Itu, dan Patih Narotama menolak cinta yang sebesar dan sedalam itu!

Lanjut ke Jilid 024 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment