Ads

Tuesday, December 25, 2012

Badai Laut Selatan Jilid 037

◄◄◄◄ Kembali

Sementara itu, di tengah Pulau Sempu terjadi pula hal-hal luar biasa. Ketika Endang Patibroto dan Joko Wandiro berlari pergi setelah menerima bagian pusaka Mataram untuk melakukan perintahnya menyembunyikan pusaka masing-masing, Bhagawan Rukmoseto atau Resi Bhargowo duduk bersila di depan pondoknya, bersila di atas batu hitam bundar sambil mengheningkan cipta. Sebagai seorang berilmu dan seorang pertapa, perasaan kakek ini sudah peka dan halus sekali sehingga getaran-getaran aneh yang terasa olehnya di saat itu seperti membisikkan kepadanya bahwa ia menghadapi hal-hal yang hebat. Namun dengan tenang ia sengaja bersila di depan pondoknya, menanti datangnya hal-hal itu sambil mempertebal penyerahan diri kepada Hyang Murbeng Dumadi. Tak lama kemudian tubuh Bhagawan Rukmoseto tampak menggigil dan menggetar. Beberapa lama tubuhnya gemetar keras, akhirnya tenang kembali dan ia menarik napas panjang sambil membuka mata, menengadah ke langit sambil mengeluh,

"Ya Jagad Dewa Batara.......! Terserah kehendak Hyang Widdhi, hamba tidak kuasa apa-apa!" Kakek yang awas paninggal ini seperti telah mendapat sasmito dari alam gaib bahwa yang akan datang menimpanya bukanlah hal yang biasa! Dan ia menyerah, rnenyerah bulat-bulat kepada kehendak Tuhan.

Bhagawan Rukmoseto turun dari atas batu, lalu memasuki pondoknya, membiarkan pintu pondok terbuka. Tidak lama kemudian, dari pondok yang sunyi itu keluarlah asap tipis yang harum. Juga dari dua buah lubang jendela di kanan kiri pondok, asap tipis itu keluar perlahan membawa ganda harum dupa cendana. Makin sunyi keadaan sekeliling tempat itu. Tiada suara lain kecuali debur ombak memecah di pantai pasir.

Sebuah perahu layar besar mendekati pantai Sempu dari selatan. Kemudian berlompatan keluar enam bayangan orang dengan gerakan yang luar biasa. Perahu itu tidak menempel di darat, masih beberapa meter jauhnya, namun enam orang itu dapat melompat ke darat dengan gerakan ringan. Hal ini menandakan bahwa mereka bukanlah orang sembarangan. Ketika enam orang itu melompat ke darat, di atas perahu layar masih terdapat banyak anak buah perahu yang terdiri dari orang-orang tinggi besar, berpakaian seragam dan dipimpin oleh seorang yang berpakaian senopati kerajaan.

Bendera di tiang layar membuktikan bahwa perahu ini bukanlah perahu pedagang atau nelayan, melainkan perahu milik seorang pembesar tinggi , Hal ini memang benar karena sesungguhnya perahu layar itu milik Pangeran Muda, putera Sang Prabu Airlangga!. Enam orang itu adalah tokoh-tokoh yang sudah kita kenal baik. Mereka bukan lain adalah Cekel Aksomolo, Ki Warok Gendroyono, Ki Krendoyakso, Ni Nogogini, Ni Durgogini, dan Jokowanengpati! .

Seperti kita ketahui, mereka ini adalah orang-orang yang bersekutu dengan Adipati Joyowiseso di Kadipaten Selopenangkep. Sudah jelas bahwa adipati ini berniat memberontak terhadap Kahuripan, namun karena maklum akan hebatnya kekuasaan kerajaan itu maka usaha pembrontakan mereka hanya terbatas pada membuat kekacauan-kekacauan belaka.

Kemudian terjadilah perebutan kekuasaan di Kahuripan setelah Sang Prabu Airlangga mengundurkan diri dari istana untuk bertapa menjadi pendeta. Kesempatan baik ini dipergunakanlah oleh para pemberontak ini untuk memilih sekutu dan tak lama kemudian mereka ini telah diterima menjadi kaki tangan atau sekutu Pangeran Muda!

