Ads

Thursday, January 24, 2013

Perawan Lembah Wilis Jilid 004

<<== Kembali <<==

Wiku Kalawisesa gelagapan. Tahu-tahu lawannya lenyap. la cepat membalik menurutkan gerak reflex dan perasaan dan ternyata lawannya sudah berada di belakangnya! Ia lalu menyerang bertubi-tubl, kinI cepat karena maklum bahwa lawannya ini memiliki gerakan cepat sekali melebihi burung walet.

Endang Patibtoto melejit ke sana ke sini, gerakannya cepat sekali, namun diam-diam ia mengeluh karena sinar hljau keris itu benar-benar ampuh sekali, seakan-akan menghalangi gerakannya, membuat ia silau dan canggung. Ketika untuk ke sekian kalinya tongkat menghantam ke arah kepala, la miringkan tubuh membiarkan tongkat lewat di dekat pundak, kemudian secepat kiIat ia menangkap dengan tangan kanannya pergelangan tangan kiri lawan yang memegang keris. Ia harus merampas keris ampuh ini, sebelum ia celaka! Dengan pengerahan tenaga sakti, jari-jari tangan kanan yang penuh dengan Aji Pethit Nogo ini mencengkeram pergelangan tangan lawan.

Ajl Pethit Nogo adalah aji ciptaan eyangnya, ayah dari ibunya, yang bernama Resi Bhargowo atau Bhagawan Rukmoseto. Hebatnya bukan kepalang. Dengan aji ini, tangan yang halus itu dapat meremas hancur batu karang yang kuat! Kini ia mencengkeram pergelangan tangan Wiku Kalawisesa, tak mau melepaskannya lagi. Sang wiku mengaduh-aduh, memekik-mekik berusaha melepaskan cengkeraman, namun sia-sia. Dengan marah tongkatnya menyambar kepada Endang Patibroto, mengarah kepala, dari atas ke bawah. Endang Patibroto tidak mau melepaskan cengkeramannya, bahkan menambah tenaganya, sambil miringkan tubuh.

"Krekkkk..........! Dessss..........!!"

Bersamaan detik terjadinya! Pergelangan kiri Wiku Kalawisesa hancur tulangnya, dan keris Ki Kolokenaka terampas oleh Endang Patibroto, akan tetapi pukulan tongkat hitam itu meleset dan mengenai pundak wanita sakti ini. Endang Patibroto terlempar menabrak arca Bathara Kala. Ia pening, pundaknya seperti remuk, membuat lengan kirinya sementara lumpuh. Ia bersandar kepada arca, terengah-engah.

"Augg.......... aduhh.......... tanganku.........” Wiku Kalawisesa mengaduh-aduh, menyumpah-nyumpah, kemudian melangkah maju, mengayun tongkat.

Endang Patibroto maklum akan datangnya bahaya, berusaha mengelak, akan tetapi.......... tubuhnya tak dapat digerakkan. Punggungnya yang menempel arca seperti lekat pada arca„ atau seolah-olah ada tenaga mujijat yang keluar dari tubuh arca itu yang menahannya! Tongkat sudah datang, mengarah kepalanya! Endang Patibroto meronta, dapat bergerak miring, namun pundaknya masih lekat. Terpaksa ia mengangkat lengan kanannya yang memegang. keris, menangkis tongkat dengan lengannya sambil mengerahkan tenaga dalam yang didasari hawa sakti yang kuat.

"Duk..........”

Wiku Kalawisesa terpental mundur, terhuyung-huyung ke belakang. Lengan kiri yang sudah remuk tulangnya itu tergantung lumpuh. Ia marah sekali, matanya mendelik marah, mulutnya mengeluarkan busa di kanan kiri, hidungnya yang panjang dan melengkung seperti hidung betet itu mekar, mendengus-dengus. Kemudian ia mengerahkan seluruh tenaga, perlahan-lahan mengangkat tongkat ke atas kepala, tidak tergesa-gesa karena calon korbannya sudah tak berdaya, tak mampu melepaskan diri dari arca, seperti seekor lalat yang terjaring lekat di jala sarang laba-laba. Ia tidak tergesa-gesa, harus memukul yang tepat, sekall pukul membinasakan lawan.

