Ads

Monday, November 12, 2012

Nurseta Satria Karangtirta Jilid 035

◄◄◄◄ Kembali

Demikianlah, pagi itu mereka bertiga yang mengikuti Drohawisa sebagai penunjuk jalan telah memasuki pekarangan dan tiga orang itu sudah berlompatan turun dari atas kuda dan Drohawisa segera berseru.

"Itulah ia Puspa Dewi!"

Puspa Dewi menghadapi tiga orang itu dengan sikap tenang. Kalau mungkin, ia tidak ingin membuat keributan dan bertanding dengan orang-orang Wengker karena kedatangannya adalah untuk mencari Niken Harni. Ia tidak mempunyai urusan dengan tiga orang ini.

"Benar, aku adalah Puspa Dewi. Andika siapakah dan ada keperluan apa mencari aku di sini?"

Ki Surogeni memandang kagum dan tangan kirinya meraba kumisnya yang tebal.
"Heh, Puspa Dewi. Tentu Andika ini Sekar Kedaton Wura-wuri yang dikabarkan berkhianat itu! Ketahuilah, aku adalah Ki Surogeni, Ayah kandung Dewi Mayangsari, permaisuri Wengker. Dua orang ini pembantuku Wirobento dan Wirobandrek. Kami mendengar bahwa Andika telah melukai anak buah kami Drohawisa, karena itu kami datang menemuimu!"

"Ah, kiranya Andika adalah Ki Surogeni, Ayah dari Dewi Mayangsari! Aku memang memberi hajaran kepada Drohawisa karena dia mengganggu seorang wanita. Aku tidak percaya bahwa sebagai Ayah permaisuri Wengker Andika akan membela seorang penjahat yang menjadi perusak pagar ayu, Ki Surogeni!"

Ki Surogeni menggulung ujung kumisnya dengan ibu jari dan telunjuk kirinya sambil mengerling ke arah Drohawisa yang masih duduk di atas kudanya dengan wajah pucat mendengar ucapan Puspa Dewi tadi.

"Hemrn, kami akan melakukan tlndakan kepada anak buah kami kalau dia bersalah, Puspa Dewi. Akan tetapi, engkau telah melanggar wilayah kami, memasuki daerah Wengker tanpa ijin."

"Ki Surogeni, aku memasuki daerah Wengker bukan dengan niat bermusuhan. Aku ke sini untuk mencari Adikku yang bernama Niken Harni. Kebetulan sekali Andika datang. Andika tentu mengetahui di mana adanya Adikku Niken Harni, maka katakanlah kepadaku, di mana ia?"

Tentu saja Ki Surogeni telah mendengar bahwa Niken Harni menjadi tamu di Istana Kadipaten Wengker, walaupun dia tidak tahu bahwa gadis itu kini telah dibawa pergi Nini Bumigarbo.

"Hemm, kiranya Andika mencari Niken Harni? Gadis itu kini menjadi tamu Istana Kadipaten. Akan tetapi karena Andika memasuki wilayah kami tanpa ijin, bahkan begitu dating membuat ribut dalam perkara orang Wengker yang sebenarnya Andika tidak mempunyai hak untuk mencampuri, maka menyerahlah Andika untuk kami tangkap dan kami hadapkan kepada Sang Adipati Wengkerl"

"Hemm, aku telah sejak kecil mengenal Linggajaya yang kini menjadi Adipati Wengker. Aku mau kalian antar menghadap dia, akan tetapi sebagai tamu yang hendak mencari Adikku, bukan sebagai tawanan!"

"Puspa Dewi! Andika memandang rendah kepadaku! Aku tidak ingin mempergunakan kekerasan, maka menyerahlah untuk menjadi tangkapanku dan kuhadapkan Sang Adipati."

"Ki Surogeni, sekali lagi kutegaskan. Aku tidak mencari permusuhan, akan tetapi aku juga tidak mau diperhina dan dijadikan tawanan. Baik secara halus maupun kasar, aku tidak mau dijadikan tawanan. Aku akan menghadap Sang Adipati sebagai seorang tamu! Terserah kalau Andika hendak menggunakan cara halus maupun kasar!"

"Andika menantang? Wirobento dan Wirobandrek, kalian tangkap gadis sombong ini!"

Andaikata mereka berdua tidak disertai Warok Surogeni, Wirobento dan Wirobandrek tidak akan berani menyerang Puspa Dewi karena mereka sudah mendengar akan kesaktian gadis itu yang kabarnya memiliki ketangguhan yang setingkat dengan Adipati Linggawijaya sendiri. Akan tetapi karena ada Warok Surogeni di situ, mereka menjadi berani dan mendengar atasan mereka mengeluarkan perintah itu, mereka berdua dengan sikap gagah lalu menerjang maju, menyerang Puspa Dewi dari kanan kiri.

