Ads

Sunday, December 30, 2012

Badai Laut Selatan Jilid 054

◄◄◄◄ Kembali

Endang Patibroto sendiri tertegun menyaksikan kehebatan tiga orang lawannya itu. Betapa kedua tangan Wirokolo keluar asap dan bara apinya. Betapa kedua orang yang bersuara seperti gagak itu tampak mengerikan sikapnya, yang seorang memegang tombak yang ke dua memegang ruyung besar! Akan tetapi ia tidak gentar. Jelas bahwa tiga orang iti tadi ngeri dan ketakutan menghadapi keris pusakanya! Hal ini membesarkar hatinya dan dengan keris siap di tangan, ia berlaku awas. Pada saat yang sangat tegang itu, tiba-tiba terdengar suara bekakakan dari Jauh.

"Huah-hah-hah! Aku sudah mendengar suara Si Gagak Kembar dan Wirokolo! Kalian tidak lekas-lekas menghadapi aku, mengapa berlambat-lambatan?"

Belum habis suara itu bergema, tahu-tahu orangnya sudah muncul, yaitu Dibyo Mamangkoro sendiri. Betapa kagetnya melihat muridnya menghunus sebuah keris yang bersinar-sinar berhadapan dengan Wirokolo dan Gagak Kembar yang juga sudah siap bertanding mati-matian!. Seketika lenyap seri dan tawa pada wajah kakek raksasa ini. Cepat ia melompat maju dan berkata,

"Heeee! Endang muridku sayang ! Apa yang kaulakukan ini?. Aduh....... wah ,....... bukan main pusakamu itu. eh,....... simpan, Endang. Simpan dulu keris pusaka itu. Hebat....... !!”

Dibyo Mamangkoro sendiri terkejut bukan main ketika ia merasa betapa dahsyatnya wibawa keris pusaka itu yang membuat jantungnya berdebar keras, dan barulah la menarik napas lega ketika keris itu disimpan oleh Endang di balik bajunya. Dibyo Mamangkoro merangkulnya, mengelus rambutnya dan berkata lirih,

"Muridku....... sayangku....... mengapa kau tidak bilang bahwa kau memiliki Brojol Luwuk.............. ?!!”

"Pusaka sakti Brojol Luwuk....... ???"

Wirokolo dan kedua orang Gagak Kembar berseru dan mata mereka terbelalak memandang ke arah Endang. Jelas tampak betapa mereka terheran, dan mcngilar ketika mendengar bahwa pusaka ampuh tadi adalah Ki Brojol Luwuk, pusaka Mataram yang hanya mereka dengar dalam dongeng sebagai pusaka yang tiada taranya di dunia ini. Melihat hasrat memancar jelas sekali dari muka tiga orang itu, Dibyo Mamangkoro yang masih merangkul muridnya segera membentak,

"Kalian bertiga apakah mendadak sudah menjadi gila? Ki Brojol Luwuk adalah pusaka milik muridku. Kenapa kalian tiga orang tua bangka mau mampus tadi hendak bertanding melawan muridku, Endang Patibroto? Sungguh bagus sekali, ya? Tiga orang kakek tua bangka hendak mengeroyok seorang bocah. Di mana kegagahan kalian?"

Tiga orang itu menjadi makin kaget sekali. Tidak mereka sangka seujung rambutpun bahwa anak perempuan itu adalah murid Dibyo Mamangkoro!

"Aduh........ maafkan kami, kakang Dibyo Mamangkoro! Sungguh mati kami tidak tahu bahwa anak ini adalah murid keponakanku sendiri. Siapa yang mengira begitu? Selamanya kakang tidak mempunyai murid. Bagaimana sekarang secara mendadak mempunyai murid begini elok?"

"Ini urusanku sendiri, tak perlu kau mencampuri! lngat, inilah Endang Patibroto, muridku yang kelak akan menggantikan aku. Muridku inilah yang kelak akan memimpin kalian semua, menghancurkan musuh-musuhku, menggegerken Kahuripan. Apalagi....... Ki Brojol Luwuk berada di tangannya. Huah-ha-hah!" Kemudian ia berhenti tertawa secara mendadak, menudingkan telunjuknya yang besar ke arah Gagak Kembar dan membentak,

"Kalian berani tadi melawan dan kurang ajar kepada gusti puterimu??"

Tiba-tiba Gagak Kunto dan Gagak Rudro menjadi pucat dan mereka menjatuhkan diri berlutut di depan Dibyo Mamangkoro.

"Karena hamba berdua tidak tahu, telah bersikap kurang ajar terhadap....... gusti puteri, mohon paduka suka memberi ampun....... "

"Huah-ha-hah! Enak saja minta ampun. Kalian patut dihajar!"

Tiba-tiba tangan yang menuding itu membuat gerakan mendorong dan....... dua orang raksasa yang berlutut itu lalu terjengkang ke belakang. Dibyo Mamangkoro menggerak-gerakkan kedua tangannya ke arah mereka. Sungguh aneh dan rnengagumkan sekali dan jelas membuktikan betapa hebatnya tenaga sakti Dibyo Mamangkoro. Pukulan jarak jauh kedua tangannya itu mampu menjatuh bangunkan dua orang yang terhitung orang-orang berkepandaian tinggi. Gagak Kunto dan Gagak Rudro berkali-kali terbanting sehingga babak belur. Mereka mengaduh-aduh dan sama sekali tidak berdaya, seperti dua helai daun kering dipermainkan angin. Ketika Dibyo Mamangkoro menghentikan gerakan tangannya, mereka rebah miring dengan napas terengah-engah.

"Kau puas, muridku?" Dibyo Mamangkoro bertanya kepada Endang yang hanya menonton saja.

Endang mengangguk.
"Mereka itu tidak dibunuh, sungguh masih amat baik nasibnya!"

Wirokolo adalah seorang yang buas dan ganas. Namun mendengar ucapan seenaknya keluar dari mulut yang mungil itu, tengkuknya terasa dingin juga. Tidak salah lagi, pikirnya, kakak seperguruannya telah menemukan seorang murid yang hebat! Setelah Gagak Kembar dapat bangun dan berlutut lagi, Dibyo Mamangkoro bertanya,

"Nah, sekarang ceritakan bagaimana hasilmu menyerbu Jalatunda, adiku Wirokolo?"

Dengan suara bernada penyesalan, Wirokolo menceritakan pengalamannya di Jalatunda. Menceritakan betapa lima orang anak buah Gagak Kembar semua kalah oleh seorang anak laki-laki yang agaknya cucu murid Resi Bhargowo, kemudian betapa Gagak Kembar sendiri kalah melawan Resi Bhargowo.

"Terpaksa aku turun tangan sendiri, kakang Dibyo. Biarpun dalam ilmu sihir, aku tidak mampu menghadapi Empu Bharodo, namun dalam pertandingan, Empu Bharodo dan Resi Bhargowo masih belum mampu mengalahkan aku. Airlangga yang sudah menjadi pertapa itu telah menjadi seorang yang lemah dan tidak mau berkelahi. Sebetulnya aku sudah mendapat kesempatan baik sekali untuk membunuhnya. Siapa kira si jahanam Narotama muncul....... "

"Narotama....... ?? Keparat !!” Dibyo Mamangkoro berjingkrak marah. "Lalu bagaimana? Apakah dia masih sekuat dahulu?"

Wirokolo menarik napas panjang.
"Dia hebat, kakang. Agaknya malah lebih kuat daripada dahulu. Aku tahu bahwa aku bukan tandingannya, maka terpaksa kami mundur."

Dibyo Mamangkoro menggendong kedua tangan di punggung, lalu berjalan kian kemari dengan kening berkerut. Dari mulutnya keluar suara menggereng seperti harimau kelaparan. Tiba-tiba ia berhenti dan kembali merangkul pundak Endang.

"Kita tunggu waktu dan kesempatan! Kita tunggu muridku dewasa. Dengan kepandaiannya dan dengan keris pusaka Brojol Luwuk di tangannya aku yakin Kahuripan akan hancur lebur kelak. Huah-ha-ha!"

Wirokolo dan Gagak Kembar hanya sehari tinggal di pulau itu. Mereka segera pergi dari pulau, kembali ke tempat mereka sendiri, yaitu di lembah Citandui. Mereka sebagai anak buah Dibyo Mamangkoro dipesan untuk mempersiapkan diri, mengumpulkan tenaga bantuan yang bersakit hati terhadap Kahuripan, dan menyelidiki keadaan Kahuripan. Jika ada perubahan di Kahuripan, mereka dipesan agar mengabarkan ke Nusakambangan.

Sementara itu semenjak mengalami peristiwa pertempuran melawan paman gurunya sendiri, Endang Patibrpto maklum bahwa di dunia ini banyak sekali orang pandai dan kalau ia tidak tekun belajar, menguras semua ilmu yang dimiliki gurunya, kelak tentu ia akan menemui banyak kesulitan dari orang pandai.

Di lain fihak, setelah mendapat kenyataan bahwa muridnya secara aneh telah memiliki keris pusaka Ki Brojol Luwuk, Dibyo Mamangkoro menjadi makin sayang kepada muridnya! Makin besar hatinya, dan makin tebal keyakinannya bahwa muridnya ini kelak akan lebih berhasil daripadanya dalam usaha meruntuhkan Kahuripan.

**** 054 ****
Lanjut ke Jilid 055 ►►►►
◄◄◄◄ Kembali

No comments:

Post a Comment