Ads

Wednesday, October 17, 2012

Nurseta Satria Karangtirta Jilid 027

◄◄◄◄ Kembali

"Akan tetapi, tempat itu termasuk daerah Wura-wuri, Anakmas! Berbahaya sekali!"

Nurseta tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya.
"Ayah Ibuku berada di sana juga tidak apa-apa, Paman Tejomoyo. Sekali lagi, aku sungguh merasa amat berterima kasih kepadamu. Paman telah memberi kabar yang teramat penting bagiku dan amat membahagiakan hatiku. Nah, aku pergi, Paman!"

Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Nurseta sudah lenyap dari depan Ki Tejomoyo sehingga orang tua itu mengejar ke depan, akan tetapi sudah tidak melihat lagi bayangan Nurseta. Dia hanya berdiri terlongong dan kagum.

Nurseta memasuki wilayah Kerajaan Wura-wuri setelah melakukan perjalanan cepat dari Karang Tirta. Dia ingin sekali segera tiba di kaki Gunung Semeru, mencari ayah ibunya yang kabarnya tinggal di dusun Singojajar. Dia sudah membayangkan betapa akan bahagianya bertemu dengan ayah dan ibunya. Dia masih dapat membayangkan wajah ayah dan ibunya. Walaupun dua belas tahun lebih telah lewat sejak mereka meninggalkan dia, dia pasti akan mengenal mereka. Mungkin mereka akan tampak lebih tua, akan tetapi dia masih Ingat benar. Ayahnya, Dharmaguna, adalah seorang laki-laki yang berwajah tampan, berkulit bersih walau agak hitam, dan gerak-gerik serta tutur sapanya lembut halus.

Ibunya, Endang Sawitri, adalah seorang wanita cantik berkulit putih, seingatnya bertubuh ramping padat dan ibunya dahulu pandai menunggang kuda dan pandai pula menggunakan anak panah dan memiliki kegagahan. Ibunya pernah menceritakan betapa di waktu muda ibunya juga pernah mempelajari aji kanuragan. Tentu saja kini dia mengerti. Sebagai puteri seorang senopati, tentu saja ibunya juga sedikit banyak memiliki kegagahan.

Nurseta juga maklum akan bahayanya memasuki wilayah Wura-wuri. Wura-wuri adalah musuh bebuyutan Kahuripan dan beberapa tahun yang lalu pernah mencoba menyerang Kahuripan bersama para sekutunya. Namun penyerangan itu gagal: Karena dia sendiri terlibat dalam pertempuran itu, maka dia tentu dikenal oleh para tokoh Kerajaan atau Kadipaten Wurawuri. Kalau hal lni terjadi, tentu dia akan mengalami kesulitan untuk dapat bertemu dengan ayah ibunya, bahkan bukan itu saja bahayanya, melainkan lebih buruk lagi orang tuanya dapat terseret dan diganggu orang-orang Wura-wuri.

Dengan hati-hati Nurseta melakukan perjalanan menuju Gunung Semeru yang merupakan perbatasan antara Kadipaten Wurawuri dan Kerajaan Kahuripan. Dia memasuki daerah Wurawuri dari selatan maka perjalanan menuju Gunung Semeru masih cukup jauh. Dia selalu waspada. Kalau hanya bertemu penduduk biasa, dia tidak khawatir dikenal orang. Akan tetapi kalau bertemu dengan pasukan atau orang-orang berpakaian bangsawan atau perwira, dia selalu menyelinap agar tidak terlihat.

Pada suatu hari Nurseta keluar dari sebuah dusun dan berjalan di atas jalan umum di samping hutan. Dia merasa kagum juga melihat keadaan Kadipaten Wura-wuri. Keadaan rakyatnya tidaklah sengsara benar, dan orang-orang Wurawuri tampak tampan dan cantik. Dia memang pernah mendengar bahwa penduduk Wura-wuri memiliki wajah yang elok, sebaliknya orang-orang Wengker sebagian besar buruk rupa.

Selagi dia berjalan dengan santai dan waspada, tiba-tiba dia mendengar langkah kaki banyak kuda dari arah belakangnya. Cepat Nurseta menyelinap di balik pohon-pohon besar di tepi jalan dan mengintai untuk melihat siapa mereka yang berkuda itu. Tak iama kemudian dia melihat banyak orang berkuda menjalankan kuda mereka dengan santai. Agaknya mereka sengaja menjalankan kuda mereka perlahan-lahan karena kuda-kuda itu telah mandi keringat, agaknya telah melakukan perjalanan jauh yang melelahkan dan sekarang dijalankan perlahan untuk memberi kesempatan istirahat kepada kuda-kuda itu.

Ketika rombongan tiba dekat, Nurseta terkejut. Yang menunggang kuda di depan adalah seorang wanita dan seorang pria. Wanitanya berpakaian gemerlapan mewah sekali, usianya sekitar dua puluh delapan tahun, tubuhnya ramping padat, wajahnya cantik jelita akan tetapi mata dan mulutnya membayangkan kegenitan, kulitnya agak hitam manis. Dia tidak mengenal wanita itu. Akan tetapi tentu saja dia mengenal laki-laki yang menunggang kuda di dekat wanita itu. Resi Bajrasakti, dia tak salah lagi. Biarpun sudah sekitar enam tahun dia tidak melihat kakek tinggi besar dan mukanya penuh brewok, kulitnya hitam dan wajahnya kasar dan bengis itu, dia tidak dapat melupakannya. Resi Bajrasakti ini yang dulu bersama Nyi Dewi Durgakumala hendak merampas keris pusaka Megatantra dan mereka berdua dikalahkan gurunya, mendiang Empu Dewamurti.

Begitu mengenal Resi Bajrasakti, Nurseta teringat akan pesan Sang Bhagawan Ekadenta, agar dia berhati-hati terhadap Wengker karena permaisuri Wengker yang bernama Dewi Mayangsari diambil murid Nini Bumigarbo. Resi Bajrasakti adalah tokoh Wengker, maka wanita cantik yang pakaiannya amat mewah ini mungkin sekali Dewi Mayangsari permaisuri Wengker yang diambil murid Nini Bumigarbo itu! Di belakang kedua orang ini terdapat pasukan yang rata-rata bertubuh tinggi besar dan kokoh kuat, sebanyak dua losin orang perajurit. Tidak salah lagi, mereka itu tentu para perajurit Wengker yang mengawal permaisuri Wengker dan Resi Bajrasaktl itu. Akan tetapi mengapa orang-orang penting Kadipaten Wengker memasuki daerah Wura-wuri? Tidak aneh, pikirnya. Memang dua kadipaten besar itu bersama kadipaten-kadlpaten kecil seperti Kerajaan Parang Siluman dan Kerajaan Siluman Laut Kidul mempunyai hubungan dan mereka pernah bekerja sama untuk memusuhi Kerajaan Kahuripan.

Dia tetap bersembunyi sampai rombongan itu lewat. Dia dapat menduga bahwa mereka itu pasti hendak berkunjung kepada Raja Wura-wuri, entah dengan maksud apa. Diam-diam dia memikirkan apa yang terjadi dengan adik perempuan tiri Puspa Dewi yang bernama Niken Harni yang melakukan pengejaran terhadap mereka yang menculik Nyi Lasmi. Mungkin sekali Niken Harni mengejar ke daerah Wengker karena bukankah para penculik itu orang-orang dari Wengker? Dan tentu saja Puspa Dewi yang mencari adiknya itu pun besar kemungkinan pergi ke Wengker. Apakah kepergian para tokoh Wengker ke Wura-wuri ini ada hubungannya dengan Puspa Dewi dan Niken Harni?

Nurseta melanjutkan perjalanan menuju Gunung. Semeru. Karena yang dia datangi merupakan daerah yang asing baginya, maka perjalanannya tidak dapat cepat. Dia harus bertanya-tanya dalam perjalanan dan untuk bertanya pun dia harus memandang orangnya, karena kalau bertanya kepada orang yang keliru, dapat menimbulkan kecurigaan yang hanya akan mengganggu pencariannya.

**** ****
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment