Ads

Wednesday, May 15, 2013

Sepasang Garuda Putih Jilid 031

**** BACK ****

Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Wasi Shiwamurti ketika menerima laporan dari Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda telah bertemu dan bertanding dan dikalahkan oleh Bagus Seto dan Retno Wilis. Ketika itu, Wasi Shiwamurti berada di Blambangan karena dia dianggap sebagai tamu agung oleh Adipati Blambangan, yaitu Adipati Menak Sampar. Blambangan dijadikan pusat penyebaran agama Shiwa-Durgo-Kolo yang dipimpin oleh Wasi Shiwamurti. Dia menjadi marah sekali ketika mendengar betapa penyebaran agama itu terhalang oleh Bagus Seto dan Retno Wilis.

"Bodoh!" Dia memaki kedua orang muridnya itu. "Bodoh sekali kalian! Dapat dikalahkan oleh seorang pemuda dan seorang gadis muda! Membikin malu saja kepadaku! Kalau kalian kalah dalam hal kadigdayaan, apakah kalian tidak dapat mengalahkannya dengan ilmu sihir? Apa gunanya aku mengajarkan segala macam ilmu sihir kepada kalian kalau tidak dapat mengalahkan dua orang muda?”

'"Maafkan kami, Kanjeng Rama," kata Ki Shiwananda kepada ayah angkatnya yang marah itu. "Kami sudah mempergunakan sihir, akan tetapi semua ilmu sihir kami dipunahkan oleh pemuda yang bernama Bagus Seto itu. Ilmu kedua orang kakak beradik itu memang luar biasa hebatnya.”

"Hal itu tidaklah aneh sekali, karena mereka adalah anak-anak dari Endang Patibroto," kata pula Ni Dewi Durgomala kepada Wasi Shiwamurti yang selain menjadi gurunya juga menjadi kekasihnya.

"Apa? Anak-anak Endang Patibroto?" bentak Wasi Shiwamurti. "Kalau begitu mereka adalah musuh-musuh kita yang harus dibasmi!”

Selagi Wasi Shiwamurti marah-marah, datanglah Wasi Karangwolo yang menjadi penasihat Blambangan dan bersama dia datang pula Wasi Surengpati penasihat dari kadipaten Nusabarung. Sang Wasi Shiwamurti menerima kedatangan dua orang rekannya ini dan alangkah marahnya ketika dia mendengar pula dari mereka bahwa dua orang rekannya itu telah bertemu dengan Endang Patibroto, bertanding dan mereka kalah!

"Babo-babo, Endang Patibroto keparat! Kembali engkau yang menghalangi pekerjaan kami, bersama kedua orang anakmu. Aku tidak akan kembali ke Cola sebelum dapat membunuh engkau dan anak-anakmu!" Wasi Shiwamurti memukulkan tongkat naganya ke atas lantai dan pecahlah lantai itu.

“Di mana mereka sekarang? Di mana wanita jahanam itu dan anak-anaknya?" tanya Wasi Shiwamurti.

"Endang Patibroto datang ke Nusabarung untuk mencari kedua orang anaknya," kata Wasi Surengpati.

"Dan kedua orang muda itu agaknya pergi ke timur dan kalau tidak salah perhitungan kami, sekarang mereka tentu sudah berada di daerah Blambangan," kata Ni Dewi Durgomala.

"Bagus! Biarkan mereka semua masuk ke Blambangan sehingga mudah kita mencarinya. Aku sendiri yang akan turun tangan membasmi mereka!" kata Wasi Shiwamurti yang marah bukan main.

"Sebaiknya kalau kita melapor kepada Kanjeng Adipati agar diadakan persiapan untuk mencari mereka di daerah Blambangan. Siapa yang melihat mereka diwajibkan memberi laporan secepatnya, dengan cara demikian kita akan mudah menemukan mereka," kata Wasi Karangwolo.

Semua rekannya setuju dan mereka berlima lalu pergi menghadap Adipati Menak Sampar. Adipati Menak Sampar menerima kedatangan lima orang tokoh yang dihormatinya itu.

"Paman Wasi Karangwolo sudah pulang?" tanyanya kepada penasihatnya itu. "Bagaimana kabarnya dengan usaha andika menyebar agama, dan agaknya ada keperluan penting sekali maka andika menghadap, didampingi oleh Wasi Surengpati, Wasi Shiwamurti, Ki Shiwananda dan Ni Dewi Durgomala.”

"Sesungguhnya ada peristiwa penting yang telah terjadi, Kanjeng Adipati. Agaknya daerah Blambangan telah kemasukan telik-sandi (mata-mata) yang amat berbahaya, yaitu Endang Patibroto dan kedua orang anaknya yang bernama Bagus Seto dan Retno Wilis.”

"Ahhhh........!" Wajah sang adipati berubah pucat mendengar nama itu. Endang Patibroto dan Retno Wilis adalah nama-nama yang amat terkenal di Blambangan sebagai nama dua orang wanita yang memiliki kesaktian hebat dan amat berbahaya.

"Benarkah? Bagaimana andika dapat mengetahuinya?" tanyanya.

"Saya sendiri dan adi Wasi Surengpati sudah bertemu dan bertanding dengan Endang Patibroto, sedangkan anakmas Shiwananda dan Ni Dewi Durgomala sudah bertemu dengan Bagus Seto dan Retno Wilis dan juga sudah bertanding dengan mereka.”

Orang-orang yang bersangkutan itu lalu menceritakan pengalaman mereka secara terperinci, didengarkan dengan penuh perhatian oleh Adipati Menak Sampar.

"Karena itulah maka kami datang melapor kepada paduka, Kanjeng Adipati, agar dapat diambil langkah-langkah yang perlu untuk dapat menemukan tiga orang itu," kata Wasi Karangwolo.

Adipati Menak Sampar mengangguk-angguk lalu memberi tanda memanggil seorang pengawal. Setelah pengawal menghadap, dia lalu memerintahkan,

"Kamu pergilah dan panggil Senopati Rajahbeling dan Senopati Kurdolangit untuk sekarang juga datang menghadap ke sini!”

Tak lama kemudian dua orang senopati Blambangan itu muncul dan menghadap Sang Adipati sambil menyembah. Senopati Rajahbeling adalah seorang senopati yang berusia limapuluhan tahun yang bertubuh tinggi besar dan tampak gagah sekali. Dia adalah ayah dari Kalinggo, pemuda Blambangan yang pernah mengikuti sayembara tanding di Nusabarung. Adapun yang kedua bernama Senopati Kurdolangit, orangnya tinggi kurus akan tetapi dia seorang yang digdaya dan amat terkenal di Blambangan.

"Kedua kakang senopati! Andika berdua terkejut kami panggil?”

"Benar, Kanjeng Adipati. Ini bukan waktunya bersidang, maka kami tentu saja heran mendapat panggilan ini," jawab Senopati Rajahbeling.

"Ketahuilah, kakang senopati. Ternyata di daerah kita Blambangan ini telah kemasukan tiga orang telik sandi yang berbahaya. Bahkan mereka pernah mengacau di Nusabarung dan kini mereka menuju ke Blambangan. Tahukah kalian siapa mereka?”

Dua orang senopati itu saling pandang dan menggelengkan kepala.
"Kami tidak dapat menduganya, gusti.”

"Ketahuilah bahwa telik sandi itu adalah Endang Patibroto, Retno Wilis dan Bagus Seto.”

Dua orang senopati itu sudah mendengar nama Endang Patibroto dan Retno Wilis, bahkan sudah tahu bahwa mereka itu adalah dua orang wanita yang sakti dari Panjalu.

"Di mana mereka, Kanjeng Adipati? Kami akan mengerahkan perajurit untuk menangkap mereka.”

"Inilah persoalannya. Kami belum tahu mereka kini berada di mana. Karena itu kutugaskan kalian untuk menyebar perajurit dan mata-mata. Kalau ada yang melihatnya agar cepat memberi kabar kepada Paman Wasi Karangwolo sekalian para Paman Wasi yang berada di sini agar mereka dapat ditangkap. Mereka itu sakti dan pandai menyamar, maka setiap ada orang asing memasuki wilayah Blambangan, harus diperiksa dengan cermat.”

Dua orang senopati itu menyatakan kesanggupannya, kemudian memberi hormat kemudian mengundurkan diri. Adipati Menak Sampar masih bercakap-cakap dengan para pimpinan agama Shiwa-Durgo-Kala itu, membicarakan persiapan dan rencana mereka untuk penyebaran agama dan kemudian untuk memberontak terhadap Panjalu dan Jenggala. Masuknya Endang Patibroto dan Retno Wilis merupakan bahan pembicaraan mereka yang penting dan Wasi Shiwamurti sendiri mengatakan bahwa dia akan turun tangan sendiri terhadap kedua orang wanita sakti itu.

"Mereka adalah orang-orang yang memiliki kesaktian tinggi, dan kiranya hanya saya yang akan dapat mengatasi mereka,” kata Wasi Shiwamurti dan hal ini dibenarkan oleh yang lain, yang telah merasakan kehebatan ilmu kepandaian dua orang wanita itu.

"Jangan dilupakan pemuda yang bernama Bagus Seto itu, kakang Wasi," kata Wasi Karangwolo. "Biarpun kami belum mengetahui benar tingkat kadigdayaannya, namun dalam hal menghadapi ilmu sihir dia tangguh bukan main." Wasi Surengpati membenarkan pendapat Wasi Karangwolo ini dengan mengangguk-angguk.

"Heh-heh-heh, jangan khawatir. Selama ini ilmu sihirku tidak pernah gagal terhadap siapapun juga. Pendeknya, kalau sudah diketahui dimana adanya Endang Patibroto, Retno Wilis, dan Bagus Seto, beritahulah kepadaku dan aku akan menangkap mereka bertiga.”

Ucapan Wasi Shiwamurti ini bukan sekedar bualan belaka. Wasi yang satu ini adalah saudara seperguruan dari mendiang Wasi Bagaspati dan Wasi Bagaskolo yang memiliki kesaktian tinggi. Bahkan setelah mendengar betapa dua orang kakak seperguruannya ini tewas, dia memperdalam ilmunya sehingga kini ilmu kesaktiannya sudah melebihi kesaktian kedua orang kakak seperguruannya itu. Terutama sekali dalam hal ilmu sihir, dia jauh melebihi kedua orang wasi yang telah tewas itu.

Mulai hari itu, ratusan orang perajurit disebar dan di mana-mana diadakan penjagaan. Bahkan sampai jauh ke luar kota kadipaten Blambangan para perajurit itu mencari Endang Patibroto, Retno Wilis dan Bagus Seto, memeriksa semua orang asing yang kebetulan lewat di situ.

**** 031 ****

*** Sepasang Garuda Putih Jilid 032 ***
**** BACK ****

No comments:

Post a Comment