Terbelalak Endang Patibroto memandang. Maklum bahwa nyawanya berada dalam bahaya. Karena tubuhnya tak dapat terlepas dari arca, akhirnya ia tentu akan kena pukul. Wanita sakti ini memutar otak, mengingat ucapan gurunya, Dibyo Mamangkoro. Hancurkan dahulu kesaktian arca Bathara Kala, baru kesaktian pemujanya akan punah, demikian pesan gurunya. la melirik ke atas, tampak betapa sinar kehijauan yang memancar keluar dari sepasang mata arca Itu makin terang bercahaya, seakan-akan mengeluarkan api hijau.

Dan keris di tangannyapun makin terang cahayanya. Ia mengerahkan seluruh tenaga batlnnya, bibirnya berkemak-kemik membaca mantera seperti yang diajarkan gurunya untuk melawan kekuasaan ilmu hitam yang ampuh, kemudian.......... secepat kilat keris di tangan kanannya bergerak, menusuk mata arca itu, dua kali berturut-turut pada sepasang mata yang bercahaya hijau.

"Cesss..........! Cesss..........!!" Terdengar suara seperti api tersiram air dan tampak asap putih tebal bergulung-gulung keluar dari sepasang mata arca!

Dan.......... sinar hijau lenyap, baik dari kedua mata maupun dari keris kecil. Saat itu, tongkat di tangan Wiku Kalawisesa sudah melayang datang, akan tetapi tiba-tiba terhenti di tengah jalan dan mata kakek itu terbelalak memandang patung, mulutnya celangap dan keluar rintihan dan tangisan dari dalam mulut.

Endang Patibroto menggerakkan tubuh, kini tidak ada lagi kekuasaan hitam menahannya. la meloncat dan melempar keris kecil ke sudut, tangannya dikepal dan dengan tenaga dahsyat ia menghantam ke arah.......... kepala arca.

"Darrr..........!" Kepala itu meledak hancur berkeping-keping dihantam tangan sakti dengan Aji Gelap Musti, seakan-akan disambar geledek. Dan pada saat itu, perut patung yang besar, berikut kaki tangannya, mengeluarkan bunyi gemuruh seperti Gunung Bromo mengamuk. Endang Patibroto mencelat mundur dan cepat melesat keluar pondok pada saat tubuh patung meledak.

"Blaaarrrr..........ill" Pondok itu hancur, atapnya terbang entah ke mana, dinding bambu hancur berkeping-keping. Tubuh Wiku Kalawisesa terlempar keluar pondok, jatuh terbanting bergulingan.

Kakek itu mengaduh tubuhnya sakit-sakit. Namun ia memiliki kekebalan sehingga tidak terluka hebat. Dengan satu lengannya yang maslh waras, ia memegang tongkat hitam, ia merangkak bangun dan berdiri. Lengan klrinya tetap lumpuh, pergelangan yang remuk tulangnya mulal menggembung besar. Wajahnya pucat, matanya beringas, kemarahan dan kedukaan bercampur dengan rasa takut ketika ia melihat Endang Patibroto melangkah menghampirinya sambil tersenyum. Senyum yang dingin, sedingin tengkuknya yang meremang karena gentar.

"Engkau masih belum mati, Wiku Kalawisesa? Mari kita selesaikan."

Habis harapan Wiku Kalawisesa. Ia takut sekali dan karena tidak melihat jalan keluar, ia menjadi nekat. Sambil menggereng macam serigala tersudut, ia menubruk maju, tongkatnya menghantam. Akan tetapi dengan tenang Endang Patibroto menanti sampai tongkat dekat, kemudian secara tiba-tiba tubuhnya miring, kakinya digeser lalu melangkah maju dari samping, tangan kanannya menyambar dan…..

"Desss..........’’ lengan kanan kakek itu terpukul dari samping, membuat tongkatnya terlempar entah ke mana. Kemudian sebuah tamparan tangan kiri Endang Patibroto disertai Aji Pethit Nogo membuat kakek itu terpekik dan terbanting roboh, terengah-engah, tangan kanan memegangi kepala yang disambar geledek, napasnya hampir putus. Ia merangkak duduk, berusaha bangkit akan tetapi tidak kuat dan ambruk terduduk lagi.

"Keparat.........., Endang Patibroto, sempurnakanlah (bunuhlah) aku..........!!!”
Endang Patibroto tersenyum menyindir.