Telah kita ketahui bahwa sesungguhnya yang menjadi pencuri pusaka keraton yang hilang, yaitu patung kencana Batara Whisnu, bukan lain adalah Jokowanengpati sendiri. Akan tetapi kemudian di lereng Gunung Lawu, Jokowanengpati kehilangan pusaka itu yang terampas oleh seorang kakek berkedok. Jokowanengpati yang amat cerdik itu akhirnya dapat menduga dari gerakan-gerakan kakek berkedok tadi yang tidak banyak bedanya dengan gerakannya sendiri, bahwa kakek berkedok itu tentulah Resi Bhargowo!

Maklum bahwa dia sendiri, seorang diri, takkan mungkin dapat menangkan Resi Bhargowo atau merampas kembali patung pusaka, maka ia lalu memberitahukan semua sekutunya bahwa ia telah melihat paman gurunya itu membawa patung pusaka akan tetapi tidak berani merampasnya. Berita ini menggemparkan para tokoh yang menjadi sekutunya dan mulailah mereka mencari tempat sembunyi Resi Bhargowo. Namun sia-sia belaka. Sampai, tiba saatnya ia menjadi kaki tangan Pangeran Muda, usaha mereka mencari Resi Bhargowo tetap nihil. Akan tetap setelah mereka menjadi kaki tangan Pangeran Muda, usaha mereka mencari Resi Bhargowo diperhebat, mata-mata disebar luas, bahkan pulau-pulau kosong mereka selidiki.

Akhirnya mata-mata mereka mengirim berita bahwa di Pulau Sempu tinggal seorang kakek yang bertapa seorang diri yang diduga adalah Resi Bhargowo yang mereka cari-cari. Mendengar berita ini, segera mereka melaporkan kepada Pangeran Muda yang amat ingin mendapatkan pusaka yang hilang karena pusaka itu dapat menjadi lambang pegangan seorang raja!

Diperintahnya tokoh-tokoh sakti itu untuk menyerbu Pulau Sempu, dan untuk keperluan penyeberangan dipergunakan perahu layar milik Pangeran Muda sendiri!. Sebelum perahu layar besar itu menyeberang, lebih dulu mereka mengirim dua orang mata-mata menyeberang dengan perahu kecil. Namun sungguh sial nasib dua orang mata-mata itu karena mereka kebetulan bertemu dengan Endang Patibroto dan tewas oleh anak perempuan itu. Demikianlah, enam orang sakti yang kini bekerja sebagai anak buah atau kaki tangan Pangeran Muda itu kini berjalan memasuki pulau, menuju ke pondok yang sunyi.

Sementara itu, di sebelah barat Pulau Sempu, sebuah perahu hitam kecil bergerak mendekati pantai. Seorang laki-laki tua tinggi kurus melompat dengan sigapnya ke pantai, memegangi ujung perahunya dan sekali sendal (tarik tiba-tiba) perahunya terlempar ke pantai. Kemudian ia berindap-indap memasuki pulau, matanya memandang ke kanan kiri seperti sikap seorang maling. Tangan kanannya meraba-raba gagang golok yang tergantung di pinggang, agaknya siap menghadapi bahaya setiap saat. la tidak berani berjalan di tempat terbuka, melainkan lari dari batu ke batu, dari pohon ke pohon sambil bersembunyi.

Siapakah kakek ini? Melihat gerak-geriknya yang cekatan dan sepasang golok yang tergantung di pinggang, ia mudah dikenal. Bukan lain adalah Ki Tejoranu, kakek pertapa di Danau Sarangan, ahli bermain golok. Seperti telah kita ketahui, tadinya Ki Tejoranu juga termasuk anggauta persekutuan pemberontak, karena ia terbawa oleh Ki Warok Gendroyono yang menjadi sahabatnya. Akan tetapi kakek asing ini lebih terdorong oleh watak petualangannya sebagai seorang ahli silat daripada dorongan ambisi kedudukan. Oleh karena itu, dalam pertandingan melawan Ki Patih Narotama, ia tidak mau melakukan pengeroyokan sehingga ia dianggap pengkhianat dan semenjak itu ia malah dimusuhi dan terpaksa menjauhkan diri dari persekutuan yang membantu Adipati Joyowiseso.

Telah lama Ki Tejoranu melakukan perantauan setelah ia sembuh dari lukanya karena senjata rahasia ganitri yang dilepas oleh Cekel Aksomolo. Kakek ini merantau dalam usahanya mencari Joko Wandiro yang dianggap telah melepas budi dan menolong nyawanya ketika ia hampir tewas oleh Cekel Aksomolo. Usahanya mencari Joko Wandiro inilah yang membuat ia sampai di pantai Laut Selatan dan tanpa disengaja ia melihat rombongan Cekel Aksomolo yang menyeberang ke pulau dengan sebuah perahu layar besar. La menjadi curiga, lalu diam-diam dari pantai lain ia menggunakan perahu menyeberang pula ke Pulau Sempu.

Ketika Ki Tejoranu mengindap-indap dan matanya memandang ke kanan kiri, tiba-tiba di sebelah kanan, agak jauh dari situ, ia melihat tubuh seorang anak laki-laki menggeletak di atas tanah. Ki Tejoranu kernbali memandang ke sekeliling. Sunyi tidak tampak bayangan seorangpun manusia, tidak terdengar suara apa-apa. Cepat ia melompat dan lari ke arah tubuh yang menggeletak seperti mayat.

"Hayaaaa.......!!"

la berseru kaget ketika melihat bahwa tubuh yang menggeletak seperti mayat itu adalah Joko Wandiro yang selama ini ia cari-cari. Cepat ia menjatuhkan diri berlutut dan memeriksa. Kagetnya bukan main melihat bangkai ular yang lehernya hampir putus dan masih tergigit oleh mulut anak itu. Bangkai ular yang sudah kering dan habis darahnya!

Hatinya agak lega ketika memeriksa dan mendapat kenyataan bahwa Joko Wandiro masih bernapas dan jantungnya masih berdetik. Cepat ia membuang bangkai ular, memondong tubuh itu dan membawanya lari ke pantai . Tiba-tiba Ki Tejoranu dengan gerakan bagaikan seekor bajing melompat telah lenyap di balik semak-semak sambil membawa tubuh Joko Wandiro. la bersembunyi di balik semak-semak, matanya yang sipit mengintai dari balik daun dan tiba-tiba mukanya menjadi pucat, matanya yang sipit terbelalak dan mulutnya melongo. Apa yang dilihatnya benar-benar kaget dan terheran-heran, melongo saking kagumnya. Biarpun dia sendiri adalah seorang berilmu yang sudah menyeberangi lautan berpekan-pekan jauh dan lamanya, sudah banyak mengalami hal-hal luar biasa, banyak pula menghadapi orang sakti, namun baru sekarang ia melihat orang dapat meluncur seperti terbang di atas lautan! La melihat seorang kakek tinggi besar bermuka menyeramkan memondong seorang anak perempuan, dan kakek ini mengembangkan kainnya di kanan kiri tubuhnya seperti layar sedangkan kedua kakinya berdiri di atas air dan meluncur ke depan dengan cepatnya!.

"Bukan main ........ ! "

Ki Tejoranu menggeleng-geleng kepala. Sukar dipercaya apa yang dilihatnya ini. Betapapun saktinya, bagaimana ada orang dapat meluncur di atas ombak lautan? ia maklum bahwa kalau sampai tampak oleh orang sakti itu, tentu ia akan celaka dan tidak akan dapat menolong Joko Wandiro yang pingsan. Maka ia cepat-cepat menyelinap dan melihat kakek itu kini meluncur membelakanginya, ia cepat memondong tubuh Joko Wandiro dan membawanya lari ke pantai di mana perahunya berada.

Cepat ia meluncurkan perahu ke air dan membawa anak yang masih pingsan itu menyeberang ke arah daratan. Ketika ia menengok, ia melihat kakek sakti tadi sudah berjalan di atas pasir sambil menggandeng si anak perempuan. Kembali Ki Tejoranu menggeleng-geleng kepalanya penuh kekagurnan.

**** 037 ****
Lanjut ke Jilid 038 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment