Ads

Tuesday, December 25, 2012

Badai Laut Selatan Jilid 031

◄◄◄◄ Kembali

"Bocah keparat! Bocah setan ..... !"

Ia menerjang dengan goloknya, lupa bahwa yang dihadapinya hanyalah seorang anak perempuan kecil. Namun Endang Patibroto adalah seorang bocah gemblengan yang sejak kecil sudah melatih diri dengan ilmu silat tinggi. Melihat golok itu berkelebat menerjangnya, ia cepat trengginas melompat ke samping sambil menggerakkan tangan kanan menyampok dari kanan.

"Trangggg ..... !!"

Si brewok menjerit kaget karena goloknya telah patah menjadi empat potong begitu bertemu dengan keris di tangan anak itu dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, kedua kakinya sudah lumpuh ketika keris itu mengeluarkan cahaya sehingga ia tidak mampu bergerak lagi. Sepasang mata yang lebar dari si brewok itu terbelalak ketakutan, mulutnya terbuka tanpa dapat mengeluarkan suara, hanya kedua tangannya menolak seolah-olah dengan gerakan itu ia akan dapat melindungi tubuhnya. Akan tetapi benda bercahaya itu tetap saja datang menyentuh dadanya.

"Aauuughhh!"

Hanya keluhan ini yang keluar dari mulutnya karena iapun mengalami nasib seperti si juling, tubuhnya menjadi kering dan hangus, mati seketika! Sejenak Endang Patibroto berdiri tercengang. Keris pusaka Brojol Luwuk masih berada di tangan kanannya. Sedikitpun tidak ada tanda darah di ujung keris itu. Anak perempuan yang baru berusia sepuluh tahun lebih ini sedikitpun tidak merasa ngeri bahwa tangannya telah membunuh dua orang lagi. Setahun yang lalu, ketika ia dan Joko Wandiro dihadang perampok-perampok, iapun dengan berani telah melukai dan membunuh dua orang perampok.

Akan tetapi sekarang lain lagi. Ia melihat betapa ampuh dan hebatnya keris di tangannya dan ia tercengang. Keris itu seakan-akan hidup kalau ia berhadapan dengan musuh, seakan-akan dapat bergerak sendiri dan sedikit menyentuh tubuh lawan saja sudah cukup membuat lawan roboh tewas dalam keadaan mengerikan, yaitu hangus dan kering!

Di dalam hatinya, Endang Patibroto merasa girang bukan main, akan tetapi juga khawatir. Ia girang bahwa setelah setahun menerima gemblengan eyangnya, kini dalam menghadapi dua orang lawan itu gerakannya tidak ragu-ragu dan ia merasa betapa mudah mengalahkan lawan, girang pula bahwa ia telah memiliki keris pusaka yang ampuhnya menggiriskan. Geli hatinya kalau teringat olehnya betapa Joko Wandiro mendapatkan bagian patung kencana. Teringat akan ini, Endang Patibroto tersenyum geli. Biarlah Joko Wandiro mencari setendang dan menggendong golek kencana itu dan bertembang meninabobokkan! Alangkah lucunya!

Akan tetapi hatinya khawatir melihat dua orang lawan yang sudah hangus tubuhnya itu. Eyangnya tentu akan marah bukan main. Kata eyangnya, pusaka itu adalah pusaka keratin Mataram yang ampuh dan terpuja. Kalau eyangnya melihat ia menggunakan pusaka itu untuk membunuh dua orang, tentu eyangnya akan marah. Selain itu, kemana ia dapat menyimpan pusaka keris di tangannya? Pusaka ini luar biasa ampuhnya dan sekarang tahulah ia bahwa saking ampuhnya, pohon nyiur tadi seketika menjadi kering dan mati ketika ia hendak mengubur keris itu di bawah pohon.

Ia memandang keris di tangannya itu penuh perhatian. Kalau dilihat sepintas lalu, keris pusaka ini tidaklah amat aneh. Keris biasa saja berlekuk tujuh dan berwarna abu-abu. Akan tetapi karena tahu akan keampuhannya yang sudah terbukti, maka timbul rasa sayang besar sekali dalam hati anak itu dan ia mendekap keris itu di depan dadanya yang mulai membayangkan bagian menonjol.

"Tidak," kata hatinya. "Keris ini tidak akan kutinggalkan, akan kusimpan bersamaku, kubawa selalu. Aku harus pergi dari sini, kalau eyang marah melihat dua mayat ini kemudian minta kembali keris pusaka, aku rugi! Lebih baik aku pergi dan mencari ibu. Ibu tentu akan bangga melihat keris ini!"

Pikiran ini datang sekonyong-konyong dalam benaknya ketika Endang Patibroto melihat perahu yang ditumpangi dua orang tadi. Kesempatan baik baginya untuk pergi. Tanpa ragu-ragu lagi ia menyembunyikan keris pusaka di balik kembennya, kemudian lari menghampiri perahu dan mendorongnya ke tengah melawan ombak. Semenjak kecil sudah biasa dia bersama ibunya bermain-main dengan ombak laut yang jauh lebih besar daripada ombak di pantai pulau ini, dan bermain perahu tentu saja merupakan permainan sehari-hari baginya. Setelah berhasil melalui buih ombak yang memecah di pantai, perahunya mulai melaju ke tengah samudera dalam penyeberangan menuju ke daratan!

**** 031 ****
Lanjut ke Jilid 032 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment