Ads

Monday, March 11, 2013

Perawan Lembah Wilis Jilid 083

<<== Kembali <<==

"Aduh, Pangeran Panji Sigit. Tak dapatkah engkau membedakah antara cinta sejati dan cinta palsu? Pangeran, kalau memang cintaku palsu, tentu aku tidak berani dating mengunjungimu di saat ini. Engkau dan aku tahu bahwa kalau engkau kehendaki, dengan mudah engkau akan dapat membunuhku di saat ini tanpa ada yang dapat menolongnya. Akan tetapi aku tidak perduli. Bunuhlah kalau kau mau membunuhku; karena kalau engkau menolak cintaku, berarti engkau sudah setengah membunuhku! Duh Pangeran, dari debar jantungmu, aku tahu bahwa engkau bukan seorang pria berdarah dingin. Aku tahu bahwa di sudut hatimu, engkau juga mancinta Suminten........”

“Tidak pergilah ......... !!"

Akan tetapi Suminten telah merasa betapa di balik kulit dada bidang yang dibelai ujung jari tangannya itu berdebar, betapa rongga dada itu bergelora, kulitnya menjadi panas, urat-urat di leher pangeran itu menjadi berdenyut-denyut, mukanya kemerahan dan pandang matanya merenung, nafasnya memburu. Semua ini menjadi tanda akan bangkitnya nafsu berahi yang menjalar dari tubuhnya kepada pangeran itu.

Melihat tanda-tanda yang amat dikenalnya ini, Suminten tersenyum dan cepat ia menarik leher pangeran itu dengan kedua lengannya yang bulat panjang, seperti dua ekor ular lengannya membelit leher, bergantung sehingga muka pangeran itu menunduk dan dengan sepenuh cinta kasih dan kemesraannya, Suminten mencium bibir Pangeran Panji Sigit dengan mulutnya. Begitu mesra belaian dan ciuman wanita ini sehingga pangeran muda itu kehilangan akal dan kesadaran, hampir secara otomatis Pangeran Panji Sigit membalas ciuman itu dengan napas terengah karena dorongan nafsu berahi yang dibangkitkan oleh Suminten yang amat pandai merayu.

Pada saat mulut mereka berciuman, Suminten tak dapat menahan hatinya, sehingga naiklah gelak tawa dari dalam dadanya yang tertahan di mulut yang sedang berciuman. Suara ini, suara gelak tertahan ini, memasuki telinga Pangeran Panji seperti suara ketawa iblis sendiri..yang mengejek dan menyorakinya. Jiwa satria dalam diri Pangeran Panji Sigit meronta mendengar ini, kesadarannya kembali dan ia cepat merenggut mukanya dari pagutan wanita itu, dari ciuman yang sepertl gigitan seekor lintah. Kemudian, terbawa oleh rasa sesal mengapa ia tadi melayani belaian dan cumbuan Suminten, Pangeran Panji Sigit menggerakkan tangan kanannya menampar pipi yang halus, harum dan hangat itu.

"Plakkk ......... !!"

Tamparan itu keras sekali dan tubuh Suminten terpelariting lalu roboh terguling di atas lantai. Wanita itu menjerit kecil, kini bangkit dengan muka merah dan pipi sebelah kirinya membiru. Ia mengelus pipi kirinya dengan tangan kiri, menengadah memandang pangeran itu dan......... tersenyum!

"Pangeran, tamparan keras itu tidak dapat menghapus kebahagiaan hatiku telah merasai belaianmu tadi. Pangeran, marilah ......... marilah ke sini ......... kita saling mencinta, tak perlu disangkal lagi mari bersama Suminten, Pangeran. Kemudian, engkau akan membunuhku, atau akan lebih suka menjadi calon raja, terserah kepadamu ......... aku siap menyerahkan jiwa dan ragaku kepadamu, Pangeran ......... "

Pangeran Panji Sigit terbelalak memandang wanita yang setengah rebah di atas lantai itu. Ketika terguling tadi, rambut Suminten terlepas sanggulnya dan terurai kacau, kembennya merosot dan kainnya tersingkap sampai ke paha. Tubuh yang ramping padat itu meliuk-liuk, seperti seekor ular kepanasan, penuh daya memikat sehingga ada
dorongan hasrat di hati Pangeran Panji Sigit untuk melompat, menerkam wanita itu dan melahap hidangan yang disediakan untuknya dengan kerelaan yang menggila, bahkan hampir mengharukan!

Wanita ini, betapa pun jahat dan kejinya, benar-benar mencintanya, bukan hanya cinta
nafsu, melainkan cinta tulus ikhlas yang aneh, cinta yang didasari kesiapan untuk berkorban apa juga. Akan tetapi saat itu Pangeran Panji Sigit sudah sadar betul sehingga semua dorongan nafsu berahi telah dapat ia tolak dan lenyapkan. Ia memandang dan sinar matanya menjadi dingin sekali. Wanita ini telah mencelakakan ramandanya, telah mencelakakan kerajaan, telah melakukan banyak kekejaman, menyebabkan terbasminya keluarga Ki Patih Brotomenggala, menyebabkan sengsaranya permaisuri dan banyak orang tak berdosa menerima hukuman bahkan banyak pula yang ditewaskan. Biarpun dari luar kelihatan seperti seorang wanita yang amat cantik dan gerak-geriknya selalu membetot semangat dan cinta kasih pria, namun
sesunggahnya iblis sendiri yang bersembunyi di balik segala keindahan tubuh wanita ini.

"Suminten, tidak ada gunanya lagi membujuk. Aku tidak akan terpikat olehmu karena aku merasa yakin bahwa engkau sesungguhnya adalah seekor ular beracun, seorang
wanita yang menjadi alat Iblis untuk menggoda dan menyeret manusia ke lembah kehinaan. Aku tidak mau membunuhmu karena engkau adalah selir kanjeng rama, akan tetapi aku pun tidak akan sudi lagi menjamahmu apalagi mencintamu karena setiap sentuhan akan mendatangkan dosa dan noda bagiku. Jiwamu rendah sehingga tubuhmu menjadi kotor menjijikkan, lebih baik seribu kali mati daripada menuruti cinta kasihmu yang hina dan rendah!"

Wajah Suminten menjadi pucat. Setelah kini yakin bahwa cinta kasihnya tidak akan terbalas pemuda yang dipujanya dan dicintanya ini, hatinya seperti disayat-sayat pisau dan terasa perih sekali. Sakit hati menimbulkan kebencian dan dendam. Bagi seorang seperti Suminten, mudah saja merubah cinta kasih berkobar menjadi benci yang mendalam. Ia bangkit, membenarkan sanggulnya, merapikan pakaiannya, sikapnya juga dingin sekali. Sejenak ia berdiri tegak memandang wajah pangeran itu, menahan isak dengan napas dihela panjang, kemudian berbalik yang terdengar seperti desis seekor ular,

"Aku bisa mencinta bisa pula membenci, bias mendatangkan nikmat bisa pula mendatangkan derita! Kaukira dapat menentang kehendakku? Kita sama lihat saja, akan datang saatnya engkau bertekuk lutut di depanku, meratap mohon kasihan kepadaku!"

Setelah berkata demikian, Suminten keluar dari kamar tahanan itu. Pangeran Panji Sigit sejenak termenung, kemudian menghela napas dan duduk di atas pembaringan. Ia mendengar suara Suminten di luar kamar, agaknya bercakap-cakap dengan penjaga. Namun dia tidak perduli.

**** 083 ****

==>> Perawan Lembah Wilis Jilid 084 ==>>
<<== Kembali <<==

No comments:

Post a Comment