Puspa Dewi tidak ingin memberi hati. begitu dua orang itu menyerangnya dari kanan kiri, ia sudah mendahului gerakan mereka. Tubuhnya melesat ke depan menyambut kedua orang itu dengan tendangan beruntun ke kanan kiri dengan kedua kakinya.

"Wuut... suuuttt... desss! Desss!" Dua orang jagoan Wengker itu terlempar dan jatuh berguling-guling terkena sambaran kedua kaki Puspa Dewi yang cepat dan mengandung kekuatan dahsyat itu. Mereka terbanting dan merasa pening, juga dada mereka sesak karena tendangan tadi mengenai dada mereka. Puspa Dewi menendang sambil melompat tinggi, kedua kakinya menendang ke kanan kiri dan gerakan ini cepat bukan main sehingga tidak dapat diikuti dengan pandang mata.

Melihat ini, Ki Surogeni menjadi terkejut juga. Dia tahu bahwa memang tingkat kepandaian dua orang anak buahnya itu belum berapa tinggi, akan tetapi kalau dibandingkan dengan para perajurit biasa, mereka berdua itu sudah termasuk jagoan yang cukup digdaya dan tangguh. Masa, dalam segebrakan saja mereka berdua sudah dapat dirobohkan oleh gadis itu, hal ini membuktikan bahwa gadis itu memang memiliki kesaktian yang luar biasa. Bagaimanapun juga, dia masih memandang rendah. Gadis itu tampak sakti sekali karena dua orang anak buahnya itu yang lemah dan bodoh. Maka dia lalu melangkah maju menghampiri Puspa Dewi dan tersenyum, masih memandang rendah.

"Puspa Dewi, jangan mengira bahwa karena sudah mampu mengalahkan Wirobento dan Wirobandrek, engkau akan dapat merajalela di Kadipaten Wengker. Hanya karena merasa malu melawan seorang gadis muda, maka aku tadi menyuruh dua orang anak buahku itu maju melawanmu. Nah, sekarang aku sendiri maju dan Ingin aku melihat sampai di mana tingginya kesaktianmu."

“Ki Surogeni, sekali lagi aku tegaskan bahwa sungguh aku tidak bermaksud mencari permusuhan di Wengker. Aku hanya ingin mencari Adikku Niken Harni. Marilah, kalau Andika hendak mengajak aku pergi menghadap Adipati Linggawijaya, karena memang aku Ingin bertemu dengan dia untuk mencari Adikku. Akan tetapi aku hanya mau pergi sebagai seorang tamu, bukan sebagai seorang tawanan."

"Hemm, Puspa Dewi. Sudah lama aku mendengar bahwa Andika seorang gadis yang digdaya dan angkuh. Keangkuhanmu sudah kulihat sekarang, akan tetapi kesaktianmu belum. Sekarang mari kita bertanding mengukur keampuhan aji masing-masing. Kalau Andika mampu mengalahkan aku, barulah aku akan mengiringimu sebagai seorang tamu Kadipaten Wengker. Sebaliknya kalau Andika kalah, Andika akan menjadi tawananku."

Puspa Dewi mengerutkan alisnya. Bagaimanapun juga, seandainya Niken Harni benar-benar berada di Kadipaten Wengker, tentu ia harus siap menghadapi tantangan kekerasan dari Adipati Linggawijaya. Mereka tentu tidak akan mudah begitu saja melepaskan Niken Harni. Maka, tantangan ayah dari Permaisuri Wengker ini harus diterimanya untuk memperlihatkan mereka bahwa ia bersungguh-sungguh ingin membebaskan adik kandungnya itu, dan bahwa ia siap menentang dengan kekerasan kalau Kadipaten Wengker menolak untuk menyerahkan Niken Harni kepadanya. Keterangan Ki Surogeni bahwa adiknya itu menjadi tamu di Wengker, membuat ia curiga dan khawatir. Niken Harni memasuki Wengker untuk menyelamatkan Nyi Lasmi yang diculik anak buah Ki Suramenggala yang kini kabarnya telah diangkat menjadi seorang Tumenggung di Wengker. Maka, kiranya tidak mungkin kalau Niken Harni diterima sebagal tamu dan diperlakukan dengan baik. Apalagi mengingat bahwa watak Niken Harni amat berani dan galak. Besar kemungkinan adiknya itu menjadi tawanan. Maka ia harus siap melawan dan kalau memang benar kekhawatirannya bahwa Niken Harni tertawan, ia akan menggunakan kekerasan untuk membebaskannya.

Ia tahu bahwa ia berada di guha harimau, berada di Kerajaan Wengker di mana terdapat banyak orang sakti mandraguna dan terdapat banyak sekali Pasukan. Tak mungkin ia seorang diri akan mampu melawan mereka semua. Namun, demi keselamatan Niken Harni, ia siap menghadapi bahaya bagi dirinya sendiri.

"Baik, tantanganmu kuterima, Ki Surogeni! Aku percaya bahwa ayah seorang permaisuri tidak akan bertindak curang dan melanggar janji. Kalau aku dapat mengalahkan Andika, aku akan berkunjung ke istana Kerajaan Wengker sebagai seorang tamu dan Andika mengantarku."

Diam-diam warok besar itu merasa kagum juga. Gadis ini sungguh memiliki keberanian luar biasa. Seorang diri berani memasuki daerah yang mungkin memusuhinya! Jarang ada orang, bahkan seorang senopati sekalipun mungkin tidak ada, yang berani begitu nekat memasuki daerah lawan seorarig diri saja, menghadapi kemungkinan dikeroyok puluhan ribu orang pasukan Sudah lama dia yang berusia lima puluh tahun hidup menduda. Kalau saja dia dapat memiliki gadis seperti Ini menjadi isterinya, wah, alangkah senangnya! Harta dan kedudukan dia sudah tidak butuh lagi karena dia tidak kekurangan harta benda, dan dia adalah ayah mertua Sang Adipati Wengker, berarti kedudukannya sudah tinggi dan dihormati seluruh orang Wengker. Akan tetapi sisihan atau teman hidup yang akan memuaskan hatinya dia belum punya.

Dia dapat setiap saat bersenang-senang dengan wanita yang dipilihnya, namun belum pernah ada seorang wanita secantik Puspa Dewi. Isterinya dulu, ibu kandung Dewi Mayangsari, juga seorang wanita cantik, akan tetapi isterinya itu telah meninggal dunia karena sakit. Tentu saja dia tidak sungguh-sungguh ketika berjanji bahwa dia akan menghadapkan gadis ini sebagai tawanan ke Kadipaten Wengker. Baru saja dia mendengar bahwa Niken Harni menjadi tamu kadipaten itu
dan pada saat ini, baik Sang Adipati Linggawijaya maupun Dewi Mayangsari, tidak berada di istana mereka. Adipati LinggaVijaya pergi ke Parang Siluman dan Kerajaan Siluman Laut Kidul untuk mengajak kedua kadipaten itu untuk bekerja sama meruntuhkan Kahuripan. Adapun Dewi Mayangsari juga pergi ke Kerajaan Wura-wuri dengan maksud yang sama.

Empat kerajaan kecil itu hendak mengadakan persekutuan lagi untuk mengulang usaha mereka yang dulu gagal, yaitu membunuh Sang Prabu Erlangga dan Kl Patih Narotama, menghancurkan Kerajaan Kahuripan yang menjadi musuh bebuyutan mereka.

"Puspa Dewi, sebaliknya Andika tentu tidak akan mengingkari janji bahwa kalau Andika kalah, Andika menjadi tawanan dan akan kubawa ke kadipaten."

"Baik, aku telah siap, Ki Surogeni!" kata Puspa Dewi dan gadis ini berdiri tenang dan santai di depan calon lawannya, dalam jarak sekitar tiga tombak.

"Puspa Dewi, sambut ini !" Warok Ki Surogeni mengangkat kedua tangannya yang membentuk cakar harimau, seluruh tubuhnya tergetar dan bergoyang-goyang, mulutnya meringis dan bibir atasnya bergerak-gerak, lalu terdengar gerengan yang amat dahsyat dan menggetarkan. Tiga ekor kuda tunggangan mereka meringkik ketakutan, mengangkat kaki depan ke atas lalu melarikan diri keluar dari pekarangan.

Bahkan kuda yang ditunggangi Drohawisa juga meringkik ketakutan. Sia-sia saja tangan kiri Drohawisa berusaha menenangkan kuda dengan menarik kendali. Bahkan kuda itu ikut melompat-lompat melarikan diri sehingga tubuh Drohawisa yang masih lemah itu terlempar dari punggung kuda dan terbanting jatuh ke atas tanah! Itulah Aji Sanghara Macan, yaitu serangan melalui suara yang amat kuat dan mengandung getaran bergelombang yang dapat melumpuhkan lawan, seperti auman harimau yang dapat melumpuhkan korban yang menjadi calon mangsanya.

Akan tetapi getaran suara yang dahsyat Itu seolah tidak terasa oleh Puspa Dewi, padahal la yang dlserang secara langsung. Serangan Itu bagaikan gelombang samudera yang menghantam batu karang, setelah gelombang itu lewat, batu karang masih berdiri tegak. Atau seperti angin badai menerjang bukit karang. Angin lewat, bukit karang tetap tak terpengaruh. Melihat serangannya dengan Aji Sanghara Macan itu sama sekali tidak mempengaruhi lawan, Ki Surogeni merasa penasaran. Kini dia melompat ke depan dan berseru nyaring,

"Sambut seranganku!" Dia sudah menerjang dengan tamparan telapak tangan kirinya, disusul pukulan ke arah perut. Tamparan tangan kiri itu menyambar ke arah kepala Puspa Dewi. Gadis ini dengan tenang namun lincah sekali mengelak sehingga dua pukulan lawan itu luput. Puspa Dewi membalas dengan dua kali tendangan, namun Ki Surogeni juga dapat menangkis dua tendangan ini lalu menyerang lagi semakin ganas. Terjadilah pertandingan yang seru. Akan tetapi. Puspa Dewi yang pernah menerima gemblengan Sang Bhagawan Satyadharma, kini memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Kalau ia menghendaki, ia akan mampu mengalahkan KI Surogeni dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu dengan menggunakan aji yang paling ampuh. Namun, ia tidak ingin membunuh orang, apalagi lawannya ini adalah ayah Dewi Mayangsari permaisuri Wengker. Maka, Puspa Dewi membatasi tenaganya sehingga pertandingan itu berlangsung seru.

Akan tetapi diam-diam Ki Surogeni terkejut bukan main dan mulai merasa gentar. Semua serangannya tidak mampu menyentuh ujung baju gadis itu dan setiap serangan gadis itu tak dapat dia elakkan dan terpaksa dia tangkis. Akan tetapi setiap kali lengannya beradu dengan tangan gadis itu ketika dia menangkis, dia merasa lengannya tergetar hebat yang menjalar ke seluruh tubuhnya!

Sebenarnya, Ki Surogeni kini maklum bahwa nama besar Puspa Dewi sebagai seorang gadis yang sakti mandraguna, bukan nama kosong belaka. Akan tetapi untuk mengaku bahwa dia kalah atau takut, dia merasa malu. Dia adalah seorang jagoan warok yang terkenal di Wengker. Masa dia harus mengaku kalah terhadap seorang gadis muda belia ini? Karena merasa bahwa dalam adu ilmu silat dia akhirnya tentu kalah karena selain kalah kuat tenaga saktinya, juga gerakannya kalah cepat dan lincah, maka tiba-tiba Ki Surogeni melompat ke belakang dan menggunakan aji pukulan mautnya.

"Aji Bala Latul!" Ketika kedua tangannya yang terbuka itu mendorong ke arah Puspa Dewi, ada uap panas sekali menyambar ke arah Puspa Dewi.

Melihat aji pukulan yang ampuh ini, Puspa Dewi menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula, akan tetapi ia membatasi tenaganya karena maklum bahwa kalau terlalu kuat ia menyambut pukulan maut Ki Surogeni itu dapat membalik dan mungkin membunuhnya.

"Wuuuuttt.... byarrr....!!" Tubuh Kl Surogeni terdorong ke belakang sampai dia terhuyung-huyung. Pukulannya memballk dan dia merasa dadanya panas dan sesak, wajahnya pucat dan setelah dapat berdiri tegak dia memejamkan mata dan menarik napas panjang-panjang untuk melindungi dadanya. Kemudian dia membuka matanya memandang kepada Puspa Dewi yang masih berdiri santai dan tersenyum kepadanya.

"Bagaimana, Ki Surogeni? Apakah Andika sekarang mau mengantar aku sebagai tamu yang berkunjung ke Kadipaten Wengker?"

TENTU saja Ki Surogeni tidak dapat menolak dan mengingkari janji. Pula, ini merupakan kesempatan baik baginya untuk membalas kekalahannya. Puterinya, Dewi Mayangsari, sedang tidak berada di istana. Demikian pula Adipati Linggawijaya, mantunya. Akan tetapi di sana terdapat para senopati yang memiliki kepandaian tinggi, terutama sekali Resi Bajrasakti, guru dari Adipati Linggawijaya. Kalau sudah berada di kadipaten dan berhadapan dengan Resi Bajrasakti, maka Sang Resi tentu akan dapat bertindak dan membereskan gadis yang berbahaya ini!

"Andika memang sakti mandraguna dan pantas menjadi tamu Istana Wengker, Puspa Dewi. Mari, kuantar Andika ke sana." Ki Surogeni memberikan kuda yang tadi ditunggangi Drohawisa kepada Puspa Dewi, lalu bersama Wirobento dan Wirobandrek dia mengantar Puspa Dewi menuju ke Kadipaten Wengker. Drohawisa yang ditinggalkan menyumpah-nyumpah, akan tetapi setelah tiga orang atasan itu pergi jauh. Terpaksa dia terpincang-pincang berjalan kaki sambil menahan rasa nyeri pada tangan kanan dan kaki kirinya yang buntung.

