Ads

Friday, May 10, 2013

Sepasang Garuda Putih Jilid 025

**** BACK ****

"Kanjeng bibi Endang Patibroto, saya hanyalah seorang manusia biasa, tiada bedanya dengan orang lain. Bagaimana saya dapat terlepas dari semua perasaan itu? Akan tetapi, kalau saya mengalami kedukaan, hal itu tidak akan berlangsung lama karena saya percaya dengan penuh keyakinan,bahwa segala keadaan itu hanya dapat terjadi kalau dikehendaki oleh Hyang Widhi. Dan kalau sudah demikian, maka saya dapat menerima apa saja yang terjadi dengan diri saya tidak menganggapnya sebagai hal yang mendukakan atau menggirangkan. Saya manusia biasa yang lemah dan dengan segalakurangan saya, kanjeng bibi. Tidak seperti kanjeng bibi yang sakti mandraguna."

"Anakmas Jayawijaya, sekarang aku mulai percaya bahwa tidak ada ilmu yang lebih hebat dari pada ilmu menyerah dengan penuh keimanan kepada Hyang Widhi seperti yang andika lakukan. Aku kagum sekali, anakmas."

"Setiap orang manusia dapat bersikap seperti itu, kanjeng bibi. Tidak ada yang patut dikagumi."

“Dengar, anakmas Jayawijaya. Sudah kuceritakan kepadamu bahwa aku sedang mencari anak-anakku Retno Wilis dan Bagus Seto. Setelah bertemu dan berkenalan denganmu, timbul niat di hatiku untuk menjodohkan anakku Retno Wilis dengan andika! Bagaimana pendapatmu, anakmas Jayawijaya?"

“Bagaimana saya harus menjawabnya, kanjeng bibi? Saya sama sekali belum mempunyai pikiran untuk berjodoh, karena itu saya tidak dapat menyanggupi atau menolak uluran tangan bibi yang memberi kehormatan sebesar itu kepada saya."

''Percayalah, anakmas. Puteriku itu seorang dara yang cantik jelita luar biasa, dan ia sakti mandraguna, lebih sakti dari pada aku Sendiri. Andika tentu akan jatuh cinta kalau bertemu dengannya."

Jayawijaya tersenyum ramah.
"Mungkin saja saya akan jatuh cinta kepadanya, akan tetapi bagaimana kalau ia tidak cinta pada saya? Cinta dua orang yang akan menjadi suami isteri tidak dapat hanya bertepuk tangan sebelah, kanjeng bibi. Akan tetapi, bagaimanapun juga, saya percaya akan kekuasaan Hyang Widhi. Kalau memang antara kami dijodohkan oleh Hyang Widhi, tidak akan ada rintangan yang
dapat menghalanginya, akan tetapi kalau Hyang Widhi tidak menghendaki perjodohan kami, tiada ada sesuatupun yang dapat mendorong atau memaksa. Nah, kita semua lihat saja jalannya kekuasaan Hyang Widhi yang sempurna dan ajaib."

"Mudah-mudahan saja Hyang Widhi akan memenuhi harapanku dan akan mempertemukan kalian berdua, anakmas. Sekarang, anakmas mengaso dan tidurlah di gubuk sana itu, aku akan tidur di gubuk ini."

"Baik, selamat tidur, kanjeng bibi." Pemuda itu lalu bangkit dan berjalan menuju ke gubuk yang tidak berapa jauh dari gubuk itu, bayangannya diikuti pandang mata Endang Patibroto. Wanita perkasa ini merasa kagum bukan main. Akan tetapi diam-diam iapun merasa khawatir. Seorang seperti Jayawijaya, apakah sekali waktu tidak akan celaka oleh perbuatan manusia jahat? Apakah selanjutnya kekuasaan Hyang Widhi akan terus melindunginya? Dia sendiri tidak mempunyai kadigdayaan untuk melindungi diri sendiri.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Jayawijaya sudah bangun dari tidurnya dan membersihkan tubuhnya dengan air bersih yang mengalir di dekat pematang ladang itu. Ketika dia berjalan mendekati gubuk yang semalam menjadi tempat tidur Endang Patibroto, ternyata wanita itupun sudah bangun dari tidurnya, bahkan sudah bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu.

"Andika sudah bangun, anakmas? Aku hendak melanjutkan perjalananku menuju ke Nusabarung. Aku akan mengunjungi Nusa Barung untuk mencari anak-anakku." Lalu ia menatap, wajah pemuda itu dan bertanya, "Andika sendiri hendak kemana, anakmas?"

"Mungkin saya juga akan mengunjungi Nusabarung. Sudah lama saya mendengar tentang pulau itu, dan melihat bahwa dusun Pandakan juga termasuk daerah Nusabarung, maka saya pikir tentu penyebaran agama baru yang dipaksakan itu datangnya dari sana."

"Kalau benar datangnya dari sana, apa yang akan andika lakukan, anakmas? Tentu para pimpinan agama itu merupakan orang-orang yang berilmu tinggi. Apa yang akan andika perbuat untuk menghalangi mereka?"

"Setidaknya saya dapat menyadarakan mereka bahwa cara yang mereka tempuh itu tidak benar. Mereka boleh saja menyebarluaskan agama mereka akan tetapi dengan cara yang benar dan penuh damai. Rakyat kan dapat menilai mana agama yang baik dan mana yang tidak baik. Kalau memakai cara paksaan, akibatnya para pemeluk agama itupun hanya berpura-pura saja karena takut."

"Andika akan menegur mereka dan mengatakan begitu?"

"Benar, kanjeng bibi. Saya tidak mempunyai cara lain untuk menyadarkan mereka."

"Kalau mereka menolak caramu menyadarkannya dan bahkan menyerangmu, bagai mana?"

"Saya bermaksud baik bagi mereka sendiri, kalau sampai terjadi hal itu, saya hanya menyerah kepada kekuasaan Hyang Widhi saja."

Endang Patibroto menggeleng kepalanya, akan tetapi ia merasa tidak berhak untuk melarang.
"Kalau begitu, mudah-mudahan usahamu itu berhasil baik, anakmas Jayawijaya. Nah, selamat tinggal, aku pergi dulu."

"Selamat jalan, kanjeng bibi."

Endang Patibroto meninggalkan pemuda itu melakukan perjalanan ke Nusabarung.

**** 025 ****

*** Sepasang Garuda Putih Jilid 026 ***
**** BACK ****

No comments:

Post a Comment