"Terlalu nyaman bagimu. Kau harus merasakan hasil perbuatanmu yang terkutuk!" Endang lalu membungkuk, mengambil sekepal tanah lempung, dikepal-kepal agar lunak sambil memandang lawan, bibirnya masih tersenyum manis akan tetapi pandang matanya dingin. Kakek itu mengangkat muka, melihat wanita itu, terbelalak matanya.

"Apa.......... apa yang akan kau lakukan...?’’

"Seperti apa yang kau lakukan terhadap suamiku, terhadap ponggawa-ponggawa lainnya."
Pucat wajah Wiku Kalawisesa, kemudian la terkekeh menutupi rasa ngerinya.

"He-he-heh, kau takkan mampu ...... "

Endang Patibroto tak menjawab, melainkan duduk di atas tanah, tiga meter jauhnya dari kakek yang ketakutan, duduk bersila sambil membentuk lempung Itu menjadi boneka, boneka yang menyerupai Wiku Kalawisesa. Setelah jadi, tiba-tiba saja tubuhnya dengan masih bersila mencelat ke arah kakek itu yang merasa kepalanya sakit dan sekali lagi Endang Patibroto berkelebat, kembalI ke tempat semula dalam keadaan duduk bersila, segumpal rambut kakek itu di tangannya. Wiku Kalawisesa tercengang kagum. Ah, dla tidak tahu diri, pikirnya. Dia terlalu memandang rendah wanita ini. Pantas saja adik seperguruannya, Cekel Aksomolo tewas di tangan wanita ini, dan diapun tentu akan tewas. Kiranya wanita inl sedemikian saktinya. Dapat melompat dalam keadaan duduk adalah perbuatan yang langka bagi orang yang tidak memiliki kesaktian tinggi sekali. Ia tidak penasaran lagi kalau roboh di tangan wanita sakti ini. Hanya rasa penasaran karena tidak tercapai maksudnya membalas dendam.

Akan tetapi, ia tidak kehilangan kecerdikannya dan kembali ia terkekeh. Siapa bilang tidak tercapai maksudnya? Tunggulah saja kau, Endang Patibroto, pembalasanku akan tiba juga! Akan tetapi suara ketawanya lenyap ditelan kengerian ketika ia melihat Endang Patibroto mencabut tusuk konde. Rambutnya sudah dipasangkan pada boneka itu. Endang Patibroto bersila dan bersamadhi sebentar, meramkan mata, mulut masih tersenyum, kemudian tubuhnya gemetar dan mata dibuka, ia menggerakkan tusuk konde mendekati kaki kanan boneka.

"Jaga kaki kananmu, Wiku Kalawlsesal"

"Kau takkan mampul" kakek itu mendengus marah.

"Kau lihat saja. Rasakanlah!" Tusuk konde ditusukkan ke paha kaki kanan boneka.

Sang wlku mengerahkan kesaktian menolak. Endang Patibroto merasa betapa kaki boneka itu mengeras, akan tetapi iapun mengerahkan kesaktian, terus menusuk. Setelah mengadu kekuatan batin, akhirnya..........

"Blesssl" paha kanan boneka itu tertusuk dan darah mengucur keluar.

"Aaaugggghh..........I" Wiku Kalawisesa mengaduh, tangan kanan yang masih dapat bergerak memegangi paha kanannya yang bercucuran darah.

"Sekarang paha kiri, wiku bedebah, manusia berhati iblisl" Kembali Endang Patibroto menusuk, kali ini lawannya tidak menahan karena maklum akan sia-sia usahanya itu.

"Blessss I" Dan paha kiri boneka itu tertusuk, berdarah seperti juga paha kanan Wiku Kalawlsesa.

"Aduhh.......... bunuh saja aku, Endang Patibrotol"

"Enaknya …….! Rasakan hasil kekejianmu sendiri. Awas lenganmu!l" Kembali Endang Patibroto menusuk, lengan kanan kemudlan lengan kiri. Kaki tangan kakek itu mengucurkan darah segar dan ia mengeliat-geliat,.......... mengaduh-duh..........dan merintih-rintih minta mati.

"Ja.......... jangan lanjutkan.......... jangan tusuk lagi.......... kau pukul matilah aku, Endang..........!!"

"Apa? Kau merasa tersiksa? Tak ingatkah akan para ponggawa yang kau bunuh? Tidak ingatkah akan penderitaan suamiku? Ya, suamiku yang hendak kau bunuh? Rasakan sekarang, perlahan-lahan kutusuk dadamu..........!!”

"Aduh, ampun, Endang Patibroto! Ampunkan aku seorang tua...... hu-huhuuhh......." Kakek itu menangis saking takutnya!

Endang Patibroto menahan tusuk kondenya di kulit dada boneka.
"Ampunkan? Betapa mudahnya minta ampun. Hayo katakan, jangan membohong, siapa yang menyuruhmu? Aku masih tidak percaya akan semua keteranganmu tadi. Katakan siapa sekongkolmu? Siapa menyuruhmu membunuh suamiku? Membunuh para ponggawa?"

"Sudah kukatakan,.......... kepadamu ..... tiada lain.......... Pangeran Darmokusumo....."

"Bohongl"

"Demi dewata.........."

"Kau tidak mengindahkan para dewata!"

"Demi Hyang Widhi.........."

"Manusia macam kau tidak takut Hyang Widhil"

"Aduh, ampun, aku tidak membohong Endang Patibroto. Benar Pangeran Darmokusumo yang menyuruhku.........."

"Sekali lagi, jangan bohong! Lihat tusuk kondeku siap menusuk. Katakan sebenarnya, kalau kau mengaku, mungkin aku dapat mengampunimul" Endang Patibroto membujuk.

"Bukan orang lain, melainkan Pangeran Darmokusumo, seorang. Demi Sang Hyang Bathara Kala ...... aku bersumpah……. !!”

Lega hati Endang Patibroto. la tidak lancang dan sembrono. Setelah kakek pemuja Bathara Kala ini bersumpah demi Bathara Kala, agaknya ia tidak berbohong. Si keparat Pangeran Darmokusumo! Dengan gemas ia menusukkan tusuk kondenya di ulu hat! boneka Itu.

"Aauuuurrrghh.......!" Wiku Kalawisesa roboh tergelimpang. Dari dadanya mengucur darah segar. Matanya mendelik dan aneh sekali, pada saat terakhir itu, ia terkekeh…”Heh-heh-heh-hih-hik, Endang Patibroto. Aku akan membalas dendam kepadamu! Akan kuhancurkan engkau, suamimu, rumah..........huahhaha,..........tunggu.......... kau tunggu pembalasanku..........!" Dan tubuhnya berkelojotan dalam sekarat.

Endang Patibroto melemparkan membersihkan tusuk kondenya dan memakainya lagi di rambutnya. Kemudian ia meloncat dan berkelebat lenyap diteIan kegelapan malam. Sambil berloncatan Endang Patibroto berpikir, keparat si Pangeran Darmokusumo! Kejam benar hatimu. Demi tercapainya cita-cita, tega benar membunuhi para ponggawa setia. Bahkan tega hendak membunuh Pangeran Panjirawit, kakak iparnya sendiri. Kalau aku pulang dan menceritakan hal ini kepada suamiku, tentu dia tidak akan percaya. Dan celakalah kalau sampai ketidakpercayaan menguasai hati suamiku. Ketidakpercayaan pangkal keruntuhan cinta.

Tidak baik menaruh ganjalan hati. Lebih tepat sekarang juga bertindak sebelum terlalu parah keadaan. Ia dapat menyelinap ke Kerajaan Panjalu, akan ditangkapnya Pangeran Darmokusumo, dipaksanya supaya mengakui segala perbuatannya yang laknat. Kalau sudah begitu terserah keputusan Sang Prabu Panjalu terhadap puteranya. Akan tetapi ia akan bebas daripada tuduhan, akan tercuci bersih namanya. Tiada jalan lain, Wiku Kalawisesa sudah mati. Percuma saja ia jadikan bukti atau saksi.

"Heh, sira (kamu) Pangeran Darmokusumo! Awaslah engkau, aku tidak akan mendiamkan saja ulah tingkahmu memburuk-burukkan namaku dan terutama hendak membunuh suamiku. Pangeran Darmokusumo, jangan kaget. Endang Patibroto yang akan membuka kedokmu!"

Makin cepat tubuhnya berkelebat, mempergunakan ilmu lari cepat sehingga tubuhnya lenyap hanya tampak bayangan seperti bayangan seekor garuda melayang di angkasa.

**** 004 ****
==>> Perawan Lembah Wilis Jilid 005 ==>>
<<== Kembali <<==

No comments:

Post a Comment