Dengan sikap tenang dan angkuh, Puspa Dewi tampak gagah ketika ia memasuki istana Kadipaten Wengker bersama Kl Surogeni. Tentu saja sebelum Puspa Dewi diajak memasuki istana Wengker, lebih dulu Wirobento dan Wirobandrek cepat melaporkan tentang kedatangan Puspa Dewi itu kepada Resi Bajrasakti dan Ki Tumenggung Suramenggala.

Para perajurit pengawal yang berjaga di Istana itu berdiri tegak dalam keadaan siap. Akan tetapi mata mereka memandang penuh kagum dan gentar terhadap gadis cantik jelita yang melangkah tenang di samping Ki Surogeni, memasuki ruangan tamu di sebelah pendapa istana Kadipaten Wengker. Banyaknya perajurlt pengawal yang berada di sekitar istana, memenuhi halaman istana yang luas dan berjaga di sepanjang lorong sampai ke pendapa, sama sekali tidak membuat Puspa Dewi merasa gentar. Sebagai seorang yang pernah menjadi Sekar Kedaton Kerajaan Wura-wuri, Puspa Dewi tentu saja tidak merasa asing dengan kemewahan yang terdapat di istana Wengker itu. Akan tetapi ia pun tahu bahwa banyaknya perajurit pengawal di luar dan dalam istana itu tidaklah wajar. Ia menduga bahwa pihak istana berada dalam keadaan siap siaga dan bahwa istana itu setidaknya bagian pendapa dan ruang tamunya, telah dikepung pasukan! Pasti Wiro-bento dan Wirobandrek yang telah memberi laporan dan Linggawijaya yang sekarang menjadi Adipati Linggawijaya itu lelah membuat persiapan!

Namun hal ini tidak mambuat hati Puspa Dewi menjadi jerih. Ketika Puspa Dewi dan Ki Surogeni memasuki ruangan tamu yang luas dan mewah itu, di situ telah menunggu Resi Bajrasakti dan Ki Tumenggung Suramenggala. Tentu saja Puspa Dewi mengenal baik dua orang laki-laki tua ini. Ki Suramenggala adalah bekas Lurah Dusun Karang Tirta, bahkan pernah menjadi ayah tirinya karena ibunya menjadi selir bekas lurah ini. Mengingat bahwa ibu kandungnya baru-baru ini diculik oleh orang-orang Ki Suramenggala, sepasang mata gadis itu memandang kepada Ki Suramenggala dengan kilatan marah. Ki Suramenggala diam-diam bergidik ngeri dan tak dapat bertahan lama beradu pandang, segera ia menundukkan pandang matanya. Kemudian Puspa Dewi menatap wajah Resi Bajarasakti. Tentu saja ia pun mengenal baik pertapa sesat ini. Kurang lebih tujuh tahun yang lalu, ia pernah diculik dan dilarikan Resi Bajrasakti ini. Akan tetapi kemudian ia terjatuh ke tangan Nyi Dewi Durgakumala, dan sebaliknya Linggawijaya yang diculik Nyi Dewi Durgakumala terjatuh ke tangan Sang Resi Bajrasakti. Kemudian ia menjadi murid Nyi Dewi Durgakumala sedangkan Linggajaya menjadi murid Resi Bajrasakti. Maka ia pun memandang kepada resi itu dengan mata mencorong. Dulu ia masih gadis remaja ketika diculik Resi Bajrasakti dan nyaris menjadi korban kekejian pendeta sesat ini. Akan tetapi Resi Bajrasakti tersenyum dan berkata,

"Selamat datang di Istana Wengker, Ni Puspa Dewi. Silakan duduk!"

Akan tetapi Puspa Dewi tetap berdiri dan ia berkata dengan sikap angkuh dan tegas.
"Aku datang berkunjung untuk bertemu dan bicara dengan Adipati Wengker, bukan dengan sembarang orang!"

Tumenggung Suramenggala bangkit berdiri dan berkata dengan wajah tersenyum cerah.
"Wahai, Anakku Puspa Dewi yang manis dan gagah perkasa. Apakah engkau tidak mengenal lagi aku, Tumenggung Suramenggala, Ayah tirimu yang menyayangmu?"

Puspa Dewi memandang ke arah bekas ayah tirinya itu dengan pandang mata tajam menusuk. "Ki Suramenggala, tidak perlu Andika banyak cakap lagi! Kalau saja aku belum menemukan kembali Ibuku dalam keadaan selamat, sekarang juga aku pasti sudah turun tangan menghajar Andika!"

Mendengar ucapan Ini, Suramenggala menjadi pucat dan tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Kini Resi Bajrasakti tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Puspa Dewi, kalau Andika hendak bertemu dengan Kanjeng Adipati Llnggawljaya, keinginanmu itu sia-sia karena beliau sedang tidak berada di Istana."

Mendengar ucapan Resi Bajrasakti yang nadanya sungguh-sungguh itu, Puspa Dewi menduga bahwa kakek itu tidak berbohong.

"Kalau begitu, biarkan aku bertemu dan bicara dengan isterinya, Dewi Mayangsaril"

"Sayang sekali, juga .beliau sedang bepergian, tidak berada di istana." Jawab Resi Bajrasakti. "Akan tetapi, ketahuilah, Puspa Dewi, kalau Andika memang ada kepentingan, Andika dapat membicarakan dengan kami bertiga. Aku adalah wakil Kanjeng Adipati dalam urusan pemerintahan Wengker. Ki Tumenggung Sura-menggala ini adalah Ayahanda Kanjeng Adipati sehingga beliau dapat mewakili puteranya. Adapun Ki Surogeni ini adaiah Ayahanda Permaisuri Dewi Mayangsari sehingga beliau dapat mewakili puterinya. Nah, kalau kedatanganmu ini membawa urusan penting, kami bertiga dapat mewakili Kanjeng Adipati Llnggawijaya yang Andika tahu juga adalah muridku. Katakanlah, apa yang Andika kehendaki, Puspa Dewi?"

"Hemm, aku tidak mempunyai kepentingan pribadi dengan Andika, Resi Bajrasakti, atau dengan Ki Suramenggaia ataupun Ki Surogeni. Aku hanya Ingin mencari Adikku Niken Harni karena aku tahu bahwa ia memasuki Wengker dan menurut keterangan Ki Surogeni, ia berada di Istana Wengker. Sekarang, kalian katakan di mana Adikku itu. Aku datang tidak dengan niat bermusuhan. Akan tetapi kalau kalian tidak menyerahkan Adikku, atau kalau kalian mengganggu Adikku, aku tidak akan berhenti sebelum membuat Wengker menjadi karang abang (lautan api)l"

Ucapan Puspa Dewi dikeluarkan dengan suara lembut, namun terdengar kering dan mengerikan. Tiga orang tua itu merasakan betapa dalam suara itu terkandung ancaman-ancaman yang sungguh-sungguh, bukan sekadar gertakan.

"Heh, tenanglah, Puspa Dewi. Sebenarnya, mengingat bahwa Andika adalah murid Nyi Dewi Durgakumala yang kini menjadi Permaisuri Wura-wuri dan Andika dianggap sebagai puterinya dan menjadi Sekar Kedaton Wura-wuri, Andika bukanlah orang luar dan di antara kita ada hubungan. Wurawuri selalu bersahabat dengan Wengker. Karena itu, marilah kita bicara seperti sahabat dan duduklah, Puspa Dewi."

"Hemm, aku tidak ada urusan dengan Wengker maupun Wura-wuri, Resi Bajrasakti. Katakan saja di mana adanya Niken Harni."

"Hemm, kalau Andika tidak mau menganggap kami sebagai kawan, lalu apa artinya Andika bertanya kepada kami? Kalaupun kami menjawabnya, kalau Andika menganggap kami sebagai musuh, Andika bagaimana dapat percaya keterangan kami? Ingat, terhadap musuh orang dapat saja berbohong, sebaliknya terhadap teman tentu orang tidak akan berbohong."

"Sesukamu akan menganggap aku kawan atau lawan, Resi Bajrasakti. Akan tetapi, mengingat bahwa Andika menjadi seorang yang berkedudukan tinggi dan berkuasa di Wengker, dan Andika berada di sarang sendiri sehingga tidak mendapat tekanan dariku, maka mustahil kalau Andika mau merendahkan diri menjadi seorang pengecut yang berbohong. Aku percaya Andika akan bicara sejujurnya tentang adikku Niken Harni."

Wajah Resi Bajrasakti berubah merah, matanya melotot dan dia marah sekali. Memang tidak ada alasan baginya untuk berbohong karena dia tidak takut kepada Puspa Dewi, bahkan dapat dibilang bahwa saat itu dia yang menguasai keadaan dan dapat menangkap bahkan membunuh gadis itu kalau dia kehendaki. Dia marah mendengar Puspa Dewi bersikap demikian berani dan penuh tantangan.

"Huh, aku pun tidak sudi berbohong kepadamu karena aku tidak takut untuk bicara terus terang. Nah, dengarlah, Puspa Dewi. Niken Harni memang pernah menjadi tamu di Istana Wengker, akan tetapi beberapa hari yang lalu ia dibawa pergi oleh Nini Bumigarbo! Nah, percaya atau tidak, terserah!"

Sepasang mata Puspa Dewi mencorong dan seolah hendak menembus mata Resi Bajrasakti untuk menjenguk isi hatinya. Ia berkata,
"Aku percaya kepada Andika, Resi Bajrasakti. Mengapa Nini Bumigarbo membawa pergi Niken Harni, dan ke mana Adikku dibawa pergi?"

"Hoa-ha-ha-ha!" Resi Bajrasakti tertawa bergelak. "Apakah Andika belum mendengar tentang watak aneh luar biasa dari Nini Bumigarbo, Puspa Dewi? Siapa yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya dan mengapa ia melakukan sesuatu? Ia datang dan membawa pergi Niken Harni, siapa yang dapat melarang dan siapa pula yang dapat bertanya? La datang dan pergi begitu saja. Yang kami ketahui hanyalah bahwa Niken Harni dibawa pergi Nini Bumigarbo. Kalau Andika ingin mengetahui sebabnya, carilah Nini Bumigarbo dan tanyalah sendiri kepadanya!"

Puspa Dewi mengerutkan alisnya. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama besar Nini Bumigarbo, seorang datuk wanita yang dikabarkan orang sebagai manusia setengah dewa atau setengah iblis yang memiliki kesaktian yang luar biasa. Bahkan ketika ia digembleng Sang Maha Resi Satyadharma, pertapa itu pernah berkata kepadanya bahwa di antara para tokoh sakti pada waktu itu, kiranya yang dapat dianggap paling tinggi ilmu kepandaiannya adalah Sang Bhagawan Ekadenta dan Nini Bumigarbo! Akan tetapi sungguh aneh sekali, mengapa Nini Bumigarbo membawa pergi Niken Harni? Resi Bajrasakti benar ketika berkata bahwa tidak ada yang tahu apa yang dilakukan nenek aneh itu dan mengapa ia melakukannya.

"Hemm, baiklah. Aku percaya keterangan Andika bahwa Adikku itu telah dibawa pergi Nini Bumigarbo, Resi Bajrasakti. Aku akan mencarinya. Akan tetapi, aku teringat bahwa kabarnya Dewi Mayangsari adalah murid Nini Bumigarbo. Tentu ia tahu mengapa dan ke mana Niken Harni dibawa pergi Nini Bumigarbo."

"Agaknya Andika belum tahu benar siapa Nini Bumigarbo. Bahkan kepada muridnya sendiri pun ia tidak pernah memberitahu. Sepengetahuanku, Kanjeng Puteri Dewi Mayangsari juga tidak tahu ke mana Niken Harni dibawa Nini Bumigarbo."

"Sudahlah, aku tidak ingin merepotkanmu lebih jauh. Aku pamit pergi dan terima kasih atas keteranganmu, Resi Bajrasakti!" Setelah berkata demikian, Puspa Dewi memutar tubuh dan melangkah keluar dari ruangan tamu.

"Puspa Dewi, engkau sudah berani memasuki Wengker, tidak boleh pergi begitu saja! Engkau harus tunggu pulangnya Adipati Linggawijaya dan isteri nya" kata Ki Suramenggala.

Akan tetapi Puspa Dewi tidak mempedulikan ucapan bekas ayah tirinya itu dan melangkah keluar. Akan tetapi setibanya di pendapa istana, ia melihat ratusan orang perajurit sudah siap siaga dengan senjata tombak, golok, atau pedang di tangan, menutup semua jalan keluar. Bahkan di sana, di halaman yang merupakan alun-alun, masih terdapat sedikitnya seribu orang perjurit.

"Ha-ha-ha-ha!" Resi Bajrasakti tertawa-tawa dan muncul dari dalam ruangan tamu bersama Ki Surogeni dan Tumenggung Suramenggala. Mereka bertiga tertawa-tawa. "Puspa Dewi, Andika tidak boleh pergi sebelum Sang Adipati dan istennya pulang! Andaikata Andika bersayap sekalipun, tidak mungkin Andika dapat terbang lolos dari Wengker, haha-ha!"

"Untuk keluar dari Wengker, aku tidak perlu terbang, Resi Bajrasakti! Haiiitttt....!" Tiba-tiba Puspa Dewi mengeluarkan pekik melengking.

Itulah Aji Jerit Guruh Bairawa dan ia sudah mencabut pedangnya Kyai Candrasa Langking dan memutarnya dengan cepat sambil menerjang ke arah Resi Bajrasakti dan Ki Surogeni. Pedangnya lenyap berubah menjadi sinar hitam bergulung-gulung dibarengi angin dahsyat menyambar-nyambar dan didorong pula oleh getaran pekik yang amat hebat itu. Resi Bajrasakti cepat melompat ke belakang dan melindungi dirinya dengan pengerahan tenaga sakti sambil mencabut dan memutar cambuknya yang bergagang gading. Juga Ki Surageni yang sudah merasakan kehebatan gadis itu, cepat melompat ke belakang sambil mencabut kerisnya. Akan tetapi ternyata serangan dahsyat dari Puspa Dewi itu hanya gertakan belaka karena tahu-tahu ia sudah menggunakan tangan kirinya untuk menghantam tengkuk Ki Suramenggala yang sama sekali tidak menduganya karena tadi dia tidak diserang.

"Plakk!" Tubuh Ki Suramenggala seketika menjadi lemas setengah lumpuh dan dia sama sekail tidak berdaya ketika tangan kiri Puspa Dewi mencengkeram baju tumenggung yang mewah dan tebal itu pada punggungnya. Sambil menempelkan pedang di leher bekas ayah tlrlnya itu Puspa Dewi menghardik.

"Resi Bajrasakti! Kalau Andika tidak memerintahkan semua perajurit agar mundur dan tidak boleh mengganggu kepergianku, aku akan memenggal leher Ki Suramenggala ini lebih dulu sebelum aku mengamuk dan menjadikan tempat ini sebagai banjir darah!"

Tentu saja Ki Suramenggala menjadi terkejut dan ketakutan. Sedikit saja pedang yang menempel di kulit lehernya itu digoreskan, nyawanya tidak akan tertolong lagi dan dia akan mati seperti ayam disembelih. Saking takutnya, tubuhnya yang setengah lumpuh itu menggigil.

"Puspa Dewi... ingat... aku adalah ayahmu... ampunilah aku, jangan bunuh aku, Puspa Dewi...."

Puspa Dewi tidak menjawab, akan tetapi tangan kirinya semakin kuat mencengkeram punggung baju Itu sehingga kini leher baju itu mencekik leher Ki Suramenggala sehingga dia menjadi semakin ketakutan.

Resi Bajrasakti dan Ki Surogeni terkejut dan saling pandang. Mereka berdua maklum sepenuhnya bahwa tidak mungkin mereka membiarkan gadis itu membunuh Ki Suramenggala. Kalau tumenggung itu tewas, tentu Adipati Linggawijaya akan marah sekali dan menyalahkan mereka. Gadis itu bukan hanya menggertak kosong. Sekali pedangnya bergerak, Ki Suramenggala tentu tewas dan kalaupun akhirnya mereka mampu membunuh gadis itu dengan keroyokan ribuan pasukan, yang sudah pasti gadis itu tidak akan roboh sebelum ia membunuh banyak sekali orang. Gertakannya merupakan ancaman yang mengerikan. Akan benar-benar terjadi banjir darah di Wengker kalau mereka tidak menuruti kehendaknya.

"Resi Bajrasakti, bagaimana tanggapanmu? Jangan membuat aku kehilangan kesabaran!" bentak Puspa Dewi sambil mendorong Ki Suramenggala keluar dari pendapa.

Para perajurit yang berada paling depan di pendapa itu hanya mengacung-acungkan senjata mereka, akan tetapi tentu saja mereka tidak berani menyerang, pertama karena meiihat Ki Tumenggung Suramenggala dijadikan sandera, kedua karena mereka tidak mendapat perintah dari Resi Bajrasakti.

Resi Bajrasakti merasa ngeri sendiri membayangkan ada perajurit yang menyerang Puspa Dewi dan menyebabkan gadis itu membunuh Tumenggung Suramenggala dan mengamuk. Dia lalu berseru nyaring sehingga terdengar oleh semua perajurit, juga oleh mereka yang berkumpul di alun-alun halaman istana.

"Haiiii Para perajurit dan para perwira! Dengar perintah kami! Jangan halangi Puspa Dewi keluar dari kota raja!"

Setelah berteriak demikian Resi Bajrasakti berkata kepada Puspa Dewi.
"Nah, Puspa Dewi, Andika boleh pergi, akan tetapi Andika harus memegang janji dan membebaskan Ki Tumenggung Suramenggala."

"Resi Bajrasakti, aku bukan orang yang suka melanggar janji. Biarpun Ki Suramenggala pantas dihukum atas kejahatannya terhadap Ibuku, namun aku akan membebaskannya kalau aku sudah terlepas dari kepungan pasukanmu."

Lanjut ke Jilid 